5

185 43 3
                                    

AKU MEMBANTING PINTU apartemenku, mendesah dan berjalan menuju sofa, merebahkan tubuhku dengan malas. Badanku merosot dengan sengaja dan aku menghela napas panjang-panjang.

Aku tidak mengira hari ini bakal jadi begitu melelahkan. Dijahili Jake habis-habisan sudah cukup buruk, tapi pergolakan batin benar-benar menguras energiku. Rasanya seperti dibanting berkali-kali oleh raksasa seukuran empat puluh kaki ke gundukan tanah berduri-duri. Jika ada hal lain yang perlu memperburuk hari ini, aku akan membakar hidup-hidup siapa pun yang merencanakannya.

Mendadak aku teringat air mata Ned yang merebak di gerbong. Sesaat aku merasa seperti telah menyakiti sahabatku sendiri. Dan saat menyadari aku tidak punya apa pun untuk dilakukan, aku menyambar remot dan menyalakan televisi secara cuma-cuma.

Piksel-piksel warna layar menyala. Menampilkan seorang pembawa berita yang duduk berceloteh ria dengan latar pemrotes liar dan penjarah-penjarah. Di sebelahnya, seorang pria paruh baya menanggapinya dengan gembira. Aku mendesah. Acara berita. Tayang setiap saat. Setelah bencana Tornado Brooklyn terjadi, semua saluran televisi mengubah jadwal mereka dengan memenuhi acara berita setiap hari—lebih tepatnya, setiap jam. Mereka berhenti menayangkan kartun, acara masak-masak, serial televisi kisah nyata—semuanya. Bahkan saluran kartun tiba-tiba mogok dan menampilkan kalimat-kalimat suram penuh duka dengan latar belakang hitam. Aku menggeleng resah, sama sekali tidak pantas dilihat anak-anak.

“Kabar gembira! Penawar BTD sedang dalam proses penelitian. Seluruh dokter di Amerika telah bekerja sama dalam penelitiannya. Benar begitu kan, Profesor Dawson?” celoteh wanita pembawa acara.

Pria di sebelahnya, paruh baya, berkeriput dan ubanan serta berkacamata tebal, mengangguk. “Benar, Nona Regina. Penawar BTD sedang dalam proses penelitian—dan akan diresmikan dalam waktu dekat, oh, barangkali diedarkan saat itu juga. Bersyukurlah karena kau tidak perlu khawatir lagi pada sepupumu yang tiba-tiba berdansa tap dengan mulut penuh darah!”

Tawa seisi studio pecah. Ternyata orang dengan tampang membosankan bisa bercanda juga.

Wanita pembawa berita berhenti tertawa. “Bagaimana menurut Anda, Profesor Dawson?” katanya, sambil mengelap air mata dengan jari bermanikurnya.

Latar berubah dari amukan para penjarah menjadi sebuah video amatir yang menampilkan tornado dahsyat. Mataku melebar. Video yang ditunjukan Ned tempo hari.

Wanita itu tiba-tiba berubah serius. “Seperti yang Anda tahu, internet lagi-lagi dihebohkan dengan video amatir. Bisa Anda lihat, tayangan video ini menampilkan tornado Brooklyn berkilat-kilat merah dan membentuk bayangan serupa wajah manusia. Bagaimana pendapat Anda, Pak?”

Pria paruh baya itu mengangguk, lalu tertawa kecil. Tampak agak meremehkan, barangkali menahan niatnya untuk mengejek habis-habisan. “Yah, seperti yang kubilang sebelumnya, kontroversi ini agak konyol.”

Wanita pembawa berita menyesap minuman di mugnya, menyimak. Seluruh studio terasa lebih sunyi dibanding sebelumnya.

Pria penyandang gelar profesor itu menggenggam kedua tangannya di meja, masih tertawa. “Aku sama sekali tidak mengerti kenapa para pemrotes langsung membabi buta seperti serigala dan menyerang seluruh kota. Maksudku, aku paham orang-orang Amerika bukan jenis manusia tercerdas di dunia, tapi petir merah dan bayangan wajah? Ayolah!” Si pria paruh baya berdeham, kembali ke mode seriusnya. “Petir merah—sprites, memang sulit dilihat dengan mata telanjang. Ditambah dengan durasinya yang hanya beberapa milidetik, dan bahkan sering kali tak terlihat dari tanah. Melihat sprites terhitung langka sekali, dan lebih sulit lagi untuk dipotret,” ujarnya, seraya membenarkan posisi duduknya.

“Namun, aku tidak bisa tak mengakui bahwa video ini bukanlah sebuah momen bersejarah. Mengabadikan sprites selama itu benar-benar mengesankan. Tetapi ....” Profesor itu sekilas menyeringai, “bukan keahlianlah yang dibutuhkan untuk  melakukannya. Tornado Brooklyn adalah tornado dengan skala besar-besaran. Tentu saja, sprites yang muncul begitu lama sangat memungkinkan. Apalagi, kita tidak melihat sprites itu secara langsung. Hanya semburat-semburat kecil di balik tornado.”

Fate of the Five Realms: Valor of ErdeosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang