Majapahit, tahun 1350 M
Awal masa pemerintahan Hayam Wuruk
(Tahun ke-29)
Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka.
Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.
(Negarakertagama, pupuh II)
Sebuah gubuk di pinggiran kota Tumapel dipenuhi penduduk yang datang silih berganti, mereka berbaris menunggu giliran masuk. Beberapa orang berpakaian kumal tampak membawa keluarga mereka yang sedang sakit dan beberapa diantaranya datang sendiri dengan harapan mendapat ramuan pengobatan. Ahli ramuan pengobatan dari Istana Majapahit telah tiba di kota itu dalam pengembaraannya yang terakhir. Konon dia berkeliling dari beberapa kerajaan bawahan Majapahit setiap tahunnnya untuk memberikan pengobatan bagi rakyat-rakyat miskin. Penduduk pinggiran kota Tumapel yang sebagian besar bekerja sebagai petani, pencari kayu bakar, jagal, pelayan dan pengemis pun memenuhi halaman gubuk itu.
"Apakah persediaan kita cukup untuk mereka semua?" Ujar seorang pemuda di dalam gubuk. Dia berbicara pada seorang wanita yang tengah membelakanginya. Wanita itu tampak mengeluarkan kendi-kendi ramuan dan obat-obatan kering dari dalam peti.
"Jika tidak cukup, aku akan menundah kepulanganku ke Majapahit dan membuat obat-obatan lebih banyak lagi untuk penduduk di sini."
"Anda tidak boleh seperti itu! bukankah kita telah begitu lama meninggalkan Majapahit? tidak baik menundahnya terus menerus!"
Perempuan itu menghentikan gerakan tangannya dan berbalik. Dia tersenyum hangat pada pemuda di hadapannya. "Bukankah kau bercita-cita menjadi tabib yang paling dikenal dalam sejarah Majapahit? Maka berhentilah mengeluh dan lakukan tugasmu menyembuhkan mereka. Tahun ini begitu banyak wabah penyakit yang menyerang penduduk!"
"Aku ingin menjadi pujangga saja jika seperti ini!" desis pemuda itu. Dan Rania pun kembali tersenyum menanggapi sikap murid kesayangannya tersebut. Siapa yang dapat menduga jika dalam perjalanannya, dia akan bertemu seorang bocah yatim piatu yang memaksa untuk menjadi muridnya. Entah suatu hari nanti dia benar-benar menjadi tabib atau justru seorang pujangga, yang pasti bocah itu akan begitu berguna untuk masa depan Majapahit.
Empat belas tahun yang lalu, di hadapan Mada dia telah memutuskan untuk pergi. Namun bukan berarti dia pergi dengan tawaran yang diberikan Adityawarman. Bangsawan keturunan Melayu tersebut oleh ratu Tribuwana Tunggaldewi akhirnya diijinkan kembali ke tanah Melayu untuk menjadi raja bawahan Majapahit di wilayah Swarnnabhumi setelah pasukan Mada berhasil menaklukan wilayah tersebut dari kekuasaan (Paman Adityawarman sendiri). Adityawarman kemudian menjalankan misi untuk menaklukan daerah-daerah sisa kerajaan Sriwijaya dan Melayu.
Hingga pada kisaran tahun 1347, Adityawarman akhirnya mendirikan sebuah kerajaan baru bernama Malayapura di daerah pedalaman Minang. Rania tahu bahwa pada akhirnya pria bangsawan itu tetap akan menjadi seorang raja besar tanpa dirinya. Namun Rania juga melihat adanya hasrat Adityawarman untuk memberontak pada Majapahit seiring dengan kekuasaannya yang semakin besar. Karena hal tersebutlah, Rania mencoba mengantisipasinya sejak sebelum kepergian Adityawarman ke tanah Melayu.
"Aku sangat kecewa karena kau memutuskan untuk menolak tawaranku!" Ujar pria itu. Rania menemuinya di dermaga tepat sebelum keberangkatannya ke tanah Melayu untuk menjadi uparaja di wilayah Swarnnabhumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...