Enam belas

55.1K 4.2K 138
                                    

Danu di buat risau dengan keadaan istrinya yang sama sekali tidak memberi kabar itu. Di tambah lagi dengan Denaya yang semenjak Dania pergi ke Jakarta itu ia selalu merengek meminta Bunda nya kembali.

Denaya merindukan Bunda nya. Ia sampai mengigau dalam tidurnya.

"Telfon Bunda, Ayah!" rengek Denaya. Entah yang ke berapa karena ini sudah hari ke lima istrinya pergi.

"Nunggu Bunda telfon ya." itulah yang selalu di katakan Danu kepada putrinya ia tidak ingin mengganggu waktu istrinya. Istrinya pasti sibuk dengan pekerjaan nya yang lumayan lama di tinggalkan.

"Ayah aja yang telfon!" teriak Denaya dengan tangisan pilu. Danu benar-benar tidak tega dengan putrinya. Dania telah berhasil mengambil hatinya dan juga hati Denaya.

"Cup cup, Denaya enggak boleh cengeng ya." menggendong putrinya.

Denaya yang sedari tadi menangis pun akhirnya tertidur di gendongan sang Ayah. Danu menatap wajah lelah putrinya yang sepertinya akhir-akhir ini tidak bisa tidur dengan nyaman.

Danu membawa putrinya ke kamarnya. Meletakan nya di ranjang miliknya. Menghembuskan nafas berat nya.

"Maafin Ayah sayang, Ayah janji kamu gak akan kehilangan Bunda." ujar Danu pasti. Beralih menatap handphone yang ada di genggaman tangan nya. Menatap foto profil istrinya. Istrinya tidak membuat story sama sekali membuat Danu tidak berani menelfon.

"Denaya gimana Nu?" khawatir Bu Ratih kepada cucu nya.

"Udah tidur bu barusan." Danu memijat pelipisnya. Kepala nya sedikit pusing.

"Kamu telfon aja kan bisa Nu!"

"Nanti ganggu Dania Bu." menatap wajah ibunya.

"Ibu tau bukan cuma Denaya yang gak bisa tidur, kamu juga pasti begitu kan? Sampai hitam gitu." menunjuk bawah mata anaknya yang menggelap itu, seperti mata panda saja.

"Aku ke kamar dulu Bu. Capek mau istirahat." beranjak dari duduknya.

"Makan malam dulu."

"Enggak nafsu Bu." lirih Danu sebelum benar-benar pergi dari hadapan sang Ibu.

"Ada apa?" tanya Pak Rahmat kepada istrinya.

Bukan nya menjawab, Bu Ratih malah memeluk suaminya ia menumpahkan air matanya. Sudah todak bisa di tahan lagi.

"Danu Yah.. " dengan sesegukan.

"Berhenti dulu nangis nya baru cerita."

"Danu kelihatan kacau Yah semenjak Dania ke Jakarta, di tambah lagi cucu kita yang kangen sama Bunda nya." jelas Bu Ratih saat audah berhenti menangis.

"Kamu udah telfon Dania?"

"Udah, Ibu udah nyuruh Siska buat nelfon tapi nggak di angkat." terang Bu Ratih.

"Ibu takut Dania enggak mau ke sini lagi Yah." dengan air mata yang mulai berjatuhan lagi.

"Ngomong apa to kamu Bu. Enggak mungkin mantu nya Ayah kayak gitu. Dania perempuan baik."

"Tapi enggak ada kabar sampai hari ini Yah!" rengek Bu Ratih.

"Sabar, Dania kan janji tidak sampai tujuh hari to?"

Bu Ratih mengangguk, "udah ayo tidur! Sudah malam."

*****

"Lo gak kasih kabar suami sama anak lo di rumah?"

"Belum sempat, tapi gue usahain besok pulang."

"Kasih kabar lah. Mereka khawatir nanti."

DuDa (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang