Happy Reading♡
.
.
Cuaca terik di siang hari itu, Adel mengusap peluhnya sembari ikut mendorong motor dengan Langit.
"Ini motor siapa, btw?" tanya Adel.
Langit menggaruk tengkuknya meringis kecil. "Hehe, punya sodara. Gue pinjem. Sorry, ya, Del. Nggak taunya malah mogok di tengah jalan gini."
"Iya, santai aja."
Jawaban Adel semakin membuat Langit tak enak hati. Tadinya, mereka berniat pergi untuk memperbaiki ponsel Adel yang rusak, meski Adel sendiri tak yakin apa masih bisa diperbaiki.
"Eh, itu ada bengkel!" seru Adel menunjuk sebuah bengkel yang tak jauh.
Langit mengarahkan pandangan ke arah tunjuk Adel. Keduanya langsung mendorong motor menuju ke sana. Adel duduk di bangku panjang dekat bengkel tersebut, sembari menarik napas panjangnya. Lelah juga mendorong motor mogok, padahal tak jauh-jauh amat.
Tak lama, setelah Langit berbincang dengan pemilik bengkel untuk memperbaiki motornya, ia duduk di samping Adel. "Sekali lagi, maaf ya."
Adel menoleh, memberikan senyum menenangkan. "Iya, lagian kita pergi ini, kan, karena gue juga. Seharusnya gue bisa sabar lagi, nanti-nanti juga bisa diperbaiki handphone-nya."
"Ya maklum, sih. Dua Minggu lebih Lo nggak kabar-kabaran sama Mbak Dita, pasti Mbak Dita juga khawatir," kata Langit. Adel hanya mengangguk kecil.
"Eh, mau minum nggak? Haus, kan? Mau gue beliin minum?"
Adel menoleh lagi. "Iya, sih. Gue haus. Emang ada warung?"
"Nggak jauh dari sini, ada Indomaret atau Alfamart gitu gue lupa." Langit menunjuk ke arah seberang jalanan. "Kalau mau, biar gue aja yang beli. Lo tunggu sini."
Saat Langit bangkit hendak beranjak, Adel menahannya. "Biar gue aja."
"Nggak, Lo di sini aja," tolak Langit. "Panas, nih. Mending ngadem di sini, enak."
Adel melebarkan senyumnya. "Justru itu, gue mau ngadem di Indomaret, ada AC-nya."
Mendengar itu Langit tertawa. "Dasar," cibirnya. Mau tak mau ia pun mengalah, membiarkan Adel yang pergi.
"Mau titip apa?" tanya Adel pada Langit sebelum ia pergi.
"Mmm ... apa, ya? Panas-panas gini, sih, enaknya yang dingin. Apapun deh, terserah lo. Yang penting dingin aja."
"Oke!" Adel mengangkat jempolnya sembari berlalu, melangkah menuju toko yang ditunjuk Langit tadi.
Tak jauh memang, sebab melangkah sedikit di jalanan lenggang itu, Adel sudah bisa melihatnya.
Adel mengambil dua minuman dingin, tentu saja yang satunya untuk Langit, sesuai pesanan cowok itu. Ia juga mengambil beberapa camilan ringan.
Merasa cukup dengan apa yang diambilnya, Adel pun menuju kasir. Dibacakan total rupiah yang harus ia bayar, setelahnya Adel menerima uluran plastik tersebut.
Tanpa menunggu apapun, Adel melangkah keluar. Seketika hawa panas kembali menyerangnya setelah dari ruangan ber-AC.
"Eh?" Langkah Adel tertahan oleh sebuah benda di dekat kakinya. Adel mengedarkan pandangan, tertuju pada seorang cowok dengan hoodie hitam. Adel yakin dompet ini milik orang itu, yang mungkin jatuh dan orang itu tak menyadarinya.
Adel segera mengambilnya, lalu berlari kecil menghampiri orang itu, berniat mengembalikan dompet di tangannya.
Namun, agaknya Adel telat. Ia kehilangan jejak orang itu yang menghilang entah ke mana. Meski begitu, Adel tetap celingukan mencari keberadaan orang tadi.
"Ah, nggak mau!" Terdengar suara rengekan anak kecil, membuat Adel segera menoleh ke sumber suara.
"Abangnya jahat, tadi katanya mau beliin yang besar, tapi malah kecil banget ini susu kotaknya! Apalagi rasanya stroberi, aku maunya yang coklat!"
Adel menoleh, menemukan anak kecil yang suaranya Adel dengar tadi. Di depannya, nampak sosok cowok yang Adel cari. Seketika senyum Adel melebar, ia jadi bisa mengembalikan dompet itu.
Namun, perhatiannya kali ini teralihkan pada anak kecil itu yang berkaca-kaca menahan tangisnya.
"Salah siapa tadi susu kotakku dijatohin!"
Adel merapatkan bibir, bimbang antara ingin mendekat atau tidak. Apa nggak masalah kalau ia tiba-tiba ikut campur?
Ya sudahlah.
Adel memutuskan mendekat. "Permisi, maaf. Tadi kamu minta apa?"
Katakanlah bahwa Adel sok asik, tapi ia hanya ingin membantu saja.
Adel menurunkan tubuhnya, jongkok di hadapan anak kecil itu, membuat cowok tadi spontan berdiri memberi jarak karena Adel mengambil alih perhatian anak kecil tersebut.
"Kamu mau susu kotak? Yang besar? Rasa coklat?"
Dengan polosnya, anak kecil itu mengangguk sambil menyeka air matanya.
Adel membuka plastik di tangannya, mencari susu kotak yang dibelinya tadi. "Nih, buat kamu."
Anak kecil itu langsung berbinar bahagia. "Waah, makasih banyak, Kak! Kakaknya baik, deh."
Adel terkekeh geli. Ia kembali mencari sesuatu dari plastik belanjaannya. "Kamu boleh makan coklat nggak? Dibolehin orang tua kamu, kan?"
Walau ragu, anak kecil itu mengangguk.
"Jangan, deh. Kamu nggak yakin jawabnya, nanti Kakak yang kena marah lagi sama mama kamu." Adel tertawa ringan, mengambil Snack lainnya.
"Kakak kasih yang ini aja, ya?" Adel menyodorkan roti yang langsung diterima anak kecil itu dengan senang hati.
"Makasih, Kak. Kakak baik banget, nggak kayak Abang yang itu!" Anak kecil menunjuk seseorang di belakang Adel.
Adel baru sadar orang tadi masih ada di sini. Ia harus mengembalikan dompetnya lalu pergi ke bengkel, takutnya Langit sudah menunggu.
"Ya udah, kamu cepetan pulang, gih! Nanti dicariin Mamamu lho!"
Menurut, anak kecil itupun akhirnya berlari kecil menjauh.
Adel tersenyum kecil melihat itu, ia lalu bangkit. Sebelum berbalik, tangannya bergerak mengambil dompet yang ia simpan di sakunya.
Kemudian berbalik.
Sosok yang ia tangkap dengan indera penglihatannya, mampu membuat Adel mematung di tempat. Senyum di bibirnya memudar perlahan bersamaan dengan bahunya yang merosot.
Ekspresi orang itu pun tak jauh berbeda yang tampak terkejut menatapnya.
Adel meneguk ludahnya getir. Tangannya yang memegang dompet bergetar, bimbang sendiri dengan niat awalnya.
"A-Alex?"
Benar, dia Alex.
Tak pernah terbayangkan olehnya, akan bertemu cowok itu di sini. Lagipula, banyak sekali pertanyaan muncul di kepala, termasuk tentang bagaimana Alex bisa ada di depannya saat ini? Saking banyaknya pertanyaan muncul, Adel tak tahu harus berbuat apa kini.
Memilih mundur perlahan, Adel mengeratkan dompet di tangannya. Lalu berbalik cepat dan bersiap berlari menjauh.
Namun, sesuatu menahan langkahnya kini. Pergelangan tangan Adel ditahan, dan ia yakin sepenuhnya jika cowok itulah yang menahannya.
Lalu disusul suara Alex, membuat jantungnya berdetak tak normal.
"Bisa bicara bentar?"
_________
Huhu, akhirnyaaa...
Udh ketebak dari awal nggak sih, dia Alex:)
Jangan lupa jejaknya♡
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXON [END]
Roman pour Adolescents"Lo jadi milik gue." "Sesuai permainan kita. Lo baper, Lo kalah dan harus mundur dari pertunangan ini. Gue baper, Lo jadi milik gue dan nggak akan bisa pergi." "Gue nggak pernah baperin Lo." _______ Ketika tak saling cinta, tapi dipaksa bersatu oleh...