🤍 SK 34 • Tiba-tiba Manja 🤍

42 3 0
                                    

Terlepas kamu melihatnya atau tidak,
Keberadaan mu di dunia ini membuat suatu perbedaan yang nyata.
Karena kamu penting,
Kamu berharga,
Kamu dicintai.
♡♡♡






"Cepatlah kembali jika urusan mu disini telah selesai." Alana mengangguk sebagai respon atas ucapanku. "Dan iya... tidurlah terpisah dengan lelaki itu, lelaki itu pasti mengajari mu yang tidak-tidak." Aku melirik sinis kearah dareel yang ada di belakang kami.

Alana tertawa memukul lengan ku. "Apa kalian gak capek, hah? Dari tadi debat mulu, heran." Alana melotot padaku dan dareel bergantian. "Kak, ini sudah sangat larut apa tidak menginap disini saja?" Tanya alana padaku. "Katanya masih ada yang harus kita bicarain?" Lanjut alana.

"Banyak, masih banyak yang mau aku omongin. Tapi tidak sekarang al, setelah pernikahan nattali, aku akan mengatakan semuanya." Ucapku mengacak rambut alana. "Menginaplah disini," alana menatap ku memohon.

Tidak, aku harus tetap menjaga batasan terhadap alana. Karena sekarang alana telah bersama dengan dareel. Aku sudah menetapkan bahwa mulai sekarang saat bertemu alana, aku harus bersikap layaknya sahabat dan kakaknya.

Meskipun itu sangat sulit, tapi aku juga harus menjaga perasaan dareel dan seseorang yang menungguku. Setelah kepergian alana, aku belajar bahwa cinta bisa mengahancurkan persahabatan karena cinta bisa berakhir namun persahabatan tidak ada akhirnya.

"Tidak, al. Hotel ku tidak jauh dari sini, aku juga harus mempersiapkan beberapa keperluan untuk pertemuan besok. Heemm, mungkin sore hari aku akan kembali keindonesia." Ucapku pada alana dan memasuki mobil.

"Baiklah, hati-hati kak." Alana melambaikan tangan. "Ingat ucapan ku tadi, jangan tidur dengan lelaki disamping mu." Ucap ku tertawa menatap dareel dengan muka yang sengaja ku buat menjengkelkan.

"Hey, dengar.. hey kemarilah," dareel berjalan mendekati mobil ku yang kini mulai berlalu. Aku tertawa dan terlihat dareel mengacungkan jari tengah padaku, sangat mudah memancing emosi dareel.

Dari yang ku lihat dan perhatikan, dareel memiliki aura yang dingin oleh sebab itu dia jarang berbicara. Bahkan dari informasi yang ku terima, orang-orang disekitar dareel mengatakan bahwa dia memang jarang sekali berbicara.

Tapi saat bersama alana dia sangat banyak bicara dan senyuman tidak pernah pudar dari bibirnya. Bahkan sorot mata tajam nya berubah menjadi lembut saat bersama alana, dia sangat mencintai alana.

Alana POV

"Hey, apa yang kamu lakukan? Sangat kekanak-kanakan." Aku berjalan mendahului dareel yang masih memaki ethan. "Apa aku tidak salah? Kamu membela ethan?" Dareel berjalan di samping ku dan menggenggam tangan ku.

"Aku tidak membela kalian berdua," ucapku. "Kamu dengar tadi, dia menyuruh mu untuk tidak tidur dengan ku." Ucap dareel dengan nada kesal. "Memang benarkan, ada banyak kamar, kamu kenapa tidur di kamar ku?" Aku menatap dareel yang kini menunjukkan muka sedih yang dibuat-buat.

"Aku gak percaya kamu bakal bicara gini setelah kemarin kita menghabiskan malam panas." Aku melotot kearah dareel yang tersenyum menang. "Dareel, berhenti membahas itu, astaga." Aku berlari pelan meninggalkan dareel.

Astaga, kenapa ketika membahas hal itu dareel selalu mengucapkan tanpa malu. Apa semua lelaki juga seperti ini? Atau... memang dareel saja yang sangat menyebalkan?. Aku terus berjalan menuju kamar ku.

*

Kami berdua tidur berhadapan, namun sejak tadi aku maupun dareel tidak berbicara sedikit pun, hanya saling memandang. "Kenapa menatapku?" Tanya ku memecahkan keheningan.

Dareel hanya menggeleng lalu tersenyum mengusap pipi ku. "Apa rasanya masih sangat sulit menerima ku?" Kenapa dareel tiba-tiba bertanya seperti itu. "Kenapa tiba-tiba tanya kaya gitu?" Tanya ku mengernyitkan kening.

Lagi-lagi dareel hanya menggeleng. "Dareel, ada apa? Sejak kepulangan ethan, kamu irit banget bicaranya." Ucapku merapikan rambut dareel yang menutupi keningnya. "Rambut mu mulai panjang," namun dareel memegang tangan ku dan menggenggamnya.

"Tungguh... Apa kamu marah karna aku tadi membela ethan? Kamu cemburu?" Aku tertawa kencang memukul pelan lengan dareel yang masih menatapku datar. "Ah dareel mah gitu kayak bocil," ucapku menahan tawa.

"Oke, oke, nih handphone aku. Kamu bisa ganti nama kamu disitu, terserah kamu ganti apa aja. My love, my world, my destiny and my my selanjutnya." Aku memberikan ponsel ku pada dareel, namun dia malah meletakkan nya diatas nakas.

"Katakan bagaimana-" Saat dareel belum menyelesaikan ucapannya tiba-tiba dia berlari kekamar mandi sambil menutup mulutnya. Terdengar suara dareel sedang terbatuk-batuk.

"Hey, ada apa? Kamu masuk angin?" Tanya ku setelah memasuki kamar mandi dan ikut berjongkok disamping dareel. Aku berdiri lagi mengambil tisu dan minyak angin, melihat wajah dareel semakin pucat membuatku khawatir.

"Kamu tadi terlalu banyak minum sama ethan, apa ini efeknya?" Tanya ku lagi sambil mengoleskan minyak angin di punggung dan dada dareel. "Aku cuma minum segelas." Jawab dareel lemah.

"Keluarlah, Al, ini menjijikkan." Dareel kembali memuntahkan isi perutnya. Aku mengurut belakang leher dareel. "Sebentar, aku panggilkan dokter." Namun saat aku hendak berdiri dareel menarik pelan tangan ku.

"Tidak, Al, aku hanya sedikit kelelahan saja mungkin." Ucap dareel pelan, tersenyum menatapku. "Sudah selesai," kami berdiri dan menuntun dareel ke tempat tidur. "Aku akan membuatkan teh hangat." Namun lagi-lagi dareel menarik tangan ku.

"Jangan kemana-mana, tidurlah disini." Ucap dareel menepuk sisi tempat tidur disampingnya. "Tapi-" Ucapan ku terpotong saat dareel menatapku dengan mata berkaca-kaca. Astaga, apa dia akan menangis?

"Baiklah, tapi apa kamu udah mendingan?" Tanya ku mengusap keringat di dahi dareel. Dareel mengangguk dan kembali menepuk ranjang di sampingnya. Perlahan aku merebahkan tubuh ku menghadap dareel.

Tiba-tiba dareel menurunkan tubuhnya dan memeluk perut ku. "Tidak biasanya aku seperti ini," ucap dareel tiba-tiba. "Aku sangat suka melihat perut mu," ucap dareel lagi dan kini dia menempelkan kepalanya di perut ku yang tertutupi piyama.

"Dareel, geli ih," Aku mendorong pelan kepala dareel. "Dareel, tidur yang bener. Keatas sini, aku gak bisa peluk kamu." Demi Tuhan, posisi seperti ini sangat membuatku salah tingkah dan sedikit geli.

Karena aku sering menonton beberapa drama, posisi seperti ini sering dilakukan oleh pasangan suami istri saat sang istri sedang mengandung. Sang suami selalu ingin berdekatan dengan anak mereka yang masih didalam kandungan.

Oleh sebab itu jika mereka tidur maka sang suami menempatkan wajahnya tepat didepan perut sang istri dan memeluknya, seperti yang dilakukan dareel saat ini. Aku menggelengkan kepala, tidak, tidak... apa yang aku pikirkan.

Dareel selalu memakai pengaman saat kami berhubungan, tidak mungkin jika itu terjadi. Aku kembali menggelengkan kepala dan melirik dareel yang masih mengusap perutku. "Alana... ." Dareel mendongakkan wajahnya. "Ya," jawab ku singkat.

"Usap kepala ku!" Perintah dareel mengarahkan tangan ku di atas kepalanya. "A-apa?" Ucapku terbatah namun menuruti permintaannya. Perlahan-lahan aku mengusap kepala dareel dan sesekali menyugar rambut nya yang ku rasa sedikit memanjang.

"Kenapa rasanya sangat menenangkan jika seperti ini. Aku sudah tidak mual dan pusing ku sudah hilang." Ucap dareel setelah beberapa menit aku mengusap rambutnya. "Tapi aku ingin tetap seperti ini." Dareel mendongakkan kepalanya menatap ku, aku hanya mengangguk.

"Heem," jawab ku kembali mengusap kepala dareel. "Tidurlah," lanjut ku. Aku melirik dareel saat merasakan nafasnya yang teratur, benar dia sudah terlelap. Dan perlahan aku juga memejamkan mata dan ikut terlelap dengan posisi yang seperti ini.

*****
TBC


Maaf yaa baru bisa update, belum bisa panjang juga. Sampai jumpa lagi di part selanjutnyaa 💃💃💃

Terima kasih 😊😍

4 Oktober 2021



Sekian Kalinya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang