Rinai hujan menguyur alam semesta langit malam terlihat begitu mengerikan seolah ia mengamuk pada alam semesta, kilatan cahaya menyambar pepohonan serta awan, gemuruh petir membuat Rena merinding takut. Pergi meninggalkan orang tua sepertinya keputusan yang salah, selama dua hari terakhir ia luntang lantung tak tentu arah, jika lelah emperan toko Rena jadikan tempat untuk beristirahat sejenak.
Dinginnya angin malam menyentuh tubuhnya, Rena menggigil pakaiannya basah kuyup. Angin berhembus begitu kencang sehingga banyak pohon yang tumbang. Sepi, hampa yang Rena rasakan, cahaya rembulan tak bisa dijadikan teman lantaran cahayanya redup bintang pun tidak memancarkan sinarnya hanya berteman dengan kegelapan mencengkram.
Rena terus melangkah walaupun ia tak tahu harus kemana? Rena sudah menghubungi Reza untuk meminta bantuan. Namun cowok itu tidak menjawab telponnya, dia juga tak merespon pesan yang Rena kirimkan.
Sangat sial Rena tidak memiliki sepeserpun uang, dia ingin kembali ke kota kelahiranya untuk memberi kabar buruk bahwa Aryo sudah tiada Lastri dan Airin harus tahu hal ini. Rena bingung harus bagaimana?
"Semangat diriku sendiri, siapa tahu bertemu orang baik," ucapnya.
Rena nampak berantakan rambutnya acak-acakan, matanya memerah dia terlalu banyak menangis sampai nafasnya sesak, kulitnya memucat, kesehatan fisik dan mentalnya menurun.
Cahaya silau menusuk mata, kepala Rena berdenyut nyeri dia mulai kehabisan tenaga. Dari arah berlawanan kendaraan bermotor melaju kencang panik melihat seorang gadis terjatuh ditangan jalan pengendara motor itu ngerem dadakan, ia langsung menghampiri gadis itu.
"Mengapa kamu disini? Bahaya!"
Nuansa misteri begitu terasa. Namun Rena sedikit lega dipertemukan oleh orang yang ia kenal, Rena tahu jalan ini berbahaya bagi seorang gadis yang jalan sendirian, beberapa tahun lalu disini pembunuhan pernah dilakukan entah apa motifnya gadis tak bersalah disiksa habis-habisan sampai merenggang nyawa.
"Hm ... Kak Re, mengapa tidak merespons pesanku, bahkan ketika kita bertemu dijalan Kak Re cuek. Kakak masih anggap aku adik kan? "
Mengingat sikap Reza yang mendadak dingin, Rena merasa sendirian tidak ada seorang pun yang bersedia mendukungnya.
"Maafkan aku Ra, sudah mengabaikanmu bukan maksudku untuk berhenti perduli, hanya saja aku tidak ingin hatiku terluka untuk yang keduakalinya. Ku dengar kamu akan segera menikah, rasanya tidak sanggup melihat kamu bahagia bersama orang lain, aku mencintai Rena Swara Arindu, sangat."
Tak seperti biasanya Reza begini, bahkan dia tidak berani mengungkapkan perasaannya sebab tak ingin merusak kebahagiaan gadis yang ia sayangi setulus hati.
"Kenapa Kak Re, diam? Aku kira Kakak perduli denganku, ternyata tidak." air mata mengalir deras berbarengan dengan rintik hujan yang jatuh ke bumi.
"Ada masalah apa, Swara? " Reza bertanya, Rena tahu dia hanya ingin tahu bukan perduli.
"Tante Arina sudah menghabisi nyawa Ayahku, tidak ada seorangpun yang menghentikannya, dan Rean menghinaku habis-habisan. Untuk saat ini aku hanya punya Kak Re tatapi Kakak juga tidak perduli, ah sudahlah."
Ada rasa bersalah yang menusuk hatinya, Reza kira Rena menghubunginya untuk memberi kabar tentang pernikahannya dengan Rean, ia tak sanggup mendengarnya.
"Maaf karena aku tidak disampingmu saat kamu terjebak dalam masalah, sekarang ikut aku pulang, " ucap Reza. Hatinya rapuh kala melihat kekecewaan dimata Rena.
"Tidak usah Kak, aku ingin ke rumah Bunda Lastri. Kak Re, tidak usah berpura-pura perduli!!!"
"Istirahatkan tubuhmu dulu Ra, besok aku akan menemanimu menemui Tante Lastri dan Airin, ikut denganku jangan keras kepala!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||
Teen FictionKetika mulut bungkam tak sanggup lagi mengucap kata, biarkan tulisan sederhana ini akan berbicara, tentang luka, putus asa, dan perjuangan untuk menggapai cita-cita dan cinta. Cover by IG @Camoon.dsg