Bagian 23 // Pekan kreativitas

71 16 0
                                    

Ceritanya singkat, namun melekat. Bukan takdir tapi, sekedar hadir dan hanya momen bukan komitmen.

Playlist : 0X1 LOVESONG ( TXT)

JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT!!

Hari yang di tunggu-tunggu semua pelajar SMA Cendrawasih akhirnya tiba. Panggung sederhana sudah berdiri di lapangan dengan berbagai soundsystem. Di atas panggung terpasang spanduk yang bertuliskan 'Pekan kreativitas' dan tentunya yang juga tak kalah mengundang perhatian banyak pasang mata, spanduk geng Renoir yang terpasang di depan aula dengan stand bazar nya.

Acara pembukaan masi satu jam lagi, sekarang para siswa-siswi tengah mempersiapkan barang-barang yang akan mereka jual. Radit tengah berkeliling di dalam kelas, melihat-lihat apa saja yang belum di persiapkan untuk kelas mereka. Kedua temanya Agam dan Ben tidak ada di kelas karena mengurus stand Renoir. Ia akan kesana setelah memastikan tidak ada yang kurang dan bisa memberitahu teman kelasnya untuk bisa menghandle walau tanpa mereka bertiga.

Di depan aula. Ben menatap Agam yang tengah sibuk pada ponselnya sedangkan dirinya sudah misuh-misuh sendiri.

"Ck, siapa aja yang kebagian jadi seksi konsumsi? Ko sampe jam segini belum datang juga?" dengan kedua tangan di samping kanan kiri. Ben menatap anggota nya yang tengah menyusun barang-barang yang akan di jual.

"Tim 5 dan 6." Agam menjawab dengan pandangan yang fokus pada ponselnya.

Dahi Ben mengernyit samar. "Timnya Irfan dan Deon ya," gumamnya. Ia merogoh ponsel dan mengirim chat untuk kedua tim itu.

"Santai aja kali Ben," ujar Agam. Ia beralih melihat baju, topi, dan gantungan Renoir. "Mungkin lagi bantu-bantu kelas dulu," lanjutnya.

"Ya, tapi kan mereka bisa kesini dulu Gam. Bawa barang-barang nya," tukas Ben masi dengan raut kesal.

"Ribet bener dah lo. Kalo gitu lo ambil sendiri aja sana ke kelas mereka."

Ben memutar bola matanya. Ia hendak berjalan ke Edwin dan yang lainya yang tengah tertawa mendengar cerita Baron, langkahnya terhenti saat mengingat sesuatu.

Ia berbalik menatap Agam yang duduk di salah satu bangku. "Mereka datang kan?" tanya Ben dengan suara pelan. Agam membalasnya dengan mengangguk lemah.

"Apa ngga apa-apa buat lo?" tanya nya serius.

Agam menarik nafas dalam-dalam. Ia berdiri dari duduknya. Dengan kedua tangan yang di masukan ke dalam kantong celana Agam berjalan ke arah lapangan.

"Mau kemana lo?" tanya Ben.

"Lo tau jawabannya," balas Agam yang sudah berjalan menjauh.

Melihat itu Ben hanya bisa menghela pelan. "Mungkin sudah saatnya mereka tau."

"Woy Ed!"

Edwin yang namanya di panggil mengalihkan perhatian nya. Wajahnya merekah melihat tim tujuh datang, apa lagi benda yang sekarang tengah Aby bawa.

"Lah, anjir ini beneran jadi?" kaget Baron. Ia menatap Edwin dan Aby secara bergantian.

"JADI DONG!" kompak Aby dan Edwin. Keduanya berdiri beriringan dengan senyum lebar.

"Wahhhhh." Baron terpukau. Kepalanya menengok kanan kiri. "Bang Owen sama bang Liam jadi ikut juga kan?"

Kepala Edwin mengangguk. Ia memangku gitar dan memainkannya. "Pemanasan dulu." Ia memainkan jarinya sehingga terdengar irama lagu.

Evanescent [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang