Jikalau segala sesuatu bisa terbang. Maka pasti waktulah yang paling cepat mengepakkan sayap. Kita tidak dapat memeluknya lagi, apa-apa yang sebatas pulang dan pergi dalam memori.
22:47
Happy reading Wanbuuuu!
💠:›💠
Lima hari berlalu begitu cepat. Suasana selepas ujian yang mana seharusnya ramai oleh kelegaan, setelah di tekan oleh ekspetasi yang keterlaluan dan harapan agar tidak mendapat nilai mengecewakan. Begitupun cuaca dingin yang semakin sering datang tanpa kenal waktu. Segala hal bayangan untuk rebahan, hong out atau hal menyenangkan lainnya, langsung sirna oleh kabar duka yang walau sudah berlalu sehari masi melekat dalam. Baik di Cendrawasih maupun Sabana.
Setelah pelajaran lintas minas informatika untuk anak IPA dan Fisika untuk anak IPS. Lapangan Cendrawasih penuh oleh anak-anak yang penasaran, mengenai kebenaran yang terjadi. Di depan, semua guru dan staff TU berbaris. Di belakang mereka, terdapat geng Renoir.
"Saya benar-benar kecewa," ucap nada lirih pak Mateo di depan mic. Tatapannya tajam, menusuk orang-orang di depannya.
"Bagaimana mungkin tenaga pendidik menyembunyikan hal seperti ini?"
Hening. Baik siswa-siswi yang menonton atau orang-orang yang berdiri di tengah lapangan, saling menunduk dalam. Di depan para guru, terdapat Agam yang menatap wajah papanya tegas.
"Saya pemilik sekolah ini! Saya berhak tau apapun yang terjadi. SEKALIPUN ITU MENGENAI ANAK SAYA SENDIRI!" teriak pak Mateo menggelegar.
"Agam memang anak saya tapi, seharusnya sekalipun dia meminta untuk semua guru agar tutup mulut mengenai geng sampah seperti ini, kalian harus tetap mengatakannya pada saya!"
"Kasian? Mungkin ada dari kalian yang memikirkan hal ini, benar bukan?" Mata Mateo menyapu dari ujung ke ujung barisan guru. "Atau kalian takut karena Agam adalah pewaris berikutnya SMA Cendrawasih?!"
Mateo turun dari atas podium kecil yang biasa di pakai untuk upacara. Ia berjalan mendekati anaknya.
Plakkk
Tubuh Agam langsung terjatuh berkat tamparan keras papanya. Darah segar keluar dari sudut bibir Agam.
"JADI INI YANG KAMU LAKUKAN DI SEKOLAH TANPA SEPENGETAHUAN SAYA?!" Murka Mateo menarik lengan anaknya untuk kembali berdiri. Ia membalikan tubuh Agam agar menghadap para guru di depan.
"Kalian semua dengar," titah Mateo menarik perhatian para guru-guru agar menatapnya.
"Agam adalah pelajar. Kalian guru dia. Jika Agam salah, hukum! Di Cendrawasih semuanya sama! Tidak ada hak istimewa sekalipun dia anak pemilik sekolah! Dan, sayapun tidak akan marah jika kalian menghukum tingkahnya yang di luar batas."
Urat-urat leher Mateo menonjol. Memperlihatkan seberapa murkanya dia dengan hal ini. Sekolah yang dia kira selama ini baik-baik saja, ternyata menyimpan fakta menjijikan, terlebih tokoh utamanya adalah anak dia sendiri.
"Saya tidak akan mentolerir masalah ini. Untuk para guru-guru, saya akan bicara lebih lanjut dengan kalian di rapat nanti. Sekarang pergi dari lapangan!"
Pak Bahrul yang pergi terakhir, menatap wajah Agam kasian. Dia memang marah atas tingkah anak-anak Renoir tetapi, tetap saja mereka masi anak-anak yang mana harus di didik. Dan semua ini terjadi, dia merasa ini salahnya yang belum bisa menjadi guru yang baik. Sebagaimana yang pak Mateo katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]✓
أدب المراهقينDua pejuang terkuat adalah kesabaran dan waktu. **** Banyak orang atau bahkan kalian sendiri pernah mengatakan bahwa luka akan sembuh seiring dengan berjalanya waktu, nyatanya waktu tak benar-benar berpengaruh dalam penyembuhan luka. Ada hal-hal ya...