«Dua puluh lima»

16.8K 1K 17
                                    

Happy Reading♡

.

.

Dengan mobil Kevin, sore ini akhirnya Alex bisa tersenyum lega saat tak lagi merasakan udara rumah sakit yang membuatnya bosan bukan main.

Ia jadi merindukan kamarnya, merindukan rumah di mana ia bisa lebih leluasa mengganggu Adel belajar.

Alex membuka pintu mobil, lantas duduk di kursi belakang samping Adel yang sudah duduk sibuk merunduk menatap ponsel, entah apa yang ia lakukan.

Alex memajukan tubuhnya di antara Dita dan Kevin yang duduk di kursi depan. "Mbak Dita, aku boleh tidur bentar, kan? Capek, pagi-pagi banget udah bangun."

Dita melengos pasrah. "Iya, pagi-pagi banget udah ngajakin cek-cok sama Mbak," sindirnya mengingat saat Alex terus saja membujuknya agar sekolah.

Alex cengengesan, sembari menegakkan tubuh kembali.

Mobil milik Kevin sudah melaju perlahan meninggalkan rumah sakit. Alex menatap gedung besar itu dari kaca, ia berharap suatu saat tidak pernah lagi datang ke ruang sakit.

"Mbak Dita sama Bang Kevin ... kapan nikahnya?"

Alex tersentak saat suara Adel tiba-tiba terdengar, tapi pertanyaan yang terlontar itu yang membuatnya terkejut. Ia lalu menoleh menatap Adel.

"Bulan depan mungkin."

Adel mengangguk-anggukkan kepalanya seakan paham, ia lalu menoleh pada Alex.

Alex yang tatapannya tiba-tiba dibalas jadi mengangkat alis.

"Bulan depan ... gue bakal tepatin janji gue, Lo tenang aja."

Alex terdiam saat Adel membisikinya kalimat itu. Rahangnya mengeras tanpa sadar, ia menipiskan bibir lalu memejamkan mata dan menyandarkan punggungnya.

"Terserah, gue nggak peduli," ujarnya datar dengan mata terpejam.

Bohong.

Justru otaknya bagai benang kusut sekarang, saking rumitnya memikirkan hati kecilnya yang selalu tak sinkron dengan otak. Alex jadi bingung sendiri.

Alex keterusan memejamkan mata, sampai tak sadar cowok itu sudah masuk alam mimpinya.

Sementara Adel yang sibuk pada ponselnya kini kembali mendongak. "Mbak Dit—a ...."

Ucapan Adel seketika terhenti, juga terdengar melirih di akhir kalimat. Matanya melebar perlahan merasakan suatu berat menimpa pundaknya. Sebuah kalimat di ujung lidah yang ingin ia katakan pada Dita jadi diurungkan.

Adel melirik sesaat, matanya semakin melotot saat sadar kepala Alex yang tersandar di bahunya sementara cowok itu sudah memejamkan mata dalam damai.

Adel meneguk ludahnya, kembali menatap ke arah Dita dan Kevin yang sibuk ngobrol. Itu membuat Adel menghela napas lega, setidaknya mereka tidak peduli dengannya sekarang.

"Alex," bisik Adel kelewat lirih. "Ngapain nyender-nyender, sih. Bangun nggak?" Sebisa mungkin Adel berujar sangat pelan agar Dita dan Kevin tak menyadarinya.

"Alex, bangun ...."

Adel menipiskan bibir, ingin mendorong kepala Alex saja menjauh dari pundaknya, tapi begitu melihat wajah damai saat cowok itu memejamkan mata, Adel jadi tak tega.

Begini-begini meskipun Alex sering kurang ajar padanya, Adel tetap memiliki rasa tak tega.

Adel menggerakkan tangannya perlahan, menjauhkan kepala Alex dari pundaknya. Lalu disenderkan ke kaca mobil. Bahkan saat itu pun, Alex masih setia memejamkan mata.

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang