Majapahit, 1328 M / Tahun Saka: 1250
Keraton Majapahit
(Tahun ke-9)
"Apakah kau mengetahui perihal penyakit paduka?"
"Tentu! Hanya aku yang tahu, karena itu dia mengampuniku."
"Menurutmu penyakit apakah yang diderita paduka?"
"Mengapa kau ingin tahu? Ini adalah suatu rahasia."
"Aku hanya ingin tahu, mungkin dengan begitu aku bisa membantu membuatkan ramuan untuk menyambuhkannya!"
"Kau ini hanya seorang dayang yang membantu, mana mungkin bisa membuat ramuan! Aku saja yang sudah belajar dari guru terkenal saja belum bisa menemukan metode yang tepat untuk yang menyembuhkan penyakit paduka. Kau tidak tahu saja jika penyakitnya bukan sebuah penyakit yang bisa diobati dengan ramuan. Setidaknya aku harus bisa mencapai organ di dalam tubuhnya untuk bisa menyembuhkannya. Tetapi ilmu kanuraganku pun belum cukup tinggi untuk menyembuhkan pernyakit pada tingkat organ yang sudah menyebar."
"Aku rasa aku mempunyai metode!"
"Benarkah?"
"Kau bisa melakukan pembedahan. Memberikan obat penahan rasa sakit lalu membedah organ yang bermasalah dan mengeluarkannya. Setidaknya itu yang dilakukan orang-orang di luar sana."
"Orang-orang dari mana? Metode yang kau katakan itu terdengar sangat tidak masuk akal."
"Orang-orang dari negeri jauh sana! Orang-orang barat! Seperti pendeta yang pernah aku temui itu, dia salah satu orang barat yang mempunyai metode tersebut."
Begitu tiba di ruangannya, Tanca yang diliputi raut wajah marah langsung menghempaskan seluruh benda-benda yang berada di atas mejanya, periuk-peruk berisi ramuan, gulungan-gulungan berisi metode penyembuhannya serta beberapa peralatan yang sering dipakainya untuk pengobatan. Dia menghancurkan semuanya hingga seisi ruangan tersebut menjadi berantakan. Kemarahan Tanca bukan tanpa alasan. Dia yang selama ini tetap diam ketika Jayanagara menginjak-injak harga dirinya atau menganggapnya seperti hewan peliharaan yang tak berharga setelah keterlibatannya dengan Ra Kuti. Tetapi ketika wanita yang dicintainya hancur karena raja tak bermoral tersebut tentu sebagai laki-laki sejati dia tidak dapat menerimanya.
Terlebih dia harus menerima keadaan dimana seseorang yang diharapkannya dapat membantu pun ternyata tidak dapat membantunya. Dia telah menghianati saudaranya Ra Kuti hanya agar Mada menyelamatkannya dari hukuman mati, tetapi orang yang dipikirnya membela kebenaran ternyata lebih tunduk pada kekuasaan. Dia tidak bisa membantu Tanca meskipun mengetahui keburukan-keburukan yang dilakukan oleh raja yang dijunjungnya. Karena hal tersebut terpaksalah Tanca sendiri yang harus bertindak untuk membalas sakit hati yang dideritanya.
"Kakang! Apakah yang terjadi denganmu? Mengapa kau menghancurkan ruangan ini?" Indadari yang mendengar keributan diruangan Tanca pun bergegas masuk. Dia menemukan laki-laki itu diantara tumpukan periuk yang sudah tak berbentuk. Dan telapak kaki Tanca tampak berdarah menginjaknya. "Apakah karena aku kakang seperti ini?"
Yang diajaknya berbicara hanya terus menunduk, tidak menanggapi pertanyaannya. Indadari tidak menyangkah jika berita bohong yang berusaha disebarkannya pada Tanca dapat berakibat buruk pada laki-laki itu. Tetapi berita itu juga tidak sepenuhnya bohong, hanya terjadi di waktu yang berbeda. "Kakang!"
Raut wajah Tanca yang akhirnya menatap Indadari justru membuat perempuan itu ketakutan. Ada aura berbeda yang menyelimuti air mukanya, juga bagaimana Tanca memandangnya, seolah laki-laki itu telah dirasuki arwah jahat. Indadari beringsut mundur ketika Tanca dengan bergerak perlahan bergerak mendekatinya, tetapi pintu kayu yang telah tertutup membuat tubuhnya tersudut. Indadari pun hanya dapat menahan nafas, berharap Tanca tidak melakukan sesuatu yang dapat mencelakainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...