Bab 21

1.7K 242 4
                                    


Majapahit, 1319 M

Keraton Majapahit

(Hari ke-60)

Kebiasaan meminum Jamu telah ada sejak jaman kerajaan Majapahit. Orang-orang lebih suka menyebutnya ramuan. Mereka mengumpulkan tanaman obat mulai dari akar-akaran, batang hingga beberapa daun yang dipercaya berkhasiat. Kemampuan yang dimiliki tabib pun tidak hanya penyembuhkan dengan tenaga dalam tetapi juga dengan ilmu meracik ramuan herbal. Ada ramuan kesehatan dan ada pula ramuan untuk penyembuhan.

Di jaman itu sering kali menyebar wabah yang mirip dengan Kolera dan Malaria, tetapi untungnya para tabib kerajaan telah menemukan khasiat Kina yang didapatkannya dari kerajaan di Kalimantan. Beberapa juga terdapat obat-obatan kering yang didapat dari utusan cina. Setiap pagi dan menjelang sore hari, Jayanagara selalu meminum ramuan. Tetapi ramuan tersebut agaknya hanya berfungsi untuk meredahkan rasa nyerinya. Dia mempunyai suatu penyakit aneh sejak lama, namun belum ada metode pengobatan yang tepat untuk menyembuhkannya.

"Aku merasa lebih baik setiap kali meminum ramuan ini. Tubuhku berangsur-angsur pulih." Ucap Jayanagara pada dirinya sendiri setelah meneguk ramuan dari benjana emasnya. "Ambilkan aku mahkota-ku!" Perintahnya lagi menunjuk Rania. Dari sekian banyak dayang, Jayanagara sepertinya lebih suka membuat Rania kerepotan. Dia harus menyiapkan segala hal keperluan raja, pakaiannya, pemandiannya bahkan memasangkan alas kaki dan mahkota-nya. Hingga dia merasa seolah-olah tidak memiliki hak atas separuh dirinya.

Mada pun belum kembali ke ibukota. Tetapi Rania masih mengingat permintaannya. Dia sebenarnya tidak ingin terlibat dalam kemelut istana, namun tanpa tersadar dia sendiri terdorong untuk memenuhi permintaan laki-laki itu. Usai melayani keperluan raja, Rania mempunyai waktu di sela tugasnya sehingga dia pergi ke pusat tabib kerajaan. Dia mengambil ahli tugas seorang dayang yang hendak mengantarkan keperluan Mahapatih, sehingga Rania pun dapat menyusup ke kediaman Mahapatih. Apalagi para petinggi Majapahit tengah melakukan pertemuan di Balai Agung, sehingga Mahapatih tidak mungkin memergokinya.

Tak seperti para pejabat keraton lainnya, kediaman Mahapatih lebih dikhususkan. Sebuah Pavilium yang dikelilingi banyak penjaga, sisi pavilium sangat menawan dengan beberapa kayu berukiran. Rania dapat melewati beberapa penjaga, dia tidak langsung menemui pelayan yang bertugas di kediaman tersebut, melainkan memisahkan diri dan memeriksa setiap ruangan yang mungkin dapat memberinya petujuk.

Ada banyak bilik-bilik di kediaman tersebut, beberapa bilik terkunci. Dia tidak dapat masuk ke dalamnya, namun Rania menemukan beberapa pelayan yang tampak membongkar muatan dari dalam kereta kuda. Muatan tersebut tersimpan dalam peti-peti kayu. Salah satunya tampak bercahaya saat diterpa sinar Matahari. Ada salah seorang pelayan yang tak sengaja menjatuhkan peti tersebut sehingga isi peti tumpah ke atas tanah. Dia pun begitu terkejut saat tak sengaja mengetahui isi peti-peti kayu tersebut.

Namun Rania tak berhenti begitu saja. Dia menemui salah satu pelayan yang diusir setelah menumpahkan isi peti kayu lalu memberinya beberapa keping uang perak agar bersedia ditanyai. "Akan dibawa kemana barang-barang itu?" Tanya Rania berusaha menggali rahasia mereka. Dia melihat keraguan di wajah pelayan tersebut, namun begitu Rania mengeluarkan kepingan logam uang padanya, pelayan itu pun membuka mulutnya.

"Yang ada di dalam peti-peti itu adalah harta milik Mahapatih, dia memerintahkan kami memindahkan harta-harta itu ketika pemberontakan terjadi. Tuan Mahapatih sepertinya hendak melarikan diri bersama hartanya meninggalkan Majapahit. Tetapi karena paduka kembali, maka ia memerintahkan untuk menyimpan peti-peti itu kembali." Tegasnya.

Untuk beberapa saat pernyataan itu membuktikan bahwa Mahapatih berbohong ketika mengatakan bahwa dirinya ditawan oleh pasukan Ra Kuti saat pemberontakan terjadi, karena yang sebenarnya adalah dia berusaha melarikan diri beserta harta yang dimilikinya. Tetapi Rania memahami jika Mahapati adalah orang yang pandai bersilat lidah. Bahkan beberapa hari yang lalu dia memberi nasehat yang mencurigakan untuk Jayanagara. "Perempuan itu seperti ramuan, paduka! Yang sering kali juga bisa menjadi racun jika digunakan pada penyakit yang tidak tepat. Jangan sekali-kali membiarkan kerajaan ini dikendalikan oleh seorang perempuan. Harap berhati-hati paduka!" perkataan itu diucapkannya sebelum kepergian Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat.

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang