Majapahit, tahun 1336 M
Masa pemerintahan Tribuwana Wijayatunggaldewi
(Tahun ke-16)
"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa"
(Sumpah Palapa, Gajah Mada)
Palapa adalah sebuah rempah yang paling mahal di Majapahit, selain rasanya yang nikmat, rempah itu juga mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan sehingga tak sembarang orang dapat menikmatinya. Namun dalam pemikiran Mada, Palapa dia ibaratkan kenikmatan duniawi yang mungkin dia dapatkan dari kedudukannya di Majapahit sehingga dia bersedia meninggalkan kenikmatan tersebut demi tercapainya cita-cita menyatukan nusantara.
Sejak masih kecil, Mada tidak pernah menetap di suatu tempat. Dia telah terbiasa mengembara bersama seorang kakek pertapa yang merawatnya sejak kecil. Namun dari pengembaraan itu, justru dia memiliki pengetahuan lebih banyak tentang wilayah-wilayah di luar kekuasaan Majapahit. Baik itu tentang sistem pertahanan maupun kelemahan raja-raja yang memimpin kerajaan-kerajaan tersebut. Atas dasar hal itulah, Mada berani mengucapkan sumpah di depan penguasa wilwaltika bahwa dia akan menjadikan Majapahit berkuasa di seluruh wilayah-wilayah tersebut.
Hanya saja tidak semua petinggi di Majapahit mendukung rencana politiknya tersebut, bahkan beberapa kawan lama Mada jutru memandang rendah sumpah tersebut karena yakin bahwa Mada tidak akan dapat mewujudkannya.
"Apakah yang membuatmu begitu percaya diri Mada? Apakah setelah mengucapkan sumpah konyol itu kau merasa bahwa kekuasaan telah berada di tanganmu?" Ucapan remeh Kembar ketika Mada memimpin pertemuan di area paseban barat. Maksud hati Mada ingin mendapat dukugan dari segala pihak demi keberahasilan ekspedisinya menaklukan nusantara. Namun para pemimpin barat justru menolak mendukung Mada. Bahkan dalam pertemuan tersebut mereka berani menertawakan sumpah yang diucapkanMada.
"Kapan kau pernah mendapat kemenangan Mada? Bukankah kau mendapatkan jabatan itu karena gusti ratu kasihan padamu?" Sahut Ra Banyak yang kemudian disambut tawa Tarwes dan Peteng. "Kau bahkan tidak bisa mengatasi Sadeng dan kemenanganmu itu hanyalah palsu."
Mada merasa tidak dihargai sedikitpun dalam pertemuan tersebut. Dia pun memutuskan turun dari paseban. "Mengapa kalian menghina sesuatu yang baik bagi kemajuan Majapahit padahal gusti ratu pun menyetujui rencana ini?"
"Kami tidak menghina Mada, tapi menaklukan Bali, Dompo, Tumasik dan kerajaan besar lainnya, bukankah hal itu cukup berlebihan? Kau bahkan tidak tahu bagaimana kekuatan kerajaan-kerajaan itu?" Arya Tadah juga ikut menimpali.
Entah bagaimana dia berada di tengah-tengah orang-orang yang tak mendukung Mada. Sepertinya penolakan Mada pada putri Arya Tadah beberapa waktu yang lalu, telah menyinggung kehormatan Arya Tadah. Terbih dengan kenyataan bahwa kini Mada-lah yang menduduki jabatannya.
"Aku tidak merasa ada hal yang salah dari rencanaku menaklukan nusantara! Aku telah memikirkannya dengan baik. Jika kalian semua memang tidak ingin mengambil bagian dalam ekspedisi ini aku bisa mengatakannya pada gusti ratu, tetapi tidak seharusnya kalian menghina sesuatu yang ingin aku perjuangkan untuk Majapahit!"
Mada berusaha membela diri, tapi Kembar justru berpikiran sebaliknya. Dia sengaja memancing emosi Mada.
"Jadi kau bermaksud membuat kami terlihat buruk di mata gusti ratu?" Tukasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...