10. Satu Rumah

5.2K 496 9
                                    

10. Satu Rumah

Takdir itu terkadang aneh. Dia yang mendatangkan rasa cinta itu, tapi dia juga yang memaksa untuk mengenal orang baru dan melupakan yang dulu.”

"Jangan kasih tahu siapa-siapa, ya, Bang?" bujuk Marcell setelah dia menceritakan semuanya kepada Kenzo. Ya, tadi Kenzo menyidang dirinya dan ia mengatakan semua yang sesungguhnya kepada Kenzo. Tidak ada yang dia tutupi lagi dari cowok itu.

Kenzo nampak berpikir sebelum akhirnya berdehem singkat. "Gue harap, kehadiran Dara bisa buat Angkasa buka lembaran baru,"

"Iya, Bang. Gue juga gak tega kalau semisalnya Dara dijahatin sama Bang Angkasa. Gue—"

"Kalau lo gak tega kenapa lo berani ngambil jalan kaya gini bego?" Kenzo menjitak gemas jidat juniornya itu.

Marcell meringis pelan. "Ya ... mau gimana lagi, Bang. Gue bener-bener gak bisa mikir bu—"

"Emang kapan lo bisa mikir?" Kenzo bertanya dengan wajah tanpa dosanya.

"Udahlah, Bang. Males banget gue sama lo, orang lagi serius—"

"Dahlah gue mau ketemu Bebeb gue! Bye!" Kenzo meninggalkan Marcell yang mengumpat dalam hati memaki dirinya.

***

"Aku mau pulang ... aku nggak mau disini. Aku mau pulang ...," Dara menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan. Air mata terus menetes dari mata indahnya itu.

"Kak Marcell jahat! Aku benci sama kamu, Kak!" gumam Dara di sela-sela tangisnya.

"Aku mau pulang.." Dara berjalan menuju balkon kamar yang sekarang ia tempati di rumah Angkasa. Mario memutuskan agar Dara dan Angkasa tinggal satu rumah sampai hari pernikahan mereka.

Sesampainya di balkon, Dara segera duduk dikursi panjang seraya mendongakkan kepalanya—menatap langit malam—yang indah dengan tangan yang terus bergerak menghapus bulir-bulir air mata yang terus menetes melewati pipinya.

"Ra, lo tahu nggak kenapa cuma ada satu bulan dilangit?" tanya Marcell seraya mengeratkan rangkulannya dibahu Dara.

"Kenapa emangnya?" Dara mendongakkan kepalanya guna menatap wajah cowok itu.

"Karena kalau tak terhingga, itu rasa sayang gue ke elo," Marcell tersenyum setelah melihat semburat merah dipipi Dara.

"Ih, gombal!"

Dara menaikkan kedua kakinya lalu menyembunyikan wajahnya pada kedua lututnya. Dara sedih, sangat sedih. Kehidupannya terasa direnggut begitu saja. Dia sudah menjelaskan kepada Mario bahwa dirinya dengan Angkasa tidak melakukan apa-apa, tapi Mario tidak percaya.

ANGKASADARA 2 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang