Bab 29

1.6K 250 0
                                    


Majapahit, tahun 1330 M

Masa pemerintahan Tribuwana Wijayatunggaldewi

(Tahun ke-11)

Tadah yang menjadi patih Mangkubumi menderita sakit, sering sekonyong konyong tak berkuasa menghadap, memajukan permohonan kehadapan Paduka batara untuk diizinkan berhenti, tidak dikabulkan oleh Seri Ratu di Kahuripan, Sang Arya Tadah kembali pulang, memanggil Gajah Mada, mengadakan pembicaraan di ruang tengah, Gajah Mada diminta menjadi Patih di Majapahit, meskipun tidak berpangkat Mangkubumi: "Saya akan membantu didalam soal-soal yang luar biasa,".

Gajah Mada berkata: "Anaknda tidak sanggup jika menjadi patih sekarang ini, jika sudah kembali dari Sadeng, hamba mau menjadi patih, itupun jika tuan suka memaafkan segala kekurangan kemampuan anaknda ini." "Nah, buyung, saya akan membantu didalam segala kesukaran, dan didalam soal-soal yang luar biasa."

Sekarang besarlah hati Gajah Mada, mendengar kesanggupan sang Arya Tadah itu. Kini dia berangkat ke Sadeng. Para menteri dibohongi, juga patih Mangkubumi juga kena tipu, bahwasanya Kembar telah lebih dahulu mengepung Sadeng. Mangkubumi marah, memberi perintah kepada menteri luar, banyak mereka yang berangkat lima satuan, dikepalai oleh bekel, masing masing satuan terdiri dari lima orang. Kembar dijumpai didalam hutan, mereka berdiri diatas pohon yang roboh, berayun ayun seperti orang naik kuda sambil melambai lambaikan cambuk kepada mereka yang menyuruh agar Kembar kembali dan tidak melanjutkan perjalanan.

Disampaikanlah pesan dari para menteri semua, terutama juga dari gusti patih Mangkubumi, menyuruh agar Kembar kembali, karena dikabarkan mendahului mengepung orang-orang Sadeng. Dicambuklah muka orang yang menyuruh kembali, tidak kena karena berlindung dibalik pohon, Kembar lalu berkata: "Tidak ada orang yang diindahkan oleh Kembar ini, didalam perang saja tidak mau mengindahkan tuanmu itu." Pergilah yang mendapat perintah untuk menyuruh kembali tadi, dan memberi tahu semua yang dikatakan oleh Kembar.
(Pararaton, pupuh 9)

Rania berjalan tergesa-gesa meninggalkan pusat tabib Istana, dia menggenggam sebuah pesan yang memintanya pergi ke kolam Segara. Seseorang yang telah menunggunya disana adalah Mada dengan baju besi yang tengah dikenakannya. Laki-laki itu hendak berangkat ke Medan perang untuk menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta. Rania telah mendengar dari pembicaraan para abdi di Istana bahwasanya Arya Tadah menunjuk Mada sebagai penggantinya. Namun Mada tidak menerima begitu saja kehormatan tersebut, dia ingin membuat jasa terlebih dahulu dengan menaklukan pemberontakan Sadeng dan Keta.

Nafas Rania terengah-engah ketika dia sampai di tepi kolam Segara, dia tidak ingin terlambat menemui Mada, karena itulah dia berjalan secepat mungkin bahkan juga setengah berlari. Dilihatnya Mada telah berdiri di tepian, melawan arah sinar sang Surya yang hampir menampakan diri. Pasukan Majapahit di bawah pimpinan Mada hendak berangkat di pagi itu dan sebelum dia benar-benar pergi untuk waktu yang cukup lama, dia ingin menemui Rania.

Mada menuruni tepian kolam Segara, bermaksud menghampiri Rania terlebih dahulu ketika dilihatnya perempuan itu tampak sedang mengatur nafasnya. Mereka berdiri saling berhadapan di bawah rindang pohon Asoka yang mengeluarkan kicauan burung. Tetapi pertanyaan Rania-lah yang justru mendahului Mada.

"Haruskah kau pergi?" ujar perempuan itu.

Mada tidak langsung menjawab, melainkan terpaku beberapa saat melihat raut wajah Rania di hadapannya. Ada secercah cahaya merah yang membelai pipinya juga kunang-kunang yang menghiasi matanya. Rambutnya pun tergerai sempurna, tidak digelung seperti biasanya. Perempuan itu tampaknya tak sempat berhias ketika mendapat pesan dari Mada. Namun entah mengapa penampilan perempuan itu yang apa-adanya justru memacu detak jantungnya.

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang