«Empat puluh»

14.4K 781 13
                                    

Happy Reading♡



.


.



"Adel, maaf."

Adel terlonjak kaget, sontak ia mengusap pipinya yang basah. Matanya membulat saat melihat siapa cowok yang datang memanggilnya itu.

Meski dihapus air matanya, ia masih bisa melihat hidung Adel yang memerah tanda cewek itu memang menangis. Ia mengambil duduk di tangga samping Adel.

Cewek itu mencoba terkekeh ringan. "Kenapa minta maaf, dah? Aneh Lo."

Langit tersenyum kecil, tangannya terangkat menyentuh puncak kepala Adel. "Ya maaf aja, soalnya ngelihat Lo nangis gini gue jadi ingat Lo yang nangis sebelum gue pergi waktu itu. Gue jadi ngerasa bersalah tiap lihat Lo nangis."

Adel terdiam, kepalanya tertunduk sembari menautkan jarinya bermain di atas roknya.

"Sayang banget sebelum gue pergi bukan senyuman Lo yang gue dapat, tapi untunglah gue bisa ke sini lagi walau keadaan udah berubah."

Langit menoleh ke Adel, mencoba menyelami manik mata Adel meski cewek itu merunduk, lalu melanjutkan katanya, "Termasuk perasaan Lo."

Adel tersentak, ada perubahan ekspresi wajah yang sangat jelas Langit lihat. Namun, cowok itu malah terkekeh. "Bukan apa-apa, Del. Gitu banget natap guenya," ujar Langit.

"Lihat Lo nangis sekarang, gue jadi makin yakin kalau perasaan Lo udah beda." Langit mengalihkan pandangan. "Dan cowok yang bikin Lo nangis inilah yang bikin perasaan Lo berubah."

Adel merapatkan bibir, ia melirik Langit sekilas. Gatal ingin bertanya, tapi begitu ingin keluar suara ia jadi mengurungkan niat.

"Apa sekarang Lo malah lupa kalau dulu Lo pernah bilang suka sama gue?"

Alis Adel sontak terangkat, agak terkejut mendengar itu membuatnya juga refleks menoleh.

Langit terkekeh lagi. "Lihat ekspresi Lo gue jadi yakin Lo emang berhasil lupain gue. Gila, cowok seganteng gue dilupain sekejap gitu aja," candanya.

Adel yang tadinya terkejut, kini merunduk lagi dengan perasaan bersalah semakin besar. "Gue jahat, ya?"

Langit kini menoleh, lalu kembali mengacak rambut Adel. "Aduh, polosnya!" ujar Langit antara gemas juga kesal.

Langit lantas mengibaskan tangannya. "Udahlah, yang dulu itu nggak penting. Sekarang, Lo sama Alex gimana?"

Mendengar nama itu disebut, Adel jadi kesal dan merasa bersalah di satu waktu.

"Males." Pada akhirnya hanya satu kata itu yang keluar.

Langit sontak tertawa mendengar jawaban itu, apalagi Adel mengatakannya dengan ekspresi yang benar-benar lucu.

"Gue padahal udah mau minta maaf, tapi dia kayak gitu. Males jadinya."

Langit diam, mulai merasa Adel akan bercerita panjang. Jika dulu Adel-lah yang akan mendengar seluruh keluh kesahnya, maka sekarang ia juga ingin menjadi tempat berbagi cerita untuk cewek itu.

"Aneh banget, tuh, cowok. Masa becandanya kelewat batas banget sampai bilang dia suka gue, ini mungkin bagian dari gimana dia pengen gue baper terus ditinggal gitu aja."

Langit menahan diri untuk tidak tertawa. Cara Adel menjelaskan dengan wajah kesal itu membuat Langit ingin tertawa.

Langit gatal ingin bertanya. "Kenapa Lo bisa mikir dia becanda?"

ALEXON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang