Bab 18

1.7K 261 2
                                    


Majapahit, 1319 M

Desa Badander

(Hari ke-47)

Lalu di malam yang telah direncanakan, strategi itu pun dijalankan. Pasukan yang terkumpul dari beberapa senopati mengepung Majapahit dari beberapa penjuru. Sementara pasukan Ra kuti sendiri tengah lengah karena pesta kemenangan mereka merebut Majapahit. Madha sendiri berada di bawah pimpinan Arya Tadah. Dia yang bertugas menelusup ke dalam istana dan mencari Ra kuti.

Terjadi pertempuran besar di dalam istana. Mada berusaha kerasa untuk membuat Ra kuti menyerah. Namun salah satu dharmaputra yang dahulu sangat dihormati mendiang raja tersebut memiliki sifat yang kerasa kepala. Diantara dharmaputra yang lainnya, Ra kuti memang yang memiliki ambisi kuat. Dia mempunyai mimpi menjadi seorang raja jika saja bukan status kebangwanannya yang rendah.

Mada menghadapi Ra Kuti dengan pertarungan yang cukup sengit. Mereka mengeluarkan pusaka untuk menyerang satu sama lain. Di dalam ruangan pertarungan mereka juga terlihat istri Ra Kuti, dia tampak begitu khawatir hingga beberapa kali berusaha membantu Ra kuti. Namun tidak ada yang menyangkah bahwa adanya sang isteri merupakan kelemahan Ra Kuti. Saat Ra Kuti lengah Mada pun segerah menyerang dengan pusakanya, dia membuat Ra Kuti tumbang. Dalam detik-detik terakhir, Madha berusaha membuatnya memintah pengampunan namun Ra Kuti enggan melakukannya. "Setidaknya, aku telah berhasil membalaskan dendam para Ra yang terbunuh karena Jayanagara." Ujar pria itu dengan angkuh. Mada pun menghunuskan pusakanya untuk terakhir kali dan berhasil membunuh Ra Kuti. Prajurit Majapahit pun juga berangsur-angsur mendapatkan kemenangan.

Namun isteri Ra Kuti tampaknya tidak menerima kematian suaminya karena Mada. Dia kemudian membunuh dirinya tepat dihadapan Mada. Sebelum dia membunuh dirinya, dia mengutuk Mada dengan kata-kata yang sarat kesedihan.

"Suatu hari nanti dewata akan membalasmu karena telah membiarkan seorang isteri kehilangan suaminya. Kau juga pasti akan merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang kau cintai, hingga kau ingin membunuh dirimu sendiri." Namun Mada hanya menganggap perkataan tersebut sebatas angin berlalu.

Matahari bersinar cerah pada hari itu. Mengikis kabut yang mengintai sejak semalam. Beberapa daun berkilauan tersentuhmatahari, sementara pohonnya menebar aroma kayu-kayuan. Ada suara anglo penumbuk padi yang khas. Dimana pun itu, entah di ibukota Majapahit atau di desa Badander, para wanita selalu menumbuk padi setiap pagi. Sementara para pria berlalu-lalang pergi ke hutan, ada yang bercocok tanam, ada pula yang hanya sekedar mencari kayu bakar. Anak-anak kecil berlarian, bermain serangga yang muncul dari dalam tanah. Sementara jauh di pondok kepala desa, Rania baru saja keluar sembari membawa sebuah periuk ketika beberapa prajurit berkuda bergerak menuju pondok itu.

Untuk sesaat dia pun merasa waspada. Ada pikiran buruk yang menghampirinya, takut jika para prajurit itu adalah suruhan Ra Kuti yang berhasil menemukan persembunyian mereka. Tetapi begitu semakin dekat, tampak sosok Mada yang menunggangi kuda di barisan depan, memimpin prajurit-prajurit tersebut. Rombongan itu juga membawa beberapa kereta kuda seperti arak-arakan, sehingga beberapa anak kecil yang tengah bermain dengan serangganya berlarian sembari bersorak-sorak gembira.

Mereka menghentikan laju kuda mereka di pelataran pondok, tepat di hadapan Rania. Mada yang memimpin pun segera turun dan membiarkan kuda hitamnya diambil ahli oleh prajuritnya. Rania masih terpaku ketika Mada berjalan menghampirinya. Dadanya terasa berdesir dan ada sebuah perasaan asing yang menelusup di antara aliran darahnya. Dia seperti berada dalam dunia dongeng dimana sang ksatria datang menghampirinya.

"Apakah semua baik-baik saja?" Tanya laki-laki itu sesampainya. Suaranya yang tegas dengan seketika menyadarakan Rania. Tetapi perasaan canggung yang datang entah dari mana tiba-tiba menyelimuti keduanya.

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang