07 • Kerja kelompok

9 1 0
                                    

~Efemeral Series~

"Jika kehancuran mulai dekat, aku belum siap menerimanya. Kita pasti bisa menghentikan semua ini, 'kan?"

✯✯✯

Orion memperhatikan dirinya di cermin. Menatap dari ujung kaki hingga ujung rambutnya, pakaian modis khas Orion di hari hujan. Suara rintik hujan mengisi kesunyian kamar cowok itu, membawa suasana tentram begitu dengan suhu dingin yang menenangkannya.

Ini adalah pakaian ketiga yang Orion pakai. Dia sedikit butuh waktu lebih untuk memilih pakaian buat kerja kelompok. Marvi mengundangnya bersama Azaela ke grup pesan. Pemuda itu sedikit egois bagi Orion, dia bahkan telah menyuruh Orion dan Azaela datang ke suatu tempat untuk membuat tugas kelompok mereka.

Orion tidak mengerti mengapa Marvi sangat tidak menyukainya hanya karena Orion berada di atasnya. Apa peringkat dua tidak cukup?

Walau begitu, Orion sama sekali tidak membencinya. Sejujurnya, Orion tidak begitu peduli dengan peringkat, karena baginya kepintaran seseorang tidak dinilai dari angka.

Orion hanya menunjukkan kemampuannya sebaik mungkin. Jika tidak bisa, maka dirinya tidak akan memaksakan.

“Kayaknya yang ini cocok deh,” gumamnya sambil memperhatikan jaket cokelat yang ia pakai.

Setelahnya, Orion beranjak ke tempat Marvi suruh. Marvi pasti telah berada di sana sebelum Orion datang, karena pemuda itu sangat disiplin dan tidak pernah ada kata ‘terlambat’ untuknya.

Begitu Orion tiba, dia melihat Marvi bersama Azaela duduk di salah satu tempat duduk di kafe. Orion menyusul ke tempat duduk mereka berdua. Orion juga telah membawa alat-alat merekam untuk tugas kelompok mereka. Sejujurnya, Orion ingin membawa semua peralatannya, namun karena situasi hujan dia hanya membawa yang penting-penting saja.

“Jadi, kita buat di mana?” tanya Azaela begitu melihat Orion duduk di sampingnya.

Marvi melirik ke arah luar jendela kafe sembari membenarkan posisi kacamatanya. “Sekarang lagi hujan, kita tunggu reda dulu. Nanti tempatnya gue kasih tau kalau kita pergi.”

Orion memutar bola matanya malas, Marvi masih bertindak atas kemauannya sendiri. “Lo bahkan nggak kasih tau kita berdua tempatnya.” Orion sudah tahu bagaimana reaksi Marvi setelah mengatakan kalimat tadi.

“Gue heran sama lo,” tukas Marvi. “Orang-orang di kelas kalau sekelompok sama gue mereka malah senang kalau gue yang mengurus semuanya. Tapi lo malah sebaliknya, aneh.”

Lo yang bodoh, mau aja dimanfaatin.

Orion ingin membalas balik perkataan Marvi, namun dia urungkan niatnya dan memilih untuk diam. Untuk saat ini, dirinya tidak ingin berdebat.

Azaela tampak menikmati teh yang dipesannya tanpa memedulikan perdebatan di depannya. “Teh melati yang terbaik.”

Hujan perlahan mulai reda, sepertinya mereka akan melaksanakan pengerjaannya. “Gue ke toilet dulu.” Tiba-tiba saja, Marvi berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah toilet berada.

“Ah.” Orion melirik Azaela setelah menyesap tehnya. “Enak banget ya?” tanya Orion bermaksud mengejeknya.

“Teh hangat di bawah hujan, sudah pasti,” jawab Azaela. Rambut di kepang dengan sangat rapi, tentu sangat cantik menurut Orion.

“Tentang Edelweiss,” lirih Azaela.

Orion yang tadinya memandang malas ke arah lampu gantung kafe langsung menoleh ke arah cewek itu. Azaela mendekatkan cangkir kaca di depan bibirnya yang kecil, menikmati aroma teh melati.

ORION | EFEMERAL SERIES II (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang