SEHARUSNYA hari-hari selanjutnya berjalan dengan baik, kan?
Salah.
Dua hari sisanya terasa seperti siksaaan.
Betul, kami memang menemukan sebuah petunjuk bagus tentang apa Jantung Harautt itu. Dan betul—Ned, Vooir, dan aku memang melanjutkan penyelidikan. Namun, keduanya sama sekali tak menghasilkan jawaban tentang di manakah Jantung Harautt berada.
Masalah terbesar dalam penyelidikan kami adalah: jarak. Kami sudah mencapai puncak Gunung Krostt, dan kembali ke Tria berarti kami perlu menempuh tiga hari perjalanan dengan tangan kosong. Ditambah, aku tidak yakin siapa pun di Tria mengetahui apa-apa kalau para Tetua juga ditipu. Satu-satunya pilihan yang tak mustahil hanyalah pergi dari Erdeos menuju Aldeoirgh bersama Kekaisaran ... tapi di saat Bumi dan Erdeos terancam untuk hancur sekaligus, aku tak bisa melakukannya.
Pada hari kedua, Ned mengajak kami untuk mengitari hutan demi mencari petunjuk. Hutannya begitu lebat sampai-sampai aku tersandung selusin kali. Kami hanya menemukan burung-burung yang menyerang kami dengan membabi buta dan sulur-sulur yang membuat kami bergelantungan di pohon. Singkatnya, segalanya berlangsung seperti yang para Esmerides inginkan.
Pada malam hari, Ned memaksa kami untuk menemui hewan-hewan (Ned tampaknya sudah menerima fakta bahwa dia bisa bicara bahasa hewan). Kami berputar-putar sekitar tiga jam dari lereng ke lereng untuk menanyai hewan-hewan kecil di pohon tentang Jantung Harautt (seekor kadal berekor biru meludahi kami, Ned bilang itu artinya dia ingin kami musnah). Kemudian menemui kembali para serigala, yang ternyata sedang dalam keadaan cukup lapar sehingga mereka tak rela mau membantu kami kembali (“Katanya binatang-binatang lain sedang berhibernasi,” ujar Ned. “Dia bilang kita bisa tinggal di sini asalkan mau jadi makan malam.”). Aku jelas tidak mau, jadi kami kembali lagi.
Tengah malamnya, Ned menghabiskan waktu mempelajari perkamen-perkamen yang Vooir bawa sampai-sampai matanya sembab. “Aku masih belum mau menyerah,” gumamnya. “Pasti ada petunjuk lain soal di mana lokasinya.”
Makanan kami sudah nyaris habis dan kadang aku merindukan masakan Bernie, mengesampingkan bahwa itu hanyalah umpannya supaya dia bisa membunuhku dan teman-temanku. Tapi aku tak bisa berhenti bertanya-tanya seperti apa rasa sayap ayam buffalo-nya dan bagaimana dia bisa membuat burger keju isi dobel seenak itu. Aku terlalu takut untuk tidur sehingga aku berakhir menemani Ned hingga fajar merekah (Aku menemukan bahwa Ned membawa pernak-pernik Star Wars-nya, yang lumayan menghibur). Ketika Vooir bangun, perutku tak bisa berhenti keroncongan, tapi dia bersikeras kami hanya boleh menyantap biskuit energi supaya sisa makanan kami tidak segera habis. Aku malas berdebat, jadi aku menurut-nurut saja.
“Ini sudah hari keenam perjalanan,” kata Vooir muram. Ned dan aku mengunyah biskuit kami dengan malas, sementara dia meneguk teh. “Aku mungkin perlu menghubungi Kekaisaran untuk bala bantuan.”
“Itu kalau aku terluka,” kataku, menggigit lagi sepotong biskuit. “Masalahnya, aku baik-baik saja sekarang.”
“Ya,” gumam Vooir dengan ekspresi ganjil. “Kalau kau terluka.”
“Teman-teman,” Ned memohon, wajahnya sepucat hantu setelah bergadang semalaman. “Kita nggak bisa seperti ini.”
“Yah, tapi apa yang bisa kita lakukan?” Aku menatap peluit tulang bertanduk yang menggantung pada leherku, bertanya-tanya apakah ia bisa mengubah apa-apa. “Penyelamat dunia apanya,” gerutuku.
Ned bangkit dengan wajah merah. “Kita nggak bakal menyerah. Tidak akan.” Dia mengantongi sepotong daging ke saku mantelnya. “Aku bakal kembali ke para serigala. Mereka tahu sesuatu. Terserah kalian mau ikut denganku atau tidak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate of the Five Realms: Valor of Erdeos
Fantasy[Buku pertama seri FOTFR] Tiga bulan setelah Tornado Brooklyn, New York masih dalam kekacauan. Orang-orang protes di tengah jalan, lalu lintas kacau, dan rumor-rumor aneh menyebar. Leon Redwine memilih untuk menjalani hidupnya senormal mungkin. Impi...