28. Tragedi.

146 23 136
                                    

              Sesuatu yang tajam menyentuh perut Aryo, darah segar membasahi pakaiannya perlahan-lahan kesadaran pria paruh baya itu memudar. Tak puas menusuk Aryo dengan pisau yang luar biasa tajam Arina memaksa Aryo menelan racun. Tawa renyah bahagia menggema Arina senang  orang yang telah menyiksa putrinya kini terkapar lemah tak berdaya.

"Itu balasan karena kau telah memisahkan aku dari putriku." Arina tersenyum manis, Aryo sekarat dia belum mati Arina gemas ingin menyiksa Aryo lebih parah lagi agar ia merasakan kesakitan mendalam.

"Apa Mbak sudah gila hah?! Bagaimana kalau Mbak Arin di penjara, apa Mbak mau berpisah dari Rindu lagi? Jangan bertindak nekat begini." Stefani mendekati Arina, merinding takut itu yang dirasakan. Namun ia tatap mencoba menyadarkan Arina bahwa tindakannya salah.

"Ya ... Aku memang sudah tidak waras! Apa kamu mau ku tusuk juga hah? Diam jangan mencampuri urusanku!!! "

Arina mendorong Syefani, wanita itu terhempas lalu kepalanya terbentur meja, Rean yang menyaksikan ibu kandungnya terluka langsung membawa Syefani ke kamarnya.

"Mengapa Ayah diam saja menyaksikan Bunda bertindak kejahatan begini? Tolong hentikan! Bagaimana perasaan Rindu jika mengetahui hal ini? " Rean bertanya, Azka sama gilanya seperti Arina ia sibuk menikmati secangkir kopi ditemani camilan enak.

"Biarkan Bundamu bersenang-senang, Aryo pantas mendapatkan semua ini, orang yang berani menyakiti anak-anakku maka balasannya adalah kematian tragis." Azka kembali menikmati kopi serta camilannya.

"Gini amat punya orang tua geblek!" Rean menepuk jidatnya, darah berceceran dilantai membuat perut Rean mual. Tak mau terus menyaksikan kegilaan orang tuanya Rean dan Syefani melangkah pergi.

****

          Tikaman pisau bertubi-tubi kini Aryo sudah tak bernyawa, Arina memenggal kepala pria itu, pemandangan sungguh  mengerikan kapala, tangan serta kaki Aryo terpisah. Azka bangga memilki istri pemberani wajah Arina semakin cantik dimatanya walaupun darah segar menghiasi tubuh Arina.

"Azka, dia sudah mati aku telah memotong kepala, tangan serta kaki miliknya, hm sebaiknya aku apakan dia? Aku bingung sayang." Aroma anyir menyapa indra penciuman, darah serta cairan berbusa berceceran mengotori ruangan.

"Kita kuburkan dia di belakang rumah, setalah itu kita pergi saja, aku bosen tinggal di Jakarta panas sayang."

"Mau pergi kemana hmm." Dalam keadaan begini, Arina dan Azka masih sempat bermesraan Azka memeluk tubuh istrinya ia juga mencium kening Arina.

"Kemana saja asal sama kamu, ya sudah sayang mari kita hantarkan Aryo ke tempat peristirahatan terakhirnya."

"Aku lelah, suruh saja orang lain lihatlah tubuhku bau anyir aku mau mandi setelah itu istirahat."

"Oke baiklah." Azka mengendong Arina, dia tidak mau istri tercintanya semakin kelelahan.

****

Rumah sakit.

         "Aku, bersedia mendonorkan ginjalku untuk Kak Alka," ucap Naira, gadis mungil itu merupakan putri dari sahabat baik Afrian, sayatan luka hati terasa begitu nyeri Resya memeluk Naira. Dimasa lalu Resya sering menghina dan menyakiti ibu gadis itu, tatapi mengapa dia begitu baik?

"Naira tidak boleh melakukan hal itu, usia kamu masih muda perjalan hidupmu masih panjang, jangan bicara begitu." Afrian telah berjanji untuk menjaga Naira, ia tidak akan membiarkan dia berkorban.

𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang