«Dua puluh sembilan»

15.3K 956 20
                                    

Happy Reading♡

.

.

Alex membaringkan tubuh Adel perlahan-lahan di ranjang. Ia menarik selimut menutupi sampai leher Adel, lalu mengusap kening cewek itu yang berkerut, padahal ia sedang tertidur.

Alex meletakkam tasnya di kursi belajar Adel lalu bangkit melangkah menjauh untuk menyiapkan kompres untuk Adel. Jujur, hal kecil seperti ini kadang ia tak paham. Misal menggunakan air dingin atau air hangat.

Alex menggaruk pelipisnya bingung, ia memutuskan tanya di internet saja.

Menurut yang ia baca, air hangat lebih baik digunakan daripada air dingin. Karena air dingin malah menyebabkan suhu tubuh meningkat.

Butuh waktu beberapa menit juga untuknya mencari di mana letak handuk kecil, atau bagaimana ia menyalakan kompor. Sungguh, ini pengalaman pertamanya mengobrak-abrik isi dapur.

Sampai semuanya beres, meski keadaan dapur tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Alex melangkah hati-hati menuju kamar Adel.

Ia menarik kursi belajar Adel di dekat ranjang dan duduk si sana, tangannya mulai sibuk mengompres.

Sampai mata Adel mengerjap dan terbuka. Pertama yang ia lihat adalah sosok Alex yang terlihat serius.

Alex tersentak, baru sadar Adel sudah membuka matanya. "Mau ke dokter aja nggak? Atau gue telepon dokter buat ke sini?"

Adel menggeleng kecil. "Nggak usah, udah biasa kayak gini. Ntar juga sembuh sendiri."

"Tapi suara Lo aja udah lemes banget."

Adel tersenyum samar. "Sans," ujarnya

Alex merunduk kecil, dalam hatinya bimbang ingin mengatakan ini atau tidak. Ia menarik napas dalam dan kembali menatap Adel.

"Baikan, ya?" Jari kelingking Alex dijulurkan ke dekat Adel.

Adel sendiri tersentak, ia menatap jari kelingking itu lalu mengangguk. "Hm, baikan."

"Masa baikan tapi kelingking gue dibiarin?"

Adel mau tak mau mengangkat kelingkingnya, menautkan di kelingking Alex. "Iya, baikan."

Alex menahan diri untuk tidak berteriak kegirangan detik itu juga. Ia memilih bangkit. "Gue ganti baju dulu, ya."

Adel membiarkan Alex pergi. Begitu pintu kamarnya ditutup kembali, Adel menatap langit-langit kamarnya yang kosong. Seperti hidupnya, kosong.

Adel bertanya-tanya dalam hati. Kenapa semua ini terjadi tiba-tiba? Apa sebelumnya ia membuat dosa besar sampai-sampai keadaan berbalik arah menabraknya seperti ini.

Tanpa sadar air matanya kembali turun perlahan tanpa ijin, rasa sesak kembali mengisi rongga dadanya.

Sementara Alex, ia kembali membuka pintu kamar Adel selepas berganti pakaian.

Awalnya Alex hendak melangkah, tapi tertahan. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat manik mata Adel yang tampak kosong macam tak ada kehidupan. Mata dan hidungnya juga kembali memerah.

Alex menipiskan bibir, tangannya kembali menggapai knop pintu. Ia mundur perlahan, tak jadi masuk.

Mungkin kehadirannya kini membuat Adel tak nyaman, Adel pasti butuh waktu sendiri.

Alex memutuskan menuju dapur, menjelajahi ada apa saja yang mungkin bisa ia masak.

Meski tak pernah masak, tapi Alex akan mencobanya. Demi Adel.

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang