Empat belas

64.9K 4.3K 84
                                    

Siang hari selepas semua anggota keluarga makan siang, Dania mendapat telfon dari Papah nya. Ia di minta untuk ke Jakarta mengurus klien mereka. Karena kantor cabang sudah di ambil alih oleh Dania jadi semua kerjasama mengenai kantor itu harus mengatas namakan Dania dan di tanda tangani oleh nya.

Sebenarnya Dania sudah menolak, ia meminta berkas yang harus di tanda tangani di kirim saja ke desa tapi Papah nya bilang klien tersebut tidak mau kerja sama dengan nya kalau Dania tidak menemui. Benar-benar aneh. Padahal klien yang lain tidak masalah dengan hal itu.

Dania sedang memikirkan bagaimana caranya ia mendapat ijin dari suaminya, apalagi suaminya itu sibuk sekali jadi Dania tidak boleh bertele tele saat meminta ijin nantinya.

"Mas Danu ngasih ijin gak ya?" tanya Dania kepada dirinya sendiri.

Danu yang baru masuk ke kamarnya mendengar perkataan istrinya pun bertanya.

"Ijin buat apa?" menatap istrinya menelisik.

Dania spontan berbalik, ia mendapati suaminya berdiri di depan pintu. Melihat jam dinding sebentar, tumben sekali belum adzan ashar suaminya sudah pulang ke rumah.

"Em_ Mas udah pulang? tumben lebih awal." berjalan menghampiri Danu.

"Mau ijin apa?" tanya Danu lagi. Membuat Dania gugup padahal ia sudah mengalihkan pembicaraan tadi. Tapi suaminya tetap pada pertanyaan nya tadi.

"Itu.. Enggak gak ada." menggelengkan kepala nya.

"Bicara sama Mas."

Dania menghembuskan nafas beratnya. Apapun keputusan suaminya nanti Dania tidak boleh melawan. Surga Dania ada di suaminya.

"Papah tadi telfon, nyuruh aku ke Jakarta buat tanda tangan kontrak." jelas Dania berusaha tenang. Tidak berani menatap mata tajam Danu.

"Berkas nya suruh kirim ke sini aja. Biasanya juga gitu kan?"

"Udah, tadi aku udah bilang begitu sama Papah. Tapi kata Papah klien nya enggak mau. Mereka minta bertemu dengan aku secara langsung."

"Kamu kenal sama klien kamu?"

"Belum, ini klien baru."

"Saya enggak kasih ijin."

Setelah mengatakan itu Danu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Sedangkan Dania menatap nanar pumggung Danu.

"Sudah ku duga." batin Dania.

Malam harinya saat Dania sudah terlelap di samping Danu tanpa sehelai benang karena mereka telah melakukan rutinitas setiap malam. Tidak pernah absen kecuali Dania berhalangan.

Danu menatap wajah damai istrinya yang terlelap di dekapan nya. Menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka.

"Saya takut kalau kamu enggak kembali ke sini lagi." lirih Danu.

Berat sekali rasanya Danu melepas istrinya untuk ke Jakarta. Tapi tadi malam Papah mertuanya menelfon untuk meminta ijin kepada Danu. Dan Danu tidak mungkin menolak. Hubungan nya dengan mertua saja belum terlalu dekat.

Dengan terpaksa Danu akan mengijinkan kepergian istrinya. Sebenarnya bisa saja Danu ikut mendampingi hanya saja sedang ada masalah di kebun nya. Membuat Danu tidak bisa meninggalkan desa ini.

Lelah dengan hal-hal yang mengganggu otak nya Danu akhirnya terlelap dalam tidurnya masih dengan posisi yang sama, berpelukan dengan istrinya.

"Kamu serius ijinin aku Mas?" tanya Dania memastikan lagi.

DuDa (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang