Keraguan Dan Kabar Dari Raja Mada

397 46 1
                                    

Hai semua... maaf lama enggak update. Seperti biasa ya, authornya selalu sok sibuk. Hehehe....

Harap maklum, author kan juga manusia. Jadi perlu kerja buat memenuhi kebutuhan harian. Jadi updatenya sebisa author. Maunya sih update tiap hari, biar cepat kelar nih cerita. Tapi sulit. Karena waktu menulis yang terbatas. Di tambah lagi kontrak novel di platform lain yang mesti di kejar.

So, sekali lagi, author minta maaf. Dan semoga kalian tetap betah nimbrung buat baca cerita ini di sini.

Terima kasih and happy reading...

🔪🔪🔪


Butuh waktu 2 hari bagi Patih Wicaksono untuk menyembuhkan luka dalamnya yang ia peroleh dari bertarung melawan Siluman Merah. Pukulan terakhir siluman merah berhasil melukai dada kiri Patih Wicaksono hingga memerah dan lebam.
 
“Tak aku sangka, dia sudah semakin hebat. Tapi kehebatannya itu masih dua tingkat di bawahku. Seandainya saja aku tidak lengah, sudah aku penggal kepalanya dengan ajianku!” desah Patih Wicaksono.
 
Dalam wisma miliknya, Patih Wicaksono mengfokuskan dirinya untuk memulihkan dirinya. Ia ingin luka yang ia peroleh ini segera sembuh agar dirinya bisa kembali melaksanakan tugasnya.
 
Tok! Tok! Tok!
 
Suara ketukan pintu membuat kening Patih Wicaksono mengerut. Ia menatap arah pintu dengan tajam.
 
“Patih Wicaksono? Maaf sebelumnya telah mengganggu istirahat Patih,” suara seorang prajurit penjaga yang bertugas menjaga wisma Patih Wicaksono berkata.
 
“Ada apa? Bukankah sudah aku perintahkan pada kalian  untuk tidak menganggukku atau membiarkan siapa pun mengunjungi wismaku selama 3 hari penuh?!” murka Patih Wicaksono.
 
Meski pintu kamar Patih Wicaksono tertutup rapat, namun dua prajurit yang berjaga di luar tetap bersimpuh saat berbicara.
 
“Maaf Patih, tapi Prabu Garendra meminta semua Patih dan Haryapatih berkumpul di Aula Singgasana,” terang prajurit itu sambil menahan lututnya yang gemetar.
 
Raut muka patih Wicaksono jadi serius. Dua hari lalu saat dia berhasil kembali dari desa Keputeh. Dirinya sudah meminta izin pada Prabu Garendra untuk beristirahat selama 3 hari penuh. Dan Prabu Garendra sudah memberi izin. Namun panggilan ini, pasti cukup penting.
 
Patih Wicaksono bersiap. Ia mengambil kerisnya dan ia simpan di pinggang seperti biasanya. Lalu berjalan keluar. Dua prajurit yang berjaga menundukkan kepala mereka. Mereka takut dengan amarah Patih Wicaksono yang bisa mengambil nyawa mereka secepat kilat.
 
Semua Patih dan Haryapatih segera berkumpul tak lama setelah para prajurit penjaga dan pengawal para Patih dan Haryapatih memberi tahukan kabar untuk berkumpul.
 
Di Singgasananya, Prabu Garendra sudah duduk dengan raut muka serius. Membuat suasana di aula menjadi hening dan tegang.
 
 Setelah yakin semua Patih dan Haryapatih berkumpul semua, Prabu Garendra mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
 
“Sebagian besar dari kalian, pasti tahu soal rumor bangkitnya Penunggang Kematian. Sekarang, rumor itu sudah tidak lagi menjadi rumor. Mereka benar-benar telah bangkit,” jelas Prabu Garendra.
 
Hampir semua Patih dan Haryapatih menunjukkan keterkejutan mereka.
 
“Jika memang benar kabar itu. Lalu siapa yang mendalangi kebangkitan mereka, Prabu? Apa dia pendekar yang hebat sampai berani muncul secepat ini. Karena yang kita tahu, dalam pertempuran kita 2 tahun lalu, banyak dari anggota mereka yang gugur. Bahkan pemimpin mereka Volka dan 1 kapten dari mereka juga tewas di tangan kita!” tanya salah satu Haryapatih dengan masih menyimpan keraguan dalam hatinya.
 
Tak sedikit Patih maupun Haryapatih yang merasakan keganjalan yang sama dengan Haryapatih itu. Tapi kabar yang di sampaikan oleh Prabu Garendra ini berasal dari Raja Mada. Yang 100 persen benar adanya. Tak ada yang bisa meragukan kemampuan menerawang Raja Mada menggunakan Ajian Pancasona. Tapi kenyataan yang diketahui, membuat sebagian Patih merasa sulit menerima kabar ini.
 
“Aku tahu keraguanmu. Tapi seperti yang kita tahu, kabar yang di sampaikan Raja Mada tak mungkin salah,” ucap Prabu Garendra.
 
Semua Patih dan Haryapatih terdiam. Tak lagi ada yang membantah meski dalam hati mereka masih saja ada yang ragu.
 
“Dan untuk pertanyaanmu soal siapa yang mendalangi kelompok itu, dia masih orang yang sama. Volka!” lanjut Prabu Garendra yang seketika membuat gempar seisi Aula.
 
Kabar ini semakin membuat mereka yang mendengarkan merasa semakin aneh dan tak yakin. Bahkan meskipun dengan menggunakan alasan ajian Pancasona yang dimiliki Raja Mada sekalipun, tak mampu menutupi keraguan mereka. Karena kematian Volka di saksikan ribuan sampai puluhan ribu pasang mata. Bahkan mereka juga tahu Pesarean Volka yang ada di Tanah Dewa.
 
“Maaf Prabu. Bukan maksud saya untuk meragukan kabar yang di sampaikan oleh Raja Mada. Hanya saja, kabar ini masih sulit di terima nalar. Kita semua tahu Volka telah mati dan di makamkan. Jika Volka benar-benar bangkit. Lalu bagaimana dengan makamnya? Apa ada yang membongkarnya dan membangkitkan jasadnya?” tanya Patih Wicaksono.
 
“Sebelum Raja Mada menyampaikan kabar ini, Raja Mada sudah memerintahkan Batalion Elang miliknya untuk memeriksa makam Volka. Makamnya masih utuh. Dan ada jasad yang mirip dengan jasad Volka di dalamnya. Tapi setelah di telusuri lagi, itu bukanlah jasad asli Volka, melainkan sebuah tanaman gaib yang mampu meniru wujud manusia. Selain itu, mereka juga menemukan sebuah lubang di balik jasad palsu Volka, yang menuju ke arah tebing. Aku tahu, kalian mungkin akan sulit menerima kabar ini. Aku pun sama. Terlebih, kekuatan yang di miliki Volka sangat besar. Bagaimana pun juga, dia adalah ancaman bagi damainya tanah Nusantara ini. Bangkitnya dia, tentu membuat suasana di tanah ini menjadi seperti 2 tahun yang lalu,” terang Prabu Garendra.
 
“Dan ini lah alasan kenapa Benteng Madura bisa di tundukkan dengan mudah hanya dalam satu malam saja. Aku yakin, Volka pasti memiliki ilmu terlarang, Rawa Rontek,” lanjut Prabu Garendra.
 
Ilmu hitam Rawa Rontek memanglah ilmu yang membuat pemilik ilmu itu jadi kebal. Bahkan meski pun pemilik ilmu itu mati, dia bisa bangkit lagi dengan mudah.
 
“Oleh karena itu, mulai hari ini, perketat penjagaan di semua wilayah. Terutama perbatasan dan tepi pantai. Pastikan semua wilayah aman. Dan jika terlihat kemunculan kelompok Penunggang Kematian, segera laporkan. Jangan gegabah menyerang mereka. Karena aku tak yakin kekuatan kerajaan kita bisa mengimbangi mereka. Apa kalian paham?!” tanya Prabu Garendra dengan suara tegas.
 
“Baik, Gusti Prabu!” sahut semua Patih dan Haryapatih serempak.
 
Kabar soal bangkitnya Volka dan kembalinya Penunggang Kematian yang di sebarkan oleh Raja Mada, telah menyebar dengan cepat di kerajaan-kerajaan Nusantara. Membuat semua kerajaan menjadi lebih waspada dan memperketat penjagaan mereka di wilayah kekuasaan mereka. Tak terkecuali Kerajaan Jawa Timur.
 
Prabu Sekti Siliwangi juga langsung menyebarkan pasukannya untuk menjaga semua wilayah. Terlebih desa-desa yang memiliki kemungkinan terbesar dilewati Penunggang Kematian.
 
Dari arah depan, seorang prajurit berjalan dengan tergopoh. Ia segera bersimpuh saat di hadapan Prabu Sekti Siliwangi dengan kepala tertunduk.
 
“Kenapa kamu terburu-buru seperti itu. Apa ada kabar soal Penunggang Kematian?” tanya Prabu Sekti Siliwangi pada prajurit itu.
 
“Belum ada Gusti Prabu. Saya kemari untuk menyampaikan berita buruk dari Desa Genuk,” terang prajurit itu.
 
“Ceritakan!” perintah Prabu Sekti Siliwangi.
 
“Semalam, di duga ada siluman yang menyerang dua pendekar tamu penginapan. Tubuh pendekar itu tercabik seperti di terkam hewan buas. Namun tak ada yang melihat ada hewan buas yang memasuki penginapan. Jadi banyak yang berasumsi jika kematian dua pendekar itu disebabkan oleh Siluman,” ucap prajurit itu menceritakan berita yang ia tahu dari bertanya-tanya kepada penduduk desa serta pemilik penginapan.
 
“Apa pendekar-pendekar itu berasal dari Desa Genuk?” tanya Prabu Sekti Siliwangi lebih lanjut.
 
“Tidak Gusti Prabu. Keduanya sama-sama dari desa Sangit. Sekitar 1 hari dari desa Genuk.”
 
Prabu Sekti Siliwangi terdiam untuk berpikir. Mukanya yang kusut karena mendengar kabar akan kebangkitan Volka, menjadi tambah buruk setelah mendengar berita yang dibawakan salah satu prajurit Elang tersebut.
 
“Semenjak aura Gunung Selatan muncul, banyak kejadian buruk terjadi. Ini tidak bisa di biarkan,” gumam Prabu Sekti Siliwangi sendiri.
 
Prabu Sekti Siliwangi lalu menatap tajam prajurit yang masih belum berani mengangkat wajahnya itu
 
“Kalau begitu, selidiki kasus ini. Jika ini memang ulah siluman, temukan sarangnya! Makhluk berbahaya seperti itu tidak bisa dibiarkan berkeliaran bebas. Tapi ingat! Jangan gegabah!” perintah Prabu Sekti Siliwangi.
 
“Baik, Gusti Prabu!” jawab prajurit itu penuh semangat.
 
 
 
 
 
 

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang