Saat ini adalah rangkaian dari perjalanan bersama seseorang yang membuatmu tersenyum dengan cara-cara sederhana yang tidak bisa dilakukan orang lain
♡♡♡•
•
•
•
•Alana POV
Aku terbangun dari tidur ku saat sinar matahari menerpa wajah ku, aku melirik kearah jendela yang tidak tertutup tirai, Astaga aku lupa kemarin tidak menutup tirai.
Saat aku akan menuruni tempat tidur, suara serak dareel di belakang ku terdengar "Jam berapa?" Ucap dareel tetap memejamkan mata. "Sembilan," ucapku singkat dan berjalan menuju kamar mandi.
Sial, sakit sekali kewanitaan ku, dareel... dia seperti orang yang kerasukan, dasar. Aku membasuh wajah ku dan menggosok gigi, aku menatap pantulan diriku melalui cermin didepan ku.
Tanda merah di sekitar leher dan dada ku, perlahan aku menggosok pelan tanda merah itu. "Alana, ini sudah terlalu jauh," batin ku.
Tiba-tiba aku teringat ucapan dareel 'Kalau kita siap dari segi manapun dan kita mampu berkomitmen kita bisa menikah'. Kenapa kalimat itu selalu muncul di pikiran ku.
Menikah? Apa di usia ku yang telah menginjak dua puluh lima tahun ini sudah pantas untuk menikah? Tapi bukankah menikah bukan tentang berapa usia kita, namun tentang seberapa dewasa kita dalam menghadapi sebuah rumah tangga?
Aku membasuh wajah ku lagi, tapi aku takut bila pernikahan ku akan hancur maka anak ku kelak akan memiliki nasib yang sama seperti ku dan mereka akan merasakan apa yang aku rasa.
Bukannya aku tidak mempercayai dareel, bahkan aku sangat mempercayainya dia lelaki hebat, dia pasti akan menjadi ayah dan suami yang baik dan bertanggung jawab.
Tapi... entah, hanya saja aku terlalu takut untuk memulai. Namun jika seperti ini terus bukankah aku seperti wanita murahan yang di tiduri tanpa memiliki status yang jelas? Sial
*
Hampir satu jam aku barada didalam kamar mandi, melamun dan memikirkan banyak hal. Kini aku duduk didepan cermin, mengeringkan rambut ku.
Aku menatap dareel dari cermin yang terbangun dan memakai boxernya. "Pagi, alana," ucap dareel mencium pipi ku. "ini bahkan sudah siang," jawab ku masih sibuk mengeringkan rambut.
"Ah iya, tumben ya aku tidur lama banget." Dareel mengambil hair dryer dari tangan ku dan mulai membantu ku mengeringkan rambut.
"Kok diem aja? Kenapa, al?" Tanya dareel karena aku hanya menunduk, "Apa karena kemarin ya? Maaf-" aku segera berdiri dan menghadap dareel.
"Ayo makan diluar, aku laper." Dareel terkejut dan mengerjapkan matanya. "Apa?" Tanya dareel pelan, "Buruan mandi, aku tunggu didepan." ucap ku mencium bibir dareel lalu berlari pergi.
Aku tidak ingin mendengar topik tentang kemarin malam, sungguh itu membuat ku malu. Aku duduk di meja makan sambil memainkan ponsel.
Kurang dari satu jam dareel menghampiri ku, "ayo," ucap dareel menggandeng tangan ku. "Al, kenapa setiap hari kamu kelihatan makin cantik?" dareel mengedipkan mata kearah ku.
"Apaan sih, buaya," jawab ku mengalihkan pandangan ku, "Loh kok buaya," jawab dareel dan memindahkan tangannya merangkul pundak ku. "Kenapa setiap hari aku jatuh cinta sama kamu?" tanya dareel lagi padaku.
Aku mengedikkan bahu ku, "Gak ada alasan lain, cuma mau bilang. Im grateful to have met a woman as great and beautiful as this." Ucap dareel mencium keningku.
"Dareel ih, malu di liatin bibi tuh," aku mendorong pelan dada dareel. "Hallo bibi," teriak dareel melambaikan tangan pada bibi yang sedang menata tanaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekian Kalinya [END]
RomanceKamu yang meninggalkan ku Kamu yang menorehkan luka Kamu pula yang membuat ku mati rasa tentang cinta Seperti kata mereka 'Jika dia cinta, dia akan kembali' Namun bagiku 'Jika dia cinta, dia tidak akan pernah pergi'. 🍁🍁🍁 Sepertinya, kata mereka l...