Runtuhnya Kerajaan Jawa Timur (bagian 2)

338 48 14
                                    

Prabu Sekti Siliwangi mendatangi kamar Ratu Elok. Bersama Haryapatih Dwi. Dengan memasang wajah tegar, Prabu Sekti Siliwangi memerintahkan istrinya itu untuk melarikan diri beserta para selir dan dayang-dayang ke lorong bawah tanah. Yang nantinya akan membawa mereka keluar dari kerajaan.
 
“Saya tidak mau, Kanda. Memangnya siapa yang menyerang kita sampai Kanda memberi perintah demikian?” tanya Ratu Elok dengan muka cemas.
 
Wajah Prabu Sekti Siliwangi menjadi begitu muram.
 
“Penunggang Kematian,” jawab Prabu Sekti Siliwangi singkat.
 
Mata Ratu Elok melebar. Ia tahu nama itu. Karena dua tahun lalu, dia tidak bisa tidur selama 3 hari saat mengizinkan Prabu Sekti Siliwangi berperang bersama aliansi kerajaan untuk memerangi kelompok keji itu.
 
“Bukan kah pemimpin mereka telah Kanda kalahkan bersama Raja-raja lain?! Kenapa kelompok itu masih ada?” tanya Ratu Elok meminta penjelasan.
 
“Pemimpin mereka memiliki ilmu kanuragan Rawa Rontek. Yang membuatnya bisa bangkit kembali dari kematian. Itulah sebabnya, kelompok ini bangkit kembali,” jawab Prabu Sekti Siliwangi.
 
Kepala Ratu Elok terasa pusing mendengar itu. Jika pemimpin kelompok Penunggang Kematian tidak bisa di bunuh. Lalu bagaimana cara mengalahkannya.
 
Ratu Elok yang masih berada dalam kebimbangan, diminta Prabu Sekti Siliwangi untuk segera mengungsi. Karena sudah tidak ada banyak waktu lagi untuk mendiskusikan masalah ini. Sebagai Raja Kerajaan Jawa Timur, dirinya juga harus melakukan perlawanan penuh.
 
“Haryapatih Dwi?” panggil Prabu Sekti Siliwangi.
 
“Hamba, Prabu,” Haryapatih Dwi langsung bersimpuh di hadapan Prabu Sekti Siliwangi.
 
“Kawal Ratu Elok dan yang lainnya untuk meninggalkan kerajaan ini. Pergilah ke barat dan mintalah bantuan pada Prabu Sri Seno. Kabarkan juga situasi kerajaan ini. Jika aku bisa memukul mundur Penunggang Kematian, akan aku kirim prajurit untuk menjemput kalian kembali. Jika tidak, jangan kembali,” perintah Prabu Sekti Siliwangi dengan suara tegas.
 
Hati Haryapatih Dwi seperti teriris-iris mendengar itu. Dirinya sungguh tidak sanggup jika harus meninggalkan Gusti Prabunya ada tetap ada di kerajaan ini untuk mempertaruhkan nyawa. Tapi dirinya juga tidak bisa menolak perintah Prabu Sekti Siliwangi. Ratu Elok dan semua anggota kerajaan lainnya, tentu harus segera diungsikan ke tempat yang aman agar terhindar dari serangan Penunggang Kematian yang membabi buta.
 
“Baik, Gusti Prabu,” jawab Haryapatih Dwi dengan wajah memerah dan mata yang berkaca-kaca. 
 
Sedangkan Ratu Elok, langsung menangis.
 
“Apa maksud Kanda berkata seperti itu? Kanda harus bisa memukul Penunggang Kematian hidup-hidup dn menjemput aku dan yang lain, sendiri. Kanda harus berjanji, Kanda akan selamat dan menjemput aku dan lainnya, sendiri,” pinta Ratu Elok dengan wajah yang teramat sedih. Wajahnya sendiri sudah basah oleh air mata yang terus mengalir deras.
 
Prabu Sekti Siliwangi menatap wajah Ratu Elok, dalam. Di wajah Ratu Elok, dirinya bisa melihat seberapa besar cinta istrinya itu pada dirinya.
 
“Lagi-lagi, aku membuatmu meneteskan air mata. Maafkan aku, Dinda,” dengan penuh ketulusan, seorang Prabu bersimpuh di depan istrinya.
 
Ratu Elok duduk lalu memeluk Prabu Sekti Siliwangi erat.
 
“Kanda adalah raja kerajaan Jawa Timur yang kuat dan juga gagah. Aku yakin, Kanda bisa memukul mundur Penunggang Kematian. Jadi, Kanda jangan memikirkan kemungkinan buruk itu. Aku, aku pasti akan menanti Kanda menjemputku dan membawaku pulang. Ingatlah Kanda,” Ratu Elok membawa tangan kanan Prabu Sekti Siliwangi ke perutnya, “dua bulan lagi, anak pertama kita akan lahir. Jadi, aku mohon, Kanda harus selamat,” pinta Ratu Elok lagi.
 
Suasana yang tegang menjadi terasa begitu mengharukan.
 
Prabu Sekti Siliwangi yang awalnya pesimis. Jadi memiliki semangat dan keyakinan kalau dirinya bersama pasukannya, bisa memukul Penunggang Kematian dari kerajaan ini.
 
“Iya, Dinda. Kanda, berjanji, Kanda sendiri yang akan menjemput Dinda. Jadi sekarang, Kanda mohon, Dinda mengungsi untuk sementara waktu. Dan doakan kemenangan untuk Kanda dan yang lainnya.”
 
“Baik Kanda. Doaku, akan selalu menyertaimu.”
 
Perasaan Ratu Elok dan Prabu Sekti Siliwangi menjadi lebih tenang. Kegelisahan yang mengekang hati mereka terasa lebih longgar.
 
“Haryapatih Dwi. Bawa juga satu pasukan khusus batalion Elang dan Harimau denganmu. Ini untuk memastikan keselamatan kalian untuk sampai di tujuan,” ucap Prabu Sekti Siliwangi.
 
“Baik Gusti Prabu!” jawab Haryapatih Dwi.
 
Haryapatih Dwi kemudian mengumpulkan semua selir, dayang dan anggota kerajaan lain termasuk para istri dan anak para Patih menuju lorong rahasia yang membawa mereka menuju ke goa Maharani yang berada 3 kilo dari kerajaan Jawa Timur.
 

***
 


Pertempuran di luar terdengar semakin ramai. Teriakan para prajurit dan pedang yang saling beradu membuat malam yang sunyi menjadi begitu riuh.
 
Para Patih menghadapi serangan Volka beserta pasukannya. Serta membimbing para prajurit untuk melawan. Tapi perlawanan mereka tidak cukup kuat. Sehingga banyak prajurit yang tumbang dan tak bernyawa. Melihat banyak Prajurit yang mati, para Haryapatih langsung mengeroyok Volka.
 
Volka yang awalnya merasa bosan karena harus melawan cecurut yang tak bisa mengimbangi kekuatannya sedikit terhibur saat ada 3 Haryapatih di hadapannya.
 
“Ini jauh lebih baik, berikan aku perlawanan yang layak!” seru Volka lalu maju menyerang dengan penuh percaya diri.
 
3 Haryapatih menyambut serangan itu. Namun saat pedang mereka berbenturan dengan pedang Wesi Jati milik Volka. Ketiganya tahu, bahwa pedang Wesi Jati bukan pedang biasa. Namun pertempuran yang jelas berat sebelah ini tak bisa dihindari. 3 Haryapatih itu terus menyerang Volka agar menghindari pertumpahan darah lebih banyak lagi.
 
Kekuatan Volka yang tiada tanding telah membuat banyak Patih yang menyaksikan pertempuran 3 Haryapatih termangu. Karena Volka bisa mengimbangi kekuatan 3 Haryapatih itu tanpa mengeluarkan teknik khusus untuk bertarung.
 
Namun, keterkejutan mereka tak sampai di sana saja. Karena para Manungso yang baru sampai di gerbang membuat mereka tercengang. Ukuran Manungso yang dua kali lipat ukuran manusia dewasa membuat banyak prajurit berteriak ‘Raksasa!’.
 
“Jangan mundur! Serang mereka dengan segenap kemampuan kalian!!!” teriak Haryapatih memberi perintah.
 
Para prajurit menyerang dengan pedang dan panah. Para Manungso yang berusaha menerobos masuk mendapatkan luka. Tapi mereka terus masuk seolah luka yang mereka dapati bukanlah hal yang mengkhawatirkan.
 
Manungso yang berhasil masuk ke dalam area kerajaan langsung menyerang prajurit terdekat. Mereka memukul, menendang dan juga melempari prajurit dengan segala sesuatu yang bisa mereka lempar. Lalu memakan para prajurit yang berhasil mereka kalahkan. Baik yang sudah mati maupun yang masih hidup.
 
Melihat para Manungso memakan tubuh para prajurit. Banyak prajurit yang awalnya tegar, perlahan menjadi takut. Mereka tak mau tubuh mereka menjadi santapan Manungso.
 
Dalam waktu hanya 5 menit, ratusan prajurit tewas dalam pertempuran ini. Sehingga membuat banyak prajurit yang ada di gerbang timur, berbondong-bondong mendatangi gerbang barat untuk memberikan bantuan. Namun tanpa mereka sadari, tindakan mereka ini membuat Alka, Seloso dan anggota Penunggang Kematian lainnya bisa masuk dengan lebih mudah. Dan langsung membunuh beberapa prajurit yang masih tersisa di gerbang timur.
 
“Temukan, dan Bunuh!” perintah Alka.
 
Semua anggota Penunggang Kematian menyebar. Membunuh prajurit yang berjaga tanpa suara.
 
Alka dan Seloso langsung memasuki area Singgasana untuk menemukan prajurit yang berjaga di dalam. Dan membunuh siapa pun yang berhasil mereka temukan.
 
“Tak banyak orang di dalam. Sepertinya para prajurit dan Patih, sibuk menghadapi Tuan Volka!” kata Alka usai membunuh seorang tabib tua di kamarnya.
 
“Benar, apakah kita keluar saja dan membantu yang lain?” tanya Seloso menanggapi Alka.
 
“Tidak. Kita harus memastikan tidak ada yang selamat. Ratu dan selir kerjaan harus kita temukan!”
 
“Kalau begitu lebih baik kita berpencar saja. Agar kita bisa lebih cepat menemukan mereka. Bagaimana?” tanya Seloso.
 
“Aku setuju. Tapi jika ada lawan yang kuat, jangan coba-coba melawannya sendiri. Mengerti?!”
 
“Baik.”
 
Alka dan Seloso kemudian memutuskan untuk berpencar mencari anggota kerajaan. Alka menuju Wisnu Agung dan Seloso menuju ke arah ruang pemulihan. Tapi hal yang di sangka, membuat Seloso yang berlari melewati sebuah lorong, berhenti.
 
“Sedang mencari sesuatu?” tanya seorang pendekar gagah perkasa yang berdiri di lorong yang Seloso lewati. Dia adalah Patih Wiro. 
 
Seloso mundur dan berhenti tepat di bibir lorong. Ia melihat Patih Wiro yang sudah dalam mode siap tempur.
 
Dua tangan Patih Wiro mengepal dan mengeluarkan ruh kepala harimau yang berwarna putih kebiruan.
 
Seloso berjalan mendekat ke arah Patih Wiro. Dalam jarak 5 meter, dirinya berhenti lalu bersimpuh.
 
“Guru?” kata Seloso penuh hormat.

Yang selalu nunggu kapan update-nya, terima kasih ya. Untuk yang selalu mendoakan kesehatan author, terima kasih juga.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang