Majapahit, 1328 M / Tahun Saka: 1250
Bulatan memanah surya
(Tahun ke-9)
Tahun-tahun setelahnya Majapahit mulai menata diri kembali. Merombak beberapa struktur menteri dan pejabat lainnya di negara bawahan. Tanpa adanya Mahapatih yang licik, pandangan Jayanagara pun terbuka luas. Dia mulai memperhatikan nasib rakyatnya, menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana. Meskipun sisa-sisa kekacauan tetap tak dapat teratasi sepenuhnya.
Di tahun kedua (1321) terjadi serangan dari pasukan Mongol, peperangan besar kedua yang hampir mengancam Majapahit. Namun serangan itu tidak berarti di tangan pasukan Majapahit, mereka pun berhasil memukul mundur para pasukan Mongol tersebut. Di tahun itu pula bekel Madha diangkat menjadi patih Daha atas dukungan Mahapatih Arya Tadah. Kala itu patih Daha meninggal dunia sehingga menjadi waktu yang baik bagi Jayanagara memberikan jabatan yang layak untuk seseorang yang telah berjasa untuknya. Jayanagara sebenarnya sudah sejak lama ingin menganugerahi jabatan pada pemimpin Bhayangkara tersebut, namun kala itu terhalang oleh campur tangan Mahapatih Hallayudha.
Tahun 1323 dikeluarkannya Piagam Sidateka, yang berisi susunan mahamantri katrini guna membantu pemerintahan Jayanagara: Rakryan Mahamantri Hino: Dyah Sri Rangganata, Rakryan Mahamantri Sirikan: Dyah Kameswara, Rakryan Mahamantri Halu: Dyah Wiswanata. Yang mempunyai tugas serupa menteri, penasehat agung dan perantara raja dengan penguasa bawahannya.
Tahun 1325 itikad baik datang dari pihak Majapahit. Untuk mencega serangan kembali, Majapahit pun memulai diplomasi dengan kerajaan Mongol. sebagai sepupu paduka ditujuk pihak Jawa untuk menjadi duta besar dan dikirim ke Mongol untuk misi diplomatik. Selanjutnya kerajaan Majapahit berangsur-angsur mengalami perkembangan yang signifikan meskipun tidak berarti di dalam kehidupan internal istananya dapat terhindar dari konflik.
Jayanagara menghentikan langkahnnya tepat di gerbang istana selatan−sebuah gapura setinggi lima belas meter dari batu bata merah−kurang lebih terdapat empat gapura serupa di lingkungan keraton yang menjadi pintu masuk setiap istana. Kedua prajurit penjaga di sisi gapura segara berlutut menyambutnya, para surantoni serta beberapa abdi pun mengikutinya di belakang. Dia dapat melihat dari kejauhan, bayangan tubuh Gayatri Rajaptni yang sedang menunggu kedatangannya di pelataran istana. Dia yang memaksakan diri menyambut Jayanagara secara langsung meskipun kondisi kesehatannya sedang tidak baik.
Hubungan keluarga kerajaan sangatlah berbeda dengan keluarga pada umumnya. Di dalam istana, seorang anak harus terbiasa dengan beberapa ibunda yang dipanggilnya, saudara tiri se-ayah ataupun kemungkinan bahwa dia tidak dapat mengakui ibu kandungnya secara umum. Segera setelah dia dinobatkan menjadi Yuwaraja atau penerus tahkta, dia pun harus berpisah dari ibu kandungnya dan tercatatkan sebagai putera sang permaisuri tertinggi. Meski katanya ibu kandungnya itu mendapatkan gelar isteri yang dipertuakan, tetapi siapa yang tahu bagaimana akhir hayatnya. Juga bagaimana dia selalu merasa kehilangan kasih sayang ibunya.
Sejak mengetahui bahwa dia mempunyai dua saudara perempuan se-ayah namun dari ibunda yang lainnya, dia dirundung perasaan cemburu. Kedua adiknya hidup dengan baik bersama ibunya, bermain bebas di pelataran istana tanpa perlu terengut kebebasannya dengan kewajiban berlajar politik dan pemerintahan. Sementara dirinya harus berada dalam pengawasan ibunda Tribwananeswari yang sangat disiplin dan tegas. Dia pun baru berada dalam bimbingan Gayatri setelah semua orang itu menghilang.
Langit biru dihiasi gumpalan kapas melayang di atas puncak keraton. Bergerak dengan cepat, terdorong hembusan angin. Daun-daun kering gugur berjatuhan, mengaburkan pandangannya untuk sesaat. Abdi yang memayunginya masih menunggu dengan setia kapan sang raja itu hendak melangkah kembali. Tangan tua-nya yang keriput sedikit bergetar, tetapi tetap berusaha digenggamnya ganggang payung dengan erat. Arah pandangan Jayanagara kini memutar, tidak jelas memandang para abdi yang mengiringinya atau pada objek lain. Biasanya dia melihat seorang dibarisan para abdi itu, seorang perempuan yang mencolok karena bahasa tubuhnya yang tak biasa. Dia tidak pernah tertarik pada orang yang melayaninya seperti dia tertarik pada perempuan itu. Kasta-nya sebagai raja setidaknya terlalu tinggi hingga harus memperhatikan para pelayannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...