Beberapa orang memilih menyimpan semuanya sendirian meski, sebenarnya mereka juga ingin bercerita dan mengungkapkan. Hei, jadi gimana kabarmu sekarang?
💠:›💠
Agam berjalan dengan degup jantung yang membuncah. Di bukanya pintu besar itu dengan kasar oleh Mateo. Kedua tangan Agam terkepal erat, menatap punggung papanya sendiri. Setelah kejadian di lapangan tadi, papanya hanya mengizinkan dia pergi untuk ke makam Kenzo, itupun di ikuti supir Mateo. Sebab, papanya tidak mengizinkan dia berlama-lama dengan teman-temannya. Kemarahan yang belum sepenuhnya tersalurkan saat di sekolah, siap meledak di rumah serba putih ini. Di ruang keluarga, terdapat Laras yang langsung memeluk anaknya dengan wajah sedih. Berbeda dengan kakaknya Laras, yang menatap Agam dengan emosi.
Mateo berjalan masuk ke ruang bacanya yang berada di bawah tangga lantai dua. Melihat itu, tanpa buang waktu Cahaya berjalan mendekati adiknya. Di pisahkan pelukan kedua orang itu dan....
PLAKKK!
"LO BENAR-BENAR CARI MATI, YA?" teriak Cahaya menunjuk wajah adiknya dengan tatapan tajam.
"Kak! Apa yang kamu lakukan?!" Kaget Laras mendapati anak perempuannya, yang baru kali ini main tangan pada Agam.
Tamparan kakaknya tidak sekeras itu, yang sampai membuat kepala Agam menoleh. Hanya sedikit rasa perih, tidak lebih dari itu. Malah, yang membuatnya sakit adalah tatapan kecewa Cahaya.
"Gue, selama ini selalu berusaha agar terlihat sempurna di depan papa. Walau, yang papa lihat hanyalah lo!" kata Cahaya dengan penekanan di setiap kata. Sembari mendorong-dorong dada Agam dengan telunjuknya.
"Tetapi, lihat apa yang lo perbuat! Semua orang terkena imbasnya sekarang!" lanjutnya masi dengan tatapan tajam.
"Mas? Nggak, jangan!" ucap Laras dengan panik, mendapati suaminya yang sudah kembali dengan membawa rotan pipih sepanjang lima puluh centimeter.
"Kalian bertiga berbaris sekarang!" perintah Mateo dengan suara tegas dan wajah datar.
Laras hendak protes, tapi melihat suaminya yang sangat marah nyalinya langsung menciut. Ia yang berada di tengah, hanya bisa menggenggam kedua tangan anaknya.
"Jawab dengan jujur, apa kamu tau kelakuan anak kamu selama ini, Laras?!" tanya Mateo dengan suara pelan.
"JAWAB PERTANYAAN SAYA, LARAS!!"
PLAK!
"AH!" pekik Laras kesakitan saat paha kakinya di pukul keras dengan rotan, saat dirinya tidak kunjung menjawab.
Agam semakin merasa dirinya adalah pengecut. Tidak bisa menjadi ketua yang baik dan sekarang apa? Dia melihat ibunya yang berusaha melindungi dirinya, yang hanya terdiam dengan emosi tertahan.
"Pa, mama nggak ta-"
"PAPA BERTANYA PADA IBU KALIAN! BUKAN KAMU, AGAM!" ucap Mateo dengan mata melotot.
Laras merasakan perih di ulu hatinya. Ia yang semula menunduk, memberanikan diri menatap wajah suaminya. Laki-laki yang sudah menemaninya dari lama, orang yang menyelamatkannya dari kejamnya dunia luar. Walau tempramen suaminya yang kasar dan tidak ada manis-manisnya, semua itu punya alasan tersendiri. Kegagalan, sampai keterpurukan dan hampir meninggal karena penghianatan. Membuatnya menjadi orang yang seperti ini. Itu semua demi keluarga dan masa depan anaknya. Disini, ia yang telah gagal menjadi seorang istri dan ibu bagi kedua anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]✓
Roman pour AdolescentsDua pejuang terkuat adalah kesabaran dan waktu. **** Banyak orang atau bahkan kalian sendiri pernah mengatakan bahwa luka akan sembuh seiring dengan berjalanya waktu, nyatanya waktu tak benar-benar berpengaruh dalam penyembuhan luka. Ada hal-hal ya...