Kemana lagi harus melangkah? kaki mungilnya sudah tertatih-tatih. tubuhnya lemas, Rena sudah teramat lelah. Namun apalah daya harus tatap berjalan meskipun kenyataannya ingin menyerah, apapun yang terjadi Rena harus tatap berjuang dan bertahan demi seseorang yang dicintainya.
Malam sunyi tiada bintang dan cahaya rembulan, sepi,hening tanpa suara keributan dan ingar bingar kota, mungkin semua orang sudah tertidur lelap. Suasana malam sungguh mencengkeram hembusan angin mengugurkan daun yang telah layu, guntur menggelegar kilat cahayanya menyambar langit kelabu, Rena merinding ketakutan.
ketika rumah bukanlah tempat nyaman untuk pulang, Rena bingung harus pergi kemana? Dirinya juga tak memiliki sepeserpun uang. Rena tidak ingin menyusahkan Rean maupun keluarganya, mau tidak mau Rena harus pulang ke rumah Ayah untuk mengambil tabungan serta barang berharga miliknya. Setelah itu Rena bisa memulai lembar baru, semoga saja kebahagiaan menyapanya.
"Sabar Ren, ada saatnya kok lo akan mendapatkan kebahagiaan, " ucap Rena pada dirinya sendiri.
Lampu serentak padam, secercah cahaya diujung jalan memberinya setitik harapan, berjalan tanpa alas kaki membuat kakinya terluka. Nasib buruk selalu menimpa gadis malang itu, sekarang dirinya tak memiliki siapapun lagi. Mulai detik ini dan seterusnya dia akan menjauhi cintanya memang cowok itu bersikap manis kepadanya, akan tatapi jika bersama Alka, Rean lebih romantis. Melepas serta ikhlas bukanlah perkara mudah. Namun, jika Rean lebih bahagia bersama Alka, Rena bisa apa?
"Jauhi Rean! Dasar pelakor gak punya harga diri, murahan!!! "
Perkataan Jasmine, memang menyadarkannya dari segala impian indah untuk bersama Rean, hanyalah ilusi dan halusinasi semata. rasa sakit ini tak tertahankan lagi, dihancurkan oleh keadaan terpaksa kuat oleh harapan Rena tak kuat lagi menjalani semua ini.
"Main handphone terus! Sudah mahal-mahal bayar biaya sekolah kamu malah tidak belajar dengan benar, lihat Airin juara kelas banyak prestasi tidak seperti kamu hanya bisa menyusahkan orang tua! "
Ocehan negatif bunda yang sekuat hati ia lupakan kembali terngiang dalam benaknya. Ayah, bunda dan orang lain tak tahu Rena sebagai anak bagaimana? Rena dituntut untuk baik-baik saja padahal semangatnya sudah patah, putus asa dan menyerah. Memang benar terkadang perkataan orang tua lah yang membuat seorang anak gagal sebelum mencoba.
"Andai kamu tidak terlahir ke dunia, hidup saya tak mungkin hancur, " ucap Ayah beberapa waktu lalu.
"Jangan menyeret aku kedalam masalahmu, karena itu tak merubah keadaan. Ayah marah dengan orang lain tatapi mengapa diriku yang terkena imbasnya? " Rena ingin sekali mengatakan hal itu kepada ayah secara langsung. Rena muak selalu disalahkan padahal tak mengerti apapun.
Pada akhirnya Rena hanya bisa menangis tanpa suara.
*****
Mulut bungkam, pikiran bertengkar hebat. Rena berjalan tanpa melihat keadaan sekitar, dari arah berlawanan mobil truk melaju kencang, cahaya silau menusuk mata. Tubuh Rena seperti ditarik oleh seseorang. Sialan mengapa dia menolong Rena, mengapa dia tak membiarkan Rena mati tertabrak.
"Bosen hidup lo hah! Mati tidak menyelesaikan masalah paham? Selama hidup lo itu hanya beban orang tua, bukannya tatap bertahan dan bikin orang sekitar bangga, lo malah mau menyusahkan mereka? Sumpah gue tidak paham jalan pikiran lo. Asal lo tahu biaya pemakaman itu pakai duit, sedekah pakai duit. Mati tidak seindah yang lo bayangkan Renaaaaaaaaa. "
"Lo siapa? Bacod banget jadi orang! Kalau memang lo sangat mengkhawatirkan uang orang tua gue habis untuk biaya pemakaman, kenapa lo gak membiarkan gue mati tertabrak? Setelah gue tiada lo bisa buang jasad gue ke sungai. Simpel tidak perlu banyak bicara! "
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐶𝑎𝑛'𝑡 𝐵𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑒 ||𝑺𝑬𝑳𝑬𝑺𝑨𝑰||
Teen FictionKetika mulut bungkam tak sanggup lagi mengucap kata, biarkan tulisan sederhana ini akan berbicara, tentang luka, putus asa, dan perjuangan untuk menggapai cita-cita dan cinta. Cover by IG @Camoon.dsg