Pasti ada sebab mengapa aku terlempar ke masa lalu. Dan, mungkin itu untuk bertemu denganmu?
Majapahit, 1319 M
Masa pemerintahan Jayanegara
(Hari ke-22)
"Aku tak bisa menerimanya!" ujar laki-laki itu menolak pemberian Gitarja yang sengaja Rania bawakan untuknya. Sebuah kotak persegi dari kayu yang berwarna coklat yang berisikan rempah-rempah kering untuk pengobatan. Pada jaman itu, rempah-rempah merupakan barang yang bernilai tinggi bahkan dijadikan komoditas perdagangan utama. Hanya beberapa kalangan seperti bangsawan saja yang dapat menikmatinya.
Rania tak menyerah begitu saja, dia tak ingin beranjak dari tempat itu. Dipandanginya laki-laki itu dengan seksama. Dia tak menemukan kemiripan dengan sosok Gajah Mada yang selama ini begitu melegenda dalam sejarah. Tak ada sifat bijaksana maupun keberanian yang tersirat dari wajah laki-laki itu, bahkan sebuah pengabdian besar yang diceritakan sejarah sekalipun tak tampak. Yang terlihat darinya hanyalah seorang laki-laki biasa yang begitu tunduk pada penguasa dan negara. Bahkan dalam pembicaraan terakhir mereka, laki-laki itu begitu takut menyinggung tentang Mahapatih yang jelas-jelas merupakan musuh dalam selimut di Majapahit. Barangkali laki-laki itu mungkin bukan sosok Gajah Mada dalam sejarah, melainkan hanya seseorang yang mempunyai nama mirip dengannya.
"Bawalah kembali pada Dyah Gitarja!" perintah laki-laki itu.
"Apa kau yakin bahwa seorang ksatria boleh menolak pemberian? Itu bukanlah sifat seorang laki-laki." sindir Rania.
"Aku bukan ksatria seperti yang kau pikirkan, aku hanya seorang bekel biasa yang tak pantas menerima suatu pemberian." Timpalnya, "Lagi pula kau tak tahu apa-apa tentang prajurit Majapahit. Mereka adalah orang-orang yang rela berkorban untuk negara-nya dan tak mengharapkan apapun dari apa yang mereka lakukan." Untuk sesaat Rania merasa tersihir dengan perkataan laki-laki itu. Dia tak begitu pandai menebak bagaimana jalan pikiran laki-laki itu. Namun hal itu tetap tak membuatnya berubah pikiran.
"Aku sudah jauh-jauh datang kemari untuk mengantarkan pemberian Dyah Gitarja. Apakah kau tidak berpikir semua itu akan sia-sia jika kau menolaknya?" Laki-laki itu setengah berbalik. Dia hanya memandang Rania sedikit dari sudut matanya.
"Tugasmu hanya mengantarkanya bukan? Kau tak diperintahkan untuk membuatku menerima pemberian itu. Jadi kau tak perlu merasa sia-sia." sahutnya dingin. Rania menghembuskan nafas panjang. Dia sudah berhasil melakukan tugasnya pada seorang yang sangat penting seperti permaisuri Gayatri, tetapi menghadapi seorang laki-laki seperti Mada saja mengapa lebih sulit.
"Lalu bagaimana aku mengatakan pada Dyah Gitarja? Bukankah ia akan kecewa dengan penolakan ini?"
Laki-laki itu diam sejenak. Dia tak begitu terburu-buru menjawab, dipandanginya Rania dengan raut tak biasa. Hal itu membuat Rania salah tingkah.
"Apa yang aku lakukan bukanlah penolakan. Aku hanya merasa cukup dan tak membutuhkan apapun pemberian darinya. Lagipula aku tidak merasa melakukan sesuatu yang besar untuknya."
Hanya menerima sebuah hadia saja, mengapa begitu sulit baginya. Apakah itu nilai lebih dari prajurit Majapahit, mereka tidak menerima imbalan apapun dalam tugas mereka. Tak seperti orang-orang di jamannya yang bisa dengan mudanya dibungkam oleh uang, pikir Rania. Dia akhirnya menyerah untuk membujuk laki-laki itu.
"Tunggu!" Rania hendak melangkah pergi ketika laki-laki itu memanggilnya kembali. Pikirnya dia berubah pikiran namun ternyata tidak juga.
"Yang kau kenakan di kepalamu itu, dari mana kau mendapatkannya?" Untuk sesaat Rania tak begitu paham dengan pertanyaan laki-laki itu. Akan tetapi tatapan laki-laki itu tampak menjurus pada tusuk konde yang dia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Have We Met Before
Historical FictionBertahun-tahun Rania berusaha mencari potongan puzzle dari sejarah Kerajaan Majapahit. Salah satunya dengan melakukan penelitian di air terjun Madakaripura dan yang paling menarik perhatiannya adalah tentang riwayat Mahapatih Gajah Mada. Namun bukan...