🤍 SK 26 • Kepergian Alana 🤍

47 3 0
                                    

Aku tak cukup berani untuk menahan mu pergi
Aku tak cukup lancang untuk memintamu datang
Melihat mu ada untuk diriku saja sudah tidak mungkin
♡♡♡






Dareel POV

Tadi pagi dokter mengatakan edwin telah sadar, aku berada didepan ruang inap menatap ibu dan anak yang kini sedang berbincang, terlihat sekali raut bahagia seorang ibu melihat anaknya telah melewati masa kritis, sungguh edwin beruntung memiliki ibu seperti tante mira.

Saat aku sibuk dengan lamunan ku, tiba-tiba tante mira menepuk pundak ku dan menyuruhku untuk menemui edwin didalam.

"Bro, bro, tolong ambilin minum itu," Ucap edwin saat aku baru memasuki kamar inap ini, lihatlah, kelakuam songongnya sudah kembali lagi.

"Thanks bro," Edwin meminum gelas berisi air yang ku berikan, "Gimana keadaan lo?," Tanya ku pada edwin yang terlihat sangat santai, bahkan dia tidak menunjukkan ketakutan di wajahnya, padahal kondisi saat aku menemukan dia sedang tergeletak seperti itu bersama papa dan juga rion.

"See, gue udah gapapa. Thanks banget reel, lo udah datang dan bantu kita meskipun bokap gue gak bisa di tolong. Terutama rion, mama gue bilang kalau aja dia gak di obati waktu itu mungkin rion juga gak ketolong" edwin menatap ku.

"Kenapa lo malah khawatir sama rion yang udah celakain lo sama bokap lo?," Tanya ku pada edwin. "No, bukan rion pelakunya. Dia juga korban kaya gue, kalau nggak ada rion mungkin gue juga gak akan selamat," Ucap edwin menepuk pundak ku.

"Gue udah buat laporan sama polisi, bukan rion pelakunya. Kami berdua korban dari bokap," Aku semakin bingung dengan penjelas edwin, bagaimana bisa rion yang sangat membenci edwin malah menolongnya.

"Bokap lo? Maksudnya?," Tanya ku pada edwin yang kini duduk bersandar diatas tempat tidurnya. "Bokap gue di tipu sama temennya, karena dulu papa juga ngehalalin semua cara demi bisnisnga termasuk penggelapan dana. Gue juga kurang paham sih, tapi intinya kemarin itu gue di ancem sama rion, dia bakal celakai papa kalau gue gak dateng nyamperin dia,".

"Ternyata saat itu juga neneknya rion dateng dan bilang ke edwin kalau selama ini yang nyukupin keperluan ekonomi keluarga dia itu mama gue tanpa sepengetahuan papa, bahkan nenek rion bilang kalau mama gue dulu donorin ginjalnya waktu edwin kecelakaan," Aku terkejut mendengar penjelas edwin

"Dan saat itu pula gue dapet kabar kalau papa gue di sandra sama orang suruhan temennya itu, gue dateng ke alamat yang di searlock mereka. Dan ya lo tau kan gimana kondisi gue sama papa gue waktu lo temuin kita," Edwin menyugar rambutnya, terlihat dia masih syok karena kejadian itu.

"Papa gue di hajar dan gue coba nolongin dia, tapi gue gak bisa. Sampek akhirnya rion datang, yang gue inget waktu itu ada suara tembakan dan rion teriak manggil nama gue tapi gue udah gak sadar, eh sebelum itu gue inget rion bawah pistol dan dia nembak satu pelaku pakai pistol itu," Benar ucapan edwin, karena dari keterangan polisi tadi salah satu pelaku tertembak dibagian punggung.

"Reel, sebenci apapun gue semarah apapun gue sama papa. Beliau tetep papa gue kan? Rasanya gak adil aja dia meninggal kaya gitu, secara gue belum bales kesakitan mama gue ke dia," Ku lihat edwin menunduk menahan air matanya.

"Gue sama dion turut berduka, win. Gue tau ini berat banget buat lo, tapi gue juga tau lo itu kuat dan lo punya mama yang super baik ditambah lagi sekarang lo punya kakak, Rion itu," Aku tersenyum dan menepuk pelan pundak edwin.

"Kakak apaan?," Edwin tersenyum, "Mana dion? Tuh bocil gak kesini apa pangeran baru sadar ini," Ucap edwin menanyakan keberadaan dion, aku terkekeh, bagaimana bisa orang yang baru sadar bertingkah menyebalkan seperti ini.

Sekian Kalinya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang