Suasana hati Rena memburuk ia sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri, rasa sakit yang menyerang kepalanya membuat Rena ingin teriak.
Perasaan iri selalu melukai hati, menyakitkan ketika orang lain mengeluh belajar itu melelahkan, kuliah tak seindah yang dibayangkan, air mata mengalir deras begitu saja impian Rena untuk menempuh pendidikan tinggi sebatas angan semata. Pisau yang digenggamnya ia lempar sebab Rena sadar melukai diri sendiri tak merubah keadaan impiannya tidak akan mungkin tergapai.
"Swara, kamu kenapa?"Reza menghampiri Rena, dia menghapus air kekasihnya, dalam kondisi seperti ini sikap Rena sulit untuk di mengerti.
"Aku enggak apa-apa Kak Re, sana ih pergi jangan menggangu." Rena memutuskan untuk tidur mengistirahatkan pikiran yang kacau berantakan agar dirinya tak melukai perasaan orang lain lagi.
"Semua cewek sama saja." Reza merebahkan tubuhnya di samping Rena sesekali ia mencubit pipi gadis itu.
"Maksud Kak Re apa? Sudah sana jangan menggangu ku bilang!"
"Sedang tidak baik-baik saja kalau ditanya jawabannya enggak apa-apa. Rara kenapa? Sini cerita kita cari solusi sama-sama, jangan sedih terus ya."
Kondisi kesehatan mental Rena memburuk. Saat ini ia sedang dalam tekanan berat, merasakan kecemasan lebih dari biasanya. Masalah yang Rena hadapi membuatnya kurang menikmati serta kurang mampu untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Rena tak berdaya kala menghadapi permasalahan yang ia alami.
****
Reza merasa Rena sedang berada di titik lelah kesehatan mentalnya menunjukan adanya gejala permasalahan psikologis yang sangat mengganggunya. Reza sudah menyarankan Rena untuk pergi ke psikolog tatapi Rena menolak. Pikiran negatif dan positif yang bertengkar dalam otak menurunkan produktivitas dan kesehatannya. Reza sangat khawatir Rena akan melakukan tindakan yang dapat menyakiti dirinya sendiri.
"Ra, masak jangan sambil melamun, lebih baik ikut Kakak." Reza membalut jari Rena yang berdarah akibat tergores pisau saat sibuk memotong sayuran.
"Mau kemana Kak, males ah aku mau di rumah aja."
"Kakak enggak mau melihat kamu terus terpuruk, kita pergi ke psikiater ya."
"Kak Re pikir aku sudah gila hah? Aku bilang enggak ya enggak mau!!! "
"Terus kamu mau apa? Please Ra, jangan bikin aku khawatir jika ada masalah atau butuh apapun beri tahu Kakak akan bantu kamu."
"Kak Re bertanya mau aku apa? Harus banget aku jawab?" Reza semakin bingung harus bagaimana caranya menghadapi sikap Rena.
"Harus dijawab Kakak calon suami kamu berjanji akan menuruti apapun yang kamu inginkan asalkan Swara bahagia."
"Kuliah adalah impianku yang sangat sulit untuk ku capai, Kak Re yakin bisa mengabulkannya? Sudahlah Kak mungkin sekarang aku sedih sebab enggak seberuntung orang lain, seiring berjalannya waktu aku pasti bisa kok melupakan semua harapan dan cita-citaku."
Rapuh hati Rena tatap hancur kala menyaksikan remaja seusianya berangkat ke sekolah sementara dirinya sibuk memikirkan hal tidak berguna, jujur lebih baik stress mengerjakan tugas yang menumpuk daripada stress tertekan dituntut untuk sukses tanpa adanya dukungan dan pendidikan.
"Kakak lupa sudah mendaftarkan kamu untuk melanjutkan pendidikan kamu."
"Maksud Kak Re apa?"
"Sebentar ya, Kakak ambilkan formulirnya dulu."
"Iya Kak."
****
"Daripada stress mending goyang saja lah, slebeww." Rena menari menari mengikuti alunan nada, stres hanya ini pelampiasan terbaik sudah terlalu lelah begitu banyak air mata yang menetes sampai kini Rena tak bisa menangis untuk melampiaskan emosi dan rasa sakitnya.Sedang asyik bergoyang didepan kamera tiba-tiba saja Reza memeluk Rena dari belakang, bukan main hati Rena langsung meleleh bagaikan lilin yang terbakar api.
"Aku enggak larang kamu main tik tok Ra, tatapi jangan upload vidio ngulek sambal sambil goyang apalagi pakaian kamu kurang sopan."
"Ganggu kebahagiaan gue aja lo!" Salah bicara lagi, Reza frustasi ia menjambak rambutnya sendiri gemes bangat lihat tingkah laku Rena.
"Kalau banyak yang menonton bagaimana? Kakak takut kamu di slebew cowok lain hmm."
"Takut kehilangan aku ya?"
"Iya Ra."
"Serius Kak Re, takut kehilangan aku?"
"Sangat serius Rara sayang."
Jujur Rena tidak ingin menikah diusia muda, yang Rena inginkan ialah terus belajar dan menggapai impiannya. Namun kehadiran Reza dalam hidupnya membuat Rena bahagia, ia tahu menikah adalah awal dari masalah baru tatapi setidaknya Rena tak sendirian untuk menjalani kehidupan yang kejam ini.
"Aku sudah buatkan Kak Re kopi diminum gih supaya semangat kerjanya."
"Kopi buatan Rara emang paling nikmat."
"Nikmat mana, kopi buatan aku atau pijatan aku?"
"Dua-duanya enak Ra. Hm besok Kakak antar kamu ke sekolah ya."
"Serius aku bisa sekolah lagi? Terus biayanya bagaimana? Sudahlah Kak, aku enggak masalah kalau tidak belajar lagi asalkan Kak Re terus ada di samping aku."
Cukup jadi beban keluarga Rena tak mau jadi beban suami juga.
"Tak perlu pikirkan soal biaya yang penting kamu fokus belajar, doakan saja semoga pekerjaan Kakak lancar."
Reza berkerja keras tak peduli panasnya matahari membakar kulitnya, tak perduli air hujan menguyur tubuhnya semua itu ia lalukan demi Ayah, Mama, kedua adiknya serta Rena, Reza ingin orang yang ia sayangi bahagia.
"Siap Kak Re, ngomong-ngomong Kakak kerja apaan sih? Kok mendadak banyak uang?"
"Dapat penghasilan dari youtube, sekarang sedang ada projek bareng Rani dan anak Re Entertainment lainnya, Rara mau ikut enggak?"
"Kalau aku ikut Kak Re kerja, yang jagain warung siapa?"
"Yasudah Kakak pamit cari nafkah dulu."
"Kenapa Kak Re, kecup kening aku?" Tindakan Reza emang selalu bikin Rena baper setengah mati.
"Latihan jadi suami idaman."
****
To be continue.
Segini dulu ya.
Aku hanya bisa mewujudkan impianku lewat imajinasi semoga cita-cita kalian kelak menjadi kenyataan.
Semangat menjalani sisa hari ini:)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||
Teen FictionKetika mulut bungkam tak sanggup lagi mengucap kata, biarkan tulisan sederhana ini akan berbicara, tentang luka, putus asa, dan perjuangan untuk menggapai cita-cita dan cinta. Cover by IG @Camoon.dsg