«Enam puluh satu»

14.8K 761 33
                                    

Happy Reading♡


.



.

Tak ada guratan canda di antara mereka saat ini, padahal beberapa menit yang lalu mereka masih melempar candaan.

Suasana berubah serius seketika.

Selepas Adel berkata demikian sambil mundur perlahan, gerakan tangan Alex terhenti. Digenggamnya kembali sebuah cincin yang awalnya ingin ia pakaikan di jari Adel itu.

“Ini punya Lo,” ujar Alex dingin.

Adel menggigit bibirnya gelisah. “Nggak, itu punya Lo. Gue kembaliin.”

“Buat apa Lo kembaliin cincin ini ke gue?” Sebisa mungkin Alex menahan diri untuk tidak meninggikan suaranya, meski tatapan matanya menajam.

“Karena ....” Adel menggantungkan ucapannya. Entahlah, tenggorokannya tercekat dengan lidahnya yang mendadak kelu. “Karena kita emang udah nggak terikat apapun. Perjodohan, pertunangan, atau apalah itu.”

Alex menurunkan tangannya, mengepal dengan menggenggam cincin itu di sisi tubuhnya. “Terus? Sikap perhatian Lo selama ini atas dasar apa?”

Adel tersentak mendengar balasan telak itu.

“Nggak mungkin Lo seperhatian itu saat gue koma, lalu pura-pura kangen dan seneng saat gue sadar. Buat apa? Pencitraan doang? Di depan nyokap bokap gue?”

Adel semakin merasa tersudut. Bibirnya yang bergetar ia gigit kuat, mencoba menahan diri untuk tidak menangis.

“Lo tau, gue benci orang yang janji tanpa ditepati. Gue nggak tau kalau sampai itu terjadi dengan diri gue sendiri.”

“Maka gue akan ngelupain janji Lo itu, anggap aja itu nggak pernah ada.”

“Segampang itu?”

“Terus Lo mau mempersulit kalau tau ada yang lebih sederhana?”

Adel menghela napas panjang, matanya memejam beberapa detik. “Karena janji ada untuk ditepati.”

“Dengan ngorbanin perasaan Lo sendiri? Hebat!” Alex terkekeh sinis, sembari mengalihkan pandangan.

“Oke, gue nggak mau maksa lagi,” finalnya.

Napas Adel tercekat, menatap tak percaya cowok di depannya. Tak menyangka ternyata sesakit ini saat Alex menyerah pasrah. Bukan, ini bukan keinginannya, ia hanya berusaha menepati janji. Apa itu salah? Apa ia yang terlalu egois?

Namun, Adel pikir Alex akan memundurkan langkahnya lalu berbalik dan pergi menjauh. Tidak pernah ia sangka, Alex justru melangkah mendekat memegang kedua bahunya.

Adel agak mendongak membalas tatapan tajam Alex.

“Tapi percuma.”

Adel mengangkat alisnya tak paham.

“Lo tetap jadi milik gue.”

Hah? Adel hanya mampu menyuarakan dalam hati sebab lidahnya terlalu kelu.

“Sesuai permainan kita. Lo baper, Lo kalah dan harus mundur dari pertunangan ini. Gue baper, Lo jadi milik gue dan nggak akan bisa pergi.”

Oh itu. Adel mundur selangkah, menepis tangan Alex yang bertengger di bahunya. “Gue nggak pernah baperin lo.”

Merasa suasana sudah tak setegang tadi, Adel jadi menghela napas lega. Ia menelengkan kepalanya, menatap Alex. “Atau ... emang Lo yang baperan?”

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang