«Empat puluh empat»

12.4K 758 9
                                    

Happy Reading♡

.

.



"Mau makan? Mbak Dita sempat masak tadi."

"Hm." Alex mengangguk, cowok itu mengacak rambutnya yang sedikit basah karena sehabis dari toilet. Cowok itu lalu masuk kamar, tak memedulikan ucapan Adel tadi.

Pintu kamar ia tutup, tapi sedetik kemudian terbuka lagi dan Alex menyembulkan kepala dari balik pintu.

"Cepet siap-siap. Ke Bandara bentar lagi," ujar cowok itu.

Adel mengangguk kecil. "Iya, tapi Lo makan dulu."

"Hm." Hanya itu balasan dari Alex sebelum akhirnya ia kembali masuk kamar.

*
* ALEXON *

Suara pintu dibuka, membuat Alex terkesiap dan sontak berdiri saat sosok Adel keluar. Ia melangkah lebih dulu diikuti Adel yang selangkah di belakangnya.

Alex diam-diam melirik Adel yang kali ini menggerai rambut panjangnya. Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah mata cewek itu yang sedikit bengkak. Alex tak tahu sampai selarut apa Adel menangis tadi malam.

"Udah makan?" Suara Adel memecah keheningan.

Sementara Alex hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kan tadi gue suruh makan dulu."

Kali ini Alex tak menyahuti ucapan Adel, ia diam melangkah menuju teras.

"Mobil siapa?" tanya Adel lagi saat menyadari mereka akan naik mobil.

Alex mengedikkan bahunya. "Mobil orang suruhannya papa mungkin," jawabnya lalu masuk mobil.

Sampai mobil perlahan menjauh dari pekarangan rumah pun, keduanya diam. Hanya ada keheningan di tengah-tengah mereka. Adel menuruti ucapan Alex semalam, meski sebenarnya ia ingin sekali membuka suara mengusir keheningan.

Namun, melihat Alex yang tetap fokus menyetir mobil itu membuatnya jadi mengurungkan niat dan menyibukkan diri menatap jalanan luar kaca mobil.

Meski tetap berbicara singkat dan seperlunya, tapi hubungan keduanya sudah lebih baik dibanding hari-hari sebelumnya yang bahkan menganggap kehadiran satu sama lain saja tidak.

Mobil memelan dan berhenti, membuat Adel mengedarkan pandangan. Ternyata memang sudah sampai tujuan.

Adel hendak turun mobil, tapi diurungkan sebab sebuah kotak berukuran agak besar diulurkan ke arahnya.

"Ganti sepatu Lo sama ini."

"Hm?" Adel menoleh dengan wajah bingung, meski tak urung ia menerimanya.

"Itu emang buat Lo, gue sama mama yang beli dan nyuruh gue kasih ke Lo. Pakai sekarang biar mama ngira kita semakin deket." Alex berujar sembari belagak sibuk membuka sabuk pengaman.

"Kapan belinya?" tanya Adel.

"Udah dari dulu."

Adel refleks menoleh. "Kenapa kasihnya baru sekarang?"

"Lupa."

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang