"Gue pasti bisa sukses, gue punya bakat dan potensi."
"Sadar diri Rena, lo itu cuma lulusan SMP mustahil bisa menggapai mimpi lo!"
Pikiran negatif dan positif beradu dalam benaknya kepala gadis itu berdenyut nyeri air mata mengalir deras tiada henti. Coretan pena tentang luka kepedihan berceceran dimana-mana hatinya teramat gelisah ia butuh obat penenang entah itu racun, pisau maupun benda tajam lainnya.
Rena menyayat pergelangan tangannya dengan harapan sakit yang ia alami sedikit berkurang, perih dirinya menjerit pilu kala cairan merah kental berbau amis itu menetes mengotori lantai.
Berpikir menyakiti diri sendiri adalah jalan menuju bahagia, dalam kondisi seperti ini tak bisa berfikir jernih, tubuhnya terkoyak, sayatan yang menghiasi tubuhnya seolah menjadi teman dalam sepi.
Luka pisik akan sembuh seiring berjalannya berjalannya waktu sementara luka hati terus membekas dalam sanubari.
Terkadang ocehan pedas, hinaan dan cacian rasanya berjuta kali lebih menyakitkan dibanding pukulan.
Belum puas menggoreskan benda tajam ke tubuhnya sendiri tak perduli dengan rasa perih, Rena memutuskan untuk merubah penampilan dia mengambil gunting lalu mulai memotong rambutnya sendiri, rambut indah yang semula panjang kini berantakan tak karuan, helai rambut itu jatuh ke lantai. Rena merasa sangat puas, saat melakukan hal itu Rena bahagia dan akhirnya menjadi candu. Seolah semua beban pikiran lenyap begitu saja.
"Rean selalu bilang rambut panjang gue indah, kira-kira dia akan suka gak ya sama penampilan gue sekarang?"
Reanza Pahlevi, seseorang paling berharga dalam hidup Rena, berkat cowok itu semangat hidup Rena bangkit. Rena ingin menjalani suka duka cinta bersama Rean. Namun keinginan itu harus dipatahkan sebab Rean sudah memiliki kekasih, Rena tidak ingin merusak kebahagian mereka.
"Gunting sialan kenapa harus ada meja rias gue? Tanpa berfikir panjang gue potong rambut sendiri duh mana hasilnya gak rapi, terpaksa besok harus ke salon, males banget rambut gue di sentuh orang lain. Bangsat sekarang luka yang gue buat sendiri rasanya perih."
Rena membalut lukanya sendiri, hari ini dirinya sudah terlalu lelah. Air mata berubah menjadi tawa entahlah keadaan Rena sangat memprihatikan dia layaknya gadis gila yang kehilangan akal sehat.
Hidupnya, mimpi, cita-cita maupun cinta tak pernah Rena dapatkan, ingin marah. Namun tak bisa pada akhirnya Rena hanya bisa menangis tanpa suara, rasanya ingin menyerah tak ada titik harapan, Rena terjebak dalam ruang kegelapan.
Bolehkah Rena menyerah saja?
Bersambung
Penjara berkedok kamar 19 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||
Teen FictionKetika mulut bungkam tak sanggup lagi mengucap kata, biarkan tulisan sederhana ini akan berbicara, tentang luka, putus asa, dan perjuangan untuk menggapai cita-cita dan cinta. Cover by IG @Camoon.dsg