26. Bahagia???

124 24 108
                                    

            Rena bersandar di bahu Rean, menatap keindahan langit sore yang luar biasa indah cahaya  senja menghias cakrawala, gemercik air sungai suara hembusan angin, kicauan burung beradu menjadi melodi menenangkan.

Pena dan tinta menggores kertas putih tak berwarna, Rean mengungkapkan segala perasaan lewat bait-bait puisi menyentuh hati. Dirinya begitu frustasi lantaran kesulitan merangkai kata-kata yang mewakili rasa, ia merobek curahan isi jiwa yang tertulis dalam secarik kertas itu, Rean meremasnya lalu melemparnya.

"Rean, lo mau menulis apa sih? Sayang tahu kertasnya di robek-robek," ucap Rena seraya memunguti kertas yang Rean buang.

"Kamu lebih sayang sama kertas dibandingkan saya hah???" Rean menatap Rena dengan tatapan sinis. Sepertinya suasana hati Rean buruk.

"Bukan begitu Rean sayangku." Rena mengacak-acak rambut Rean, cowok itu tampak lucu dimatanya jika sedang kesal begitu.

"Trus apa?" Tingkah laku Rean seperti orang yang terbakar api cemburu, Rena jadi semakin gemas ingin mencubit dan mencium pipi Rean.

"Lo marah, cemburu, dengar gue ngomong sayang kertas hmm, yang benar saja!!!"

Sejenak suasana mendadak hening hanya suara melodi alam yang mengusik telinga, Rena asyik menulis kata-kata yang ia rangkai menjadi sebuah cerita penuh makna mulai hari ini Rena aktif menulis lagi walaupun rasanya lelah harus memulai segalanya dari awal kembali sementara Rean masih bergelut dengan buku serta penanya.

"Reaaaaaaaaaannn gue lapar cari makanan dulu yuk." Rena merengek layaknya anak kecil yang meminta sesuatu pada ibunya.

"Rindu, kalau kamu haus minum saja air danau, jika lapar makan rumput serta ranting pohon please jangan menganggu saya."

"Dasar Rean medit, yasudah gue mau bertemu Reza saja dia mah baik tidak pelit gue minta apa saja selalu diberi." Rena beranjak ingin pergi, tatapi Rean menarik tangannya. Rena terjatuh dalam pelukan Rean.

"Pergi saja sana, tapi jangan salahkan saya jika Reza hanya tinggal nama." Ancaman Rean sangat mengerikan, entahlah sikapnya hari ini sulit untuk dimengerti.

Rena memeluk erat tubuh Rean, rasa rindu yang telah lama terpendam sudah terobati. Hati Rena melemah ia tidak bisa jauh sedetik saja dari Rean, Rena selalu ingin terus bersamanya.

"Kalau tidak sanggup menahan beratnya kerinduan tak usah pergi menjauh." Ciuman hangat penuh cinta membuat hati Rena menghangat Rean selalu berhasil membuatnya bahagia.

"Rean kenapa cuma kening gue aja yang lo cium hmm... Pipi sama bibir gue iri tau minta di kecup juga ih." Ucapan Rena begitu menggoda hati, sebisa mungkin Rean menahan diri agar tak melakukan itu sebab Rean tidak mau merusak masa depan gadis yang begitu ia sayangi.

"Rindu, nanti ya kita menikah dulu kalau sudah syah kita ekhem-ekhem asek-asek prakprekprok slebew setiap hari juga boleh, mau dua ronde ataupun seratus ronde tidak masalah kita uwu-uwu sepuasnya."

Rena tak pernah menyangka Rean bisa berkata begitu?

"Cepat atuh Baaaangg bawa  Eneng ke penghulu biar jadi milikmu seutuhnya."

"Besok saya akan menemui orang tua kamu meminta restu, saya mau melamar kamu."

Cowok yang serius mencintai tidak akan mengajakmu berpacaran tatapi langsung meminta restu orang tua lalu menjadikan dirimu ratu dihatinya untuk selamanya.

𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang