«Empat puluh enam»

12.2K 721 7
                                    

Happy Reading♡

.

.

Pagi ini, semua orang sudah disibukkan dengan kegiatannya masing-masing. Pernikahan Dita sudah di depan mata tinggal menunggu waktu beberapa jam saja. Di gelar di sebuah gedung mewah seperti yang mama Alex inginkan, tamu-tamu istimewa dan dekorasi yang indah tentu saja.

Dita sebenarnya tak perlu sampai seperti ini, yang ada malah dia yang merasa merepotkan. Namun, keluarga Kevin yang juga setuju mendukung Sarah membuat Dita hanya pasrah mengikuti juga.

Dekorasi elegan dengan warna putih mendominasi membuat siapa yang melihatnya berdecak kagum. Kursi-kursi dengan meja bulat dan lampu kecil juga menambahi.

"Alex, sini!"

Alex yang baru saja ingin mendudukkan diri istirahat sejenak kini jadi menghela napas panjang. Ia bangkit melangkah mendekat pada Sarah. "Apa lagi, Ma? Alex capek mau duduk dulu."

Sarah melotot. "Capek apanya! Heh, kamu dari tadi juga cuma duduk-duduk doang."

"Nggak, kok. Tadi aku nyapa tamu juga!" balas Alex tak mau kalah.

"Halah, Mama punya mata, ya!" Sarah berkacak pinggang, hingga tepukan di bahunya membuat ia menoleh.

"Jangan marah-marah dulu, nggak malu apa ada banyak orang." Sarah menarik napas dalam mencoba sabar karena kali ini ditegur suaminya yang baru saja sampai dari Jogja tadi fajar.

Papa Alex menoleh pada anaknya, menatap penampilan Alex dari atas sampai bawah. Sebab ia baru melihat Alex detik ini sebab tadi sibuk menyapa para tamu yang hadir. Ia menjadi seorang wali Dita kini, mengingat kedua orang tuanya yang telah tiada.

"Wah, gantengnya anak papa," seru Dion menatap Alex. Jas hitam dengan dasi dan kemeja putih itu nampak cocok padanya, apalagi rambut yang biasanya tampil acak-acakan kini lebih rapi disisir ke belakang dengan beberapa helai agak basah yang jatuh mengenai kening.

Mendengar itu, Alex jadi tersenyum jumawa. "Oh, jelas dong! Nggak heran banyak cewek yang lirik Alex dari tadi."

Sarah memutar bola mata malas mendengar itu, ia memilih menjauh daripada harus mendengar ocehan kedua orang itu.

"Anak siapa dulu?" Dion menimpali, mengangkat tangannya mengajak Alex tos ala anak muda.

"Anak Papa!" Alex menyahut dengan senyum lebar, keduanya jadi tergelak.

"Eh, btw. Tadi ada Om Rangga yang dulu sempat Papa kenalin ke kamu. Udah ketemu?" tanya Dion menyebutkan nama salah satu temannya yang juga teman papa Dita, ketiganya bersahabat.

Alex menggeleng kecil. "Belum, Pa. Dimana emang? Alex mau nyapa dulu."

Dion menunjuk ke arah kursi bagian kanan dekat dengan pintu masuk. "Kayaknya tadi ke situ, deh. Coba kamu samperin."

Alex mengangguk, lalu melangkah setelah pamit pada sang papa.

"Eh, Alex."

Suara papanya kembali terdengar membuat Alex menoleh lagi.

Dion menolah kanan kiri seperti mencari sesuatu. "Adel mana? Kok nggak kelihatan?"

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang