Empat Puluh Satu

605 110 10
                                    




Chan memasuki rumahnya dengan hati dongkol. Bagaimana tidak dongkol? Rencananya gagal total, semua berantakan.


Langkahnya terhenti didepan tangga ketika menyadari keadaan rumah yang sepi. Kemana kedua orang tua nya? Apakah mereka masih marah satu sama lain?.


Jisung?. Jangan ditanya, dirinya sudah bisa menebak bahwa lelaki itu tak akan pulang untuk beberapa hari kedepan seperti sebelum sebelumnya jika dirinya habis membuat masalah pada adiknya itu.


Chan mulai menaiki tangga dengan pelan. Pikirannya berkecamuk. Rasanya sangat kesal jika keinginan nya tak tercapai.


Jisung?. Anak itu benar benar menjadi penghalang untuk segala keinginannya. Minho? Adalah yang paling dia inginkan tapi kini telah berpaling darinya dan kembali ke cinta lama nya.


Cinta lama?. Ya, chan tahu dan sangat sadar waktu itu minho menyukai jisung bukan dirinya. Dilihat bagaimana lelaki itu menceritakan tentang adiknya dengan semangat dan bibir tersenyum lebar. Setiap mereka berbincang nama jisung tak pernah absen. Sedangkan saat bersama jisung? Sekalipun dia tak pernah mendengar minho menyebut namanya.


Jangan ditanya dari mana chan tahu kalau minho tak pernah menyebut namanya ketika bersama jisung?. Karena setiap minho berkunjung kerumahnya pasti dirinya menguping pembicaraan dua anak adam itu.

Terlihat sangat jelas bahwa minho itu dari awal menyukai jisung bukan dirinya. Tapi dengan egois nya chan membalik kan keadaan. Merebut seseorang yang menjadi kebahagiaan adiknya. Bukan kah kadang kita juga butuh ke egoisan untuk mendapatkan kebahagiaan diri kita sendiri?. Itu yang ada dipikiran chan saat itu. Tidak perduli jika tindakan nya telah melukai sang adik.





Makanya dirinya mencoba mensabotase perasaan minho dengan cara mendekati pria itu dengan perhatian perhatian yang ia berikan dan sedikit rayuan. Dan lihat? Dia berhasil memperdaya minho dan menjadikan nya miliknya.



Tapi keadaan saat ini berbalik. Minho telah menyadari kesalahannya. Lelaki itu telah menyadari bahwa jisung lah yang dia inginkan bukan dirinya.



"Bangsat lo jisung!"umpatnya.


"Apa kamu bilang?"



Bagai tersengat ketika chan mendengar suara seseorang dari belakangnya. Dia tahu persis itu suara ayah nya.


Dia harus bagaimana? Ayahnya mendengar dirinya mengumpat sang adik. Dia harus mencari alasan apa?.


Perlahan chan memutar tubuhnya guna menatap ayahnya yang berdiri tepat dibekakangnya.



Tatap mereka bertemu. Sorot mata ayahnya menunjuk kan keterkejutan.


"A-ayah?"


"kamu bilang apa tadi?" Ulang brian dingin.


Chan menggeleng ribut tangan nya mencoba menggapai lengan sang ayahnya yang bergantung bebas di sisi tubuhnya tapi ditepis oleh lelaki paruh baya itu.



"Ayah tanya lagi. Kamu bilang apa tadi?'' Ulang brian.




Chan mencoba tersenyum. "Apa maksud ayah?"



Brian mendengus samar." Ga usah sok tidak paham dengan apa yang ayah maksud, chan?.  Ayah tau kamu ngerti apa yang ayah tanya kan?"



Lidah chan kelu. Dia bingung untuk menjawab.



Mendapati anaknya yang tak kunjung menjawab membuat brian memilih bertanya langsung.




"Apa__ kamu ikut andil dengan apa yang terjadi pada adik mu sebulan yang lalu?. Apa kamu yang membayar para pelakunya?"




Tikung 《MinSungChan》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang