28

29 13 2
                                    

“RYM TELAH memalsukan semua dokumen tentang Jantung Harautt demi melindungi telur itu,” kata Ned, kelihatan tegang. “Telur terakhir para Dvittur.”

Tanganku berkeringat. Ini benar-benar tidak masuk akal. Aku merasa sia-sia karena telah menghabiskan begitu banyak hari di Gunung Krostt, ketika pusaka yang kami cari-cari ada tepat di hadapanku.

“Maksudmu, pusaka itu selama ini ada di Taman Ardeus?”

“Sejarahnya panjang.” Ned membuka sebuah gulungan perkamen lain di karpet. Permukaan cokelatnya dilukis oleh gambar-gambar putih kawanan naga, tampak berdenyar di bawah cahaya kuning. “Dvittur memang nyaris punah saat itu. Nyaris. Hanya tersisa seekor naga yang dulu kita temukan di gua. Kau ingat tentang Taman Ardeus sebagai tempat hewan-hewan favorit Rym, kan? Dia menyembunyikannya di sana secara rahasia.”

“Itu masuk akal,” kataku, meski masih ada banyak hal yang tak kumengerti. “Yang jadi pertanyaanku, kenapa naga ini belum pernah ditemukan padahal Taman Ardeus sedekat itu? Maksudku, mereka mengira para Dvittur telah punah selama ratusan tahun. Itu ... itu hanya nggak mungkin.”

“Dvittur punya kemampuan hipnotis,” Ned berkeras, mengarahkan jari telunjuknya kepadaku. “Di matanya ada semacam ilusi untuk menipu otak, memengaruhimu untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan padamu. Kalau dia ingin kau untuk melupakannya, yah ... kau pastinya akan lupa. Lebih seringnya mereka membunuhmu. Selama tubuhmu tak pernah ditemukan, tempat itu selalu terhindar dari ancaman manusia. Tetapi ... ada alasan kenapa ia bisa begitu agresif.”

Ned membuka lembaran perkamen lain di sampingnya, yang memperlihatkan Jantung Harautt—dengan luarnya yang berdenyar warna merah, dan cahaya kuning di tengahnya yang berdenyar seperti nyala api. “Ia berusaha melindungi telurnya,” ujarnya.

Aku mengangkat alis. “Dia betina?”

“Semua ini masuk akal,” kata Ned, matanya berbinar. “Kekuatan Jantung Harautt adalah mengikis benda-benda asing. Itu mekanisme yang sempurna untuk telur yang rapuh dan perlu dilindungi.”

“Itu bagus!” Semangat membakarku. “Jadi kita harus segera pergi ke sana, kan?”

Ned tampak ragu. Dia mengelus permukaan perkamen itu dengan muram. “Dvittur ini sepertinya punya hubungan spesial dengan Rym, tapi aku tak bisa menemukan detailnya. Rasanya sulit harus mencuri telur dari induknya. Itu hanya ... salah.”

“Tapi kita nggak punya pilihan lain,” kataku, mencoba meyakinkannya. “Lebih baik merelakan sebutir telur daripada mengorbankan miliaran nyawa. Kita nggak punya pilihan selain ini.”

Dia mendesah. “Kau benar, kayaknya. Hanya tinggal dua hari tersisa. Kita harus melakukan perjalanan besok.”

“Tapi kembali ke Tria perlu tiga hari perjalanan!” Aku panik. “Dan bagaimana dengan perang Rot? Kita nggak bisa ....”

Ned tersenyum padaku, lalu menyeret sebuah radio besar yang kabelnya dimodifikasi ke atas karpet. Noda-noda bintik di wajahnya tampak seperti konstelasi bintang. “Aku sudah punya rencana untuk itu,” bisiknya.

* * *

Setelah mengemasi barang-barang, peta, tas, dan beberapa senjata mematikan untuk pagi hari itu, kami bersiap pergi meninggalkan Gunung Krostt.

Old Dicer menemani kami keluar dari rumah, dengan sebuah tas ransel besar yang menggantung di punggungnya. Aku telah menceritakan segalanya tentang pria itu kepada Ned, yang anehnya tak terlalu kaget mendengar bahwa dia seorang Takdir Araez. Di hamparan salju itu, aku bisa mendengar suara-suara berisik dari bawah yang bergaung: raungan pasukan Rot yang berderap menuju Tria.

Fate of the Five Realms: Valor of ErdeosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang