Bagian 43 // Semakin Menjauh

62 9 0
                                    

Waktu adalah hal yang paling berharga, mereka memberi luka sekaligus pelajaran. Tak ada guru yang lebih baik dari pada waktu.

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT ෆ╹ .̮ ╹ෆ

Ia berjalan dengan perlahan mendekati seseorang yang tengah fokus membaca buku di meja dekat dengan dinding bagian pojok perpustakaan. Tas hitam yang sedari tadi dia bawa di letakan ke atas meja dengan sang empunya yang ikut duduk di hadapan orang tersebut.

"Sampai kapan lo mau musuhan sama Anin?" tanyanya.

Tanpa berpaling dari buku kumpulan soal OSN. Ia menjawab dengan santai.

"Kita ngga musuhan."

Dahi cowok itu mengernyit samar. "Terus apa dong kalau bukan musuhan?"

"Satu Minggu ini, lo ngga masuk kelas dengan alasan belajar persiapan olimpiade final tingkat provinsi yang di adakan besok. Padahal lo hanya tidak mau bertemu dengan kedua teman lo itu kan?"

"Lo buta?" ujar Ola dengan tatapan lurus pada retina Windu. "Terus hal yang seminggu full gue lakukan ini apa? Mancing ikan pake buku paket?" lanjutnya sinis.

Windu terkekeh renyah, tak terpengaruh pada wajah jutek Ola yang seakan mengusirnya untuk pergi dari hadapannya. Memang nyatanya, dia menanyakan hal tersebut bukan hanya karena iseng tetapi, memang dilihat dari segi manapun hubungan ketiganya semakin renggang. Setaunya dari anggota Renoir kelas 10 yang dia beri perintah untuk mengawasi tingkah laku Ola, memberitahukan bahwa Ola sama sekali tidak masuk kelas dan selalu menghindar saat hendak berpapasan dengan Anin. Dia selalu berdiam diri di perpustakaan dan hanya ke kantin saat jam pelajaran sudah masuk. Tentu saja, orang yang dia suruh sampai harus bolos jam pelajaran untuk mengetahui hal tersebut.

"Udah siap buat besok?" tanya Windu mengalihkan pembicaraan. Ia memangku kepalanya dengan kedua tangan menatap fokus pada sosok di depannya.

Ola mengangguk semangat. "Gue udah usaha sejauh ini, bahkan sampai kurang tidur. Jadi, gue harus memperlihatkan hasil yang baik nantinya!" ucapnya yakin dengan mata lebar.

Windu terkekeh gemas dan tanpa bisa mengendalikan tubuhnya. Tangan kanan cowok itu sudah mendarat di pipi kanan Ola.

"Lo pasti juara. Gue yakin itu," ucapnya dengan ibu jari yang mengelus pelan pipi mulus Ola.

Tubuh Ola membeku singkat dan tersadarkan dengan degupan jantungnya yang tak karuan. Ia memegang punggung tangan besar Windu yang ada di pipinya, gelang yang dia kenakan pun mengenai punggung tangan cowok itu.

"Terima kasih sudah mengatakan hal tersebut!" tutur Ola dengan senyum manis yang sampai membuat matanya sipit.

Windu tanpa sadar membalas senyum manis itu. Ia menangkup wajah Ola dengan kedua tangannya yang besar.

"Pulang bareng gue ya, tapi, nanti kita mampir makan dulu. Mau kan?" ujarnya masi dengan menagkup wajah Ola.

Ola mengangguk semangat. Yang semakin membuat Windu tak tahan untuk tidak mengacak-acak rambut cewek di depannya.

Windu membantu membereskan buku paket Astronomi Ola yang masi terlihat baru.

"Ini buku dari sekolah atau punya lo sendiri?" tanya Windu penasaran.

Evanescent [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang