Bagian 44 // Ledakan

49 8 0
                                    

Jika ada yang terdengar seru, kamu langsung percaya. Kamu bahkan tidak tahu itu benar atau tidak, tapi kalian langsung menyebarkannya.

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT ෆ⁠╹⁠ ⁠.̮⁠ ⁠╹⁠ෆ

💠:›💠

Rasa sakit tak terbendung di hati ibu Lili melihat anak yang selama ini dia sayang dan bangga-bangga kan, tengah menatapnya datar dengan sorot mata di selimuti emosi. Padahal yang ia harapkan adalah tangisan dan dukungan karena dirinya akan berada di balik jeruji dalam kurun waktu yang lumayan lama.

"Elang," panggil Ibu Lili dengan suara parau. Terlebih saat dia hendak menggenggam tangan anaknya yang ada di atas meja tetapi malah mendapatkan tolakan.

"Aku ngga tau harus marah pada siapa," ujar Elang lirih. Ia menarik nafas panjang.

"Setiap mengingat apa yang telah aku lakukan pada Ola, adik kandung aku sendiri. Rasa sakit yang aku terima begitu menyesakkan."

Elang mendongakkan kepalanya. Sial! Matanya begitu perih sekali.

"Saat dulu Ola di operasi karena penyakitnya. Aku yang seharusnya ada menemaninya malah merengek untuk pergi berlibur, padahal aku tau untuk biaya operasi saja kalian sampai hutang sana-sini." Elang tertawa pahit. Ia menundukkan kepalanya saat di rasa tak lagi bisa menahan air matanya.

"Saat mama dan papa berantem karena Ola, aku membencinya. Saat mama menangis karena harus menjual rumah aku semakin membencinya." Elang menjeda ucapannya. Kedua tangannya terkepal erat menahan apapun yang sekarang tengah dia rasakan.

"Sampai tiba hari dimana aku mulai menjauhi adik kandung aku sendiri, membuatnya merasa terasingkan di rumah."

"Terlebih saat mama mulai mengajak ku kesana kemari untuk bimbel dan saat-saat dimana mama lebih membanggakan diriku ketimbang Ola pada teman-teman ataupun saudara mama. Aku merasakan kepuasan karena bisa lebih berguna dari pada Ola yang sakit-sakitan waktu itu."

Ibu Lili menutup mulutnya tidak percaya saat mendapati bahu putranya bergetar dengan suara Isak tangis kecil yang mengiringi. Selama ini dia tidak pernah melihat Elang selemah ini, bahkan saat tubuh papanya di masukan ke liang lahat elang hanya diam dengan mata yang memerah, berbanding terbalik dengan adiknya yang sempat pingsan. Bagi seorang ibu, melihat anaknya menangis adalah luka yang sangat serius di hatinya.

"Dan sekarang saat semua sudah termakan oleh waktu, aku menyadarinya betapa mengerikannya perbuatan aku selama ini."

Dengan air mata yang mengalir, Elang menatap wajah ibunya yang juga ikut menangis menatapnya.

"Selama ini aku berfikir semua kemalangan yang terjadi di keluarga kita karena adanya Ola," suara Elang semakin lirih.

"Nyatanya dia lebih menderita dari siapapun yang aku pikirkan Ma. Aku bahkan tidak sanggup membayangkan betapa sakitnya dia selama ini tetapi kita memilih untuk mengabaikannya."

"Mama tidak pernah menyesal telah melahirkan Ola," ucap Ibu Lili dengan suara seraknya. "Mama hanya menyayangkan kenapa semua ini terjadi dan jika kita mencari tau apa sumber dari semua hal tersebut, itu semua dimulai saat adik kamu mulai sakit-sakitan Lang."

Elang menatap wajah ibunya dengan tatapan tak percaya.

"Andaikan Ola tidak sakit, mama pasti tidak akan bekerja di kafe madam dan kita tidak akan terlilit hutang. Papa tidak perlu bekerja jauh yang membuatnya harus meninggal dengan cara seperti itu ATAUPUN MAMA YANG TIDAK AKAN KEMBALI LAGI KE CAFE MADAM DAN DI PENJARA KALAU BUKAN DEMI MEMBIAYAI HIDUP KALIAN!!" Ibu Lili berteriak sembari mengebrak meja yang memisahkan dirinya dan Elang.

Evanescent [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang