Majapahit, tahun 1336 M
Masa pemerintahan Tribuwana Wijayatunggaldewi
(Tahun ke-16)
"Wanita yang ayahanda maksud, dia sudah tiada!" Ujar seorang laki-laki muda pada pria tua diatas singgasana. "Dia meninggal..." Lanjutnya, tetapi pria di atas singgasana tersebut tidak menyahuti. Matanya terus menerawang ke depan seolah mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. "Sebenarnya apakah hubungan ayahanda dengan wanita itu? Apakah alasan ayahanda tidak pernah mengijinkan rencana narendra untuk memerdekakan kerajaan ini dari Majapahit adalah karena keberadaan wanita itu?" Tetapi yang diajaknya berbicara tetap tak menyahuti. "Narendra tidak akan bersabar lagi! Kita telah mempersiapkan segalanya sejak lama maka inilah saatnya bagi kerajaan kita untuk melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit!"
"Putraku... ketahuilah! Satu-satunya yang membuatku terikat pada Majapahit memang adalah wanita itu. Tetapi jika benar dia telah tiada, maka aku tak memiliki kepentingan lagi dengan Majapahit. Kau bebas menjalankan rencanamu!"
Balai agung Manguntur menghadap Padang luas yang berbatasan dengan empat arah. Sisi utara adalah paseban pujangga dan menteri, sebelah timur paseban Siwa-Buda, sebelah selatan bersekat pintu terdapat paseban rumah bagus berjajar rapi dan yang terakhir di arah barat daya adalah panggung perwira. Hari itu balai sesak dipenuhi dengan pejabat-pejabat Majapahit yang hadir, para Menteri, Bangsawan, Demung, Kanuruhan, Rangga, Tumenggung, Para Priyayi, Pendeta dan orang-orang Bhayangkara. Mereka menjadi saksi sebuah sumpah yang kelak dikenang sepanjang sejarah Majapahit.
Dengan tatapan yang berkaca-kaca, Rania memandangi puncak Balai Manguntur dari kejauhan,di luar pintu paseban selatan, di bawah pohon Tanjung berbunga lebat. Dia tidak bermaksud mendekat barang satu langkah pun ke Balai Manguntur meskipun gusti ratu memintanya secara pribadi hadir dalam upacara tersebut. Rania masih belum siap untuk memandang wajah Mada dengan segala pencapaian yang didapatkannya. Laki-laki itu adalah seseorang yang menerima kehormatan tertinggi di hari itu dan Rania menyadari jika setelahnya dia tidak lagi dapat menjangkau laki-laki itu.
Selama dua tahun terakhir Mada melakukan tugasnya dengan baik. Dia mulai menyusun penaklukan kerajaan-kerajaan di luar Majapahit dan beberapa kali kembali dengan kemenangan. Hal itu menambah kepercayaan ratu Tribuwana Tunggaldewi untuk mengangkatnya sebagai Mahapatih Mangkubumi secara resmi menggantikan Arya Tadah yang sudah sejak lama ingin mengundurkan diri. Mada pun juga dinilai memiliki cita-cita yang besar untuk Majapahit sehingga setelah dia menjadi patih Mangkubumi, dia dapat leluasa mewujudkan ambisi dan cita-citanya tersebut. Namun kedudukan Mada yang semakin tinggi tampaknya membuat Rania semakin harus menjauh. Bahkan meski mereka saling memiliki perasaan, hubungan mereka tidak mungkin seperti dahulu.
Perpisahan yang pernah mereka lakukan dua tahun lalu telah menjadi suatu kesepakatan bersama. Mada menempuh jalannya sendiri dan Rania berjalan di jalannya sendiri. Rania berusaha untuk tak bergantung pada kehadiran Mada, dia mengikis perasaannya perlahan-lahan. Meski begitu Rania diam-diam selalu memperhatikan perkembangan tentang Mada, begitu pula sebaliknya dengan Mada. Mereka tidak pernah benar-benar saling melupakan.
"Apakah yang sedang kau lakukan di tempat ini? Mengapa tidak pergi ke balai Manguntur?" suara itu seketika mengalihkan pandangan Rania dari Balai Manguntur. Dia mendapati Adityawarman seorang diri tengah menatap kearahnya.
Rania mengenal pria itu sebagai bangsawan sekaligus sepupu Jayanagara yang cukup disegani di Majapahit. Sebelum Adityawarman dikirim ke Mongol untuk misi diplomasi beberapa tahun lalu, Rania memang mengenal baik pria itu karena diskusi mereka yang berhubungan dengan misi diplomasi tersebut. Adityawarman pernah pergi ke Mongol sebelumnya, sementara Rania mempunyai pengetahuan berkaitan tentang dinasti Yuan Mongol dari buku yang pernah dipelajarinya sehingga pembicaraan mereka pun begitu baik. Namun setelah dia kembali atau sejak gusti ratu mengangkatnya menjadi pejabat tinggi di Majapahit, Rania tidak pernah lagi berinteraksi secara langsung dengannya. Dan baru hari itu dia melihat Adityawarman menyapanya secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...