Seorang pria yang penuh keputusasan, memandang langit dari tempatnya duduk. "Apa yang aku lakukan selama hidupku hanya sia-sia. Di masa tuaku yang tersisa dari diriku hanyalah kesendirian ini. Bagaiamana aku dapat bertemu dengannya? Oh... sang hyang widhi yang agung, apa yang dapat aku lakukan untuk menebus semua kesalahanku?"
Pria itu menutup matanya, lelah memandang kesepian yang selalu menemaninya. Lalu dia menemukan sinar dalam pertapaannya. Sinar yang begitu terang dan membentuk bayangan seorang wanita yang selalu dirindukannya. Pria itu kemudian beranjak dari duduknya lalu mencelupkannya kakinya ke dalam sungai. Air terjun yang mengalir tak jauh dari sana membuat sebuah arus yang cukup kencang. Namun ia melawannya dan terus berjalan. Lambat-laun tubuhnya mulai terendam dari kaki hingga bagian dadanya. Pria itu memejamkan matanya sejenak, menghirup udara dalam-dalam sebelum menenggelamkan dirinya ke dasar sungai.
Universitas Gajah Mada,
Gedung Fakultas Ilmu Budaya
21 September 2010
"Tempat tersebut merupakan air terjun Madakaripura yang berada di desa Lumbang, Kec.Sapih, Probolinggo. Pemandangannya indah dengan dinding tebing melingkar yang menyerupai sumur, menjadi daya tarik tersendiri." penjelasan wanita itu tentang tampilan beberapa slide sebuah pemandangan air terjun yang indah di dalam presentasinya. Dia memandang sejenak keempat orang yang tengah duduk di meja panjang ruangan rapat tersebut.
"Namun kita tidak sedang membicarakan tentang keindahan air terjun tersebut, melainkan sebuah hipotesis yang berkembang di daerah sekitarnya tentang bagaimana tempat tersebut disebut-sebut sebagai tempat peristirahatan terakhir Mahapatih Gajah Mada." Tambahnya membuat keempat audien di hadapannya menatapnya dengan serius
"Menurut cerita yang berkembang, Mada diambil dari nama belakang Mahapatih Gajah Mada, sementara Kari dalam Bahasa jawa berarti terlambat atau juga terakhir dan selanjutnya Pura yang merupakan tempat bersemedi. Jika disatukan maka Madakaripura berarti tempat persemedian terakhir Gajah Mada."
"Dikatakan bahwa patih terkenal Majapahit tersebut tidaklah meninggal melainkan melakukan Moksa. Dalam bahasa sansekerta, moksa berarti pelepasan dari ikatan duniawi serta putaran reinkarnasi atau yang juga disebut Punarbawa kehidupan. Sementara dalam istilah orang-orang jawa, moksa berarti menghilangkan raga atau meninggal tanpa meninggalkan jejak raga. Akan tetapi hingga kini kita tak dapat membuktikan kebenarannya."
Wanita itu menghentikan penjelasannya sejenak. Dia menampilkan slide selanjutnya di layar proyektor yang menampilakan sebuah tanda-tanya besar. Keempat orang dihadapannya pun tampak berbisik satu sama lain. Arifin soehardjo selaku guru besar ilmu Arkeologi yang duduk paling ujung. Lalu Budi Baktiar yang merupakan ahli Genealogi, Djamadi Ahmad Husein, ahli Paleografi dan Suhartini yang merupakan ahli Filologi. Keempat orang tersebut merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya. Mereka tengah mengkaji lebih dalam tentang pengesahan Madakaripura sebagai tempat perisirahatan terakhir Mahapatih Gajah Mada yang riwayat hidupnya masih dipertanyakan.
"Bagaimana dengan perkembangan penelitian Tim dari ilmu Arkeologi yang kita kirim?" Tanya guru besar ilmu arkeologi tersebut.
Dan Rania pun segera menyahuti, "Masih nihil Prof! Sejauh ini kita masih belum menemukan peninggalan apapun yang menjurus tentang keberadaan Gajah Mada di tempat tersebut. Sementara tentang pusaka yang dimaksud merupakan milik Gajah Mada juga belum kami temukan..."
Arifin pun mengangguk. Dia kemudian melemparkan pertanyaannya lagi pada seorang perempuan paruh baya berkacamata yang duduk dihadapannya. "Bu Suhartini! Bagaimana dengan penelitian anda?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...