Bab 23

1.6K 249 3
                                    


Majapahit, 1319 M

Keraton Majapahit

(Hari ke-64)

Dalam hidup ini ada begitu banyak hal yang tak dapat dipahami hanya dengan kata-kata. Akan tetapi perasaan manusia selalu dapat dijadikan bukti bahwa hal-hal yang tak dapat dipahami itu dapat disampaikan pula tanpa kata-kata.

Mahapatih mendapat balasan setimpal, segala fitnah dan kejahatannya di Majapahit telah terbongkar. Posisi Mahapatih Amangkubumi yang kosong pun akhirnya dilimpahkan pada patih Arya Tadah melalui beberapa pertimbangan. Mada kembali ke Majapahit tepat saat pelantikan itu berlangsung. Dia telah melewatkan banyak hal selama meninggalkan Majapahit. Salah satunya tentang bagaimana kejahatan Mahapatih dapat terbongkar oleh seorang perempuan yang hampir tidak diperhitungkan olehnya. Dia hanya meminta bantuan untuk mengawasi gerak-gerik Mahapatih, tetapi yang dilakukannya justru lebih.

"Aku berpikir bahwa kau ternyata bukan perempuan biasa!" ujar laki-laki itu entah sejak kapan telah berada disana. Dia telah hafal satu-satunya tempat yang mungkin didatangi Rania, sehingga dia menunggunya disana.

Rania terpaku untuk sesaat ketika melihat punggung laki-laki itu berdiri dengan gagahnya di tepi kolam segara. Dia tidak pernah lupa bahwa di tempat itulah mereka pertama kali bertemu. Ada getaran yang selalu dirasakannya baik itu ketika berhadapan secara langsung atau hanya sekedar memikirkannya. Perasaan manusia sepertinya memang sesuatu yang tak dapat ditebak, dapat bergulir ke tempat-tempat yang tidak diinginkan sekalipun.

"Aku tidak tahu jika kau sudah kembali ke Majapahit." dengan langkah perlahan, Rania pun ikut berdiri di tepi kolam. Dia berbohong pada dirinya sendiri karena sejak kembalinya Mada ke Majapahit, dia hampir tidak pernah melewatkan informasi sedikitpun tentangnya. Dia tidak bisa menemui Mada secara bebas dan karena itulah mereka baru dapat bertemu.

"Menjadi wanita kepercayaan paduka sepertinya membuatmu banyak berubah. Kau menjadi tidak peduli dengan sekitarmu selain kepentingan paduka." Sahutnya. Entah sebuah pujian atau cibiran, Rania tidak terlalu menganggapnya serius. Laki-laki itu memang mempunyai kemampuan berkata yang tajam dan lebih suka mencari kelemahan dibandingkan memuji seseorang, dia bahkan enggan berterima kasih pada permintaan yang telah Rania usahakan.

"Bagaimana dengan tugasmu? Apakah gusti ayu tiba dengan baik di Kahuripan?" dia berusaha mengalikan pembicaraan.

Namun Mada agaknya tidak terlalu tertarik pembicaraan itu, "Aku selalu berusaha menyelesaikan tugasku dengan baik. Jadi aku juga tak mungkin membiarkan sesuatu terjadi pada gusti ayu. Kau bisa memahami ucapanku bukan?"

Kening Rania mengernyit. Dia berusaha memahami jika laki-laki Majapahit mungkin memang sedikit berbeda dengan laki-laki pada jamannya. Mereka tidak pernah berkata secara terus terang dan lebih cenderung menggunakan perumpamaan yang sulit dimengerti. Rania pun merasa begitu bodoh setiap kali berhadapan dengan Mada.

Cukup lama keduanya terdiam menikmati semilir senja dengan berbagai pemikiran dibenak mereka masing-masing sebelum akhirnya Mada kembali membuka suaranya. Dia tahu bahwa laki-laki itu yang berkepentingan dengannya dan bukannya dia.

"Jika aku tahu bahwa kau akan membuat keberadaanmu semakin terlihat di Majapahit maka aku tidak akan meminta bantuanmu."

"Kenapa? Apakah kau takut bahwa aku akan membahayakanmu?" Rania mengamati raut wajah laki-laki itu dari samping. Ada sinar senja yang menerpah ujung dahinya, mengkilap seperti tengah membisikan padanya bahwa yang dilihatnya dari laki-laki itu berbeda dengan isi hatinya yang sebenarnya.

"Aku tidak sedang berpikir tentang diriku. Yang aku bicarakan adalah kau!" Jawaban itu menohok jantung Rania. Dia tidak terluka namun merasa bersalah. Ada bagian dalam dirinya yang mengingkari perasaannya dan berusaha mengabaikan logika. "Apakah kau berpikir bahwa istana adalah tempat yang aman? Justru di dalam istana-lah sumber dari segala masalah yang terjadi di luar. Aku tidak ingin kau semakin terlibat, semakin membuat keberadaanmu menjadi pusat perhatian. Tidakkah kau memikirkan bahaya yang akan datang?"

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang