Bab 3

3.4K 448 3
                                    


Seorang lelaki yang mengenakan baju besi untuk perang meletakkan sebuah benda terbungkus kain kuning di atas sebuah nangkas kayu kecoklatan. Dia memandanginya sejenak sebelum pergi meninggalkan ruangan itu. "Aku tidak pernah mempercayakan sesuatu pada siapapun, hanya saja aku percaya kau akan menyimpannya dengan baik."

Dan tak lama kemudian seorang perempuan masuk ke dalam ruangan yang sama. Hanya saja dia tak dapat menjumpainya karena datang dari arah yang berbeda. Perempuan yang diikuti beberapa dayang yang lainnya itu, dia menemukan sebuah selendang kuning di atas nangkas tempat tidurnya. Ketika dia membentangkan selendang tersebut sebuah benda terjatuh, sebuah tusuk konde berwarna emas. Perempuan itu pun terkejut, dia segera mencari kesekeliling pada seseorang yang mungkin meletakkannya disana namun tak menemukan siapa-siapa. Perempuan itu pun kemudian berlari keluar menuju lapangan dan melihat beberapa pasukan berkuda yang telah jauh melewatinya. "Mengapa kau memutuskan untuk memberikannya padaku? Apakah memang itu caramu memberiku harapan sebelum meninggalkanku semakin jauh?" Gumamnya.

Yogyakarta, 23 September 2010

Kotak perhiasan berwarna merah itu dahulunya berisi kalung pemberian ayahnya sebagai hadia kelulusannya dari sekolah dasar. Rania tidak berbeda dengan anak-anak lainnya yang bangga jika memakai perhiasan dari orang tuanya, terlebih karena di usia itu anak perempuan mulai suka bersolek. Tetapi benda pemberian ayahnya itu sudah tak ada lagi. Terakhir kali saat kondisi keuangan keluarganya memburuk sepeninggal ayahnya, Rania terpaksa menjual kalung itu untuk membayar uang kulianya. Dia tak memiliki pilihan karena kedua kakak laki-lakinya pun tak dapat membantu.

Hampir enam tahun berlalu dia membiarkan kotak itu kosong. Rania pun pernah merasa menyesal karena menjual pemberian ayahnya tersebut. Hanya saja beberapa bulan yang lalu saat Rania pulang ke Mojokerto, dia tiba-tiba teringat pada benda yang disembunyikan di bawah kasur tempat tidurnya. Benda yang kemudian dia letakan di kotak perhiasan tersebut. Sebuah tusuk konde yang berwarna emas dengan taburan permata berkilauan di kepalanya yang berbentuk daun semanggi empat kelopak. Rania tak dapat memastikan apakah benda itu adalah benda kuno yang memiliki nilai sejarah atau hanya tusuk konde biasa. Dia sendiri mendapatkannya dari seorang pria tua yang ditemuinya saat masih kecil. Anehnya ketika dia kembali lagi ke Museum tempatnya bertemu dengan pria itu, ayahnya berkata tidak ada pria tua selain dirinya yang menjaga Museum itu. Rekan ayahnya masih terbilang muda dan tidak ada yang bungkuk.

Rania mencoba mengambil benda itu dari dalam kotak. Entah mengapa setelah pertemuan yang membahas tentang penelitian di Madakaripura, dia kembali teringat pada benda itu. Dia pun mengeluarkan tusuk konde itu dari dalam kotak dengan hati-hati, seolah benda itu benda yang rapuh. Bertahun-tahun Rania menyimpannya di tempat yang tak terurus tetapi warna tusuk konde itu tetap mengkilat seperti emas murni dua puluh empat karat yang masih baru. Barangkali tusuk konde itu memang satu-satunya perhiasan yang dia miliki.

"Tusuk konde? Kenapa bisa ada padamu?"

"Ini bukan milikmu bukan?"

"Aku yang menemukan tusuk konde itu dan ku pikir benda itulah yang membuatku berada di tempat ini"

"Ini milik seseorang yang aku kenal..."

Dada Rania bergetar dan kepalanya mendadak terasa tersengat listrik. Dia bahkan hampir menjatuhkan tusuk konde yang digenggamnya tersebut. Terakhir kali Rania merasakan perasaan semacam itu adalah ketika pertama kali menyentuh Tusuk konde itu setelah pulang dari Museum. Dia tidak pernah menduga jika bayangan yang melintas di kepalanya tersebut masih tak berubah. Seolah Tusuk konde tersebut semacam Telegram dari seseorang yang pernah memilikinya di masa lalu.

Dengan tubuh gemetar yang disertai keringat dingin, Rania mengembalikan tusuk konde tersebut ke dalam kotak. Dia tidak pernah merasa takut pada hal-hal yang aneh ataupun mistis. Penelitian yang sering dilakukannya di berbagai tempat tak jarang membawanya pada tempat-tempat mistis dan kejadian-kejadian di luar batas normal, apalagi ketika menyangkut penelitian benda-benda pusaka. "Mungkin aku tidak seharusnya menerima benda-benda semacam itu." bisikya dalam hati.

Satu tiket Kereta api menuju kota Mojokerto telah dibookingnya via online. Rania bergegas memasukkan beberapa barang-barang penting ke dalam tas-nya. Hanya tinggal mengemasi laptop dan kemudian mengunci seluruh pintu juga jendela rumah kontrakannya. Dia memutuskan pulang ke Mojokerto lebih awal dari rencana yang telah dia tetapkan dengan sang ibu di telepon. Tusuk konde yang dimilikinya itu mungkin memiliki keterkaitan dengan peninggalan kerajaan Majapahit. Rania hanya ingin memastikan hal tersebut karena tempat pertama kali dia mendapatkan benda itu adalah Museum Trowulan.

Tusuk konde emas di jaman dahulu hanya dimiliki oleh kaum bangsawan dan para putri kerajaan. Tidak menuntut kemungkinan bahwa benda itu memang merupakan serpihan dari kerajaan Majapahit yang tak sengaja ada padanya.

"Sesuatu yang hilang yang telah lama kita lupakan, akan kembali dengan caranya sendiri"

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang