Permintaan Datuk Setyo

141 12 3
                                    

Raja Mada merasakan kekhawatiran yang besar usai melihat Volka menunjukkan kekuatannya. Ia bahkan sampai mundur selangkah saat Volka mengayunkan pedang Wesi Jati.

“Sudah cukup. Bawa kembali semua muridmu. Aku sudah cukup mengetahuinya,” kata Raja Mada.

Semua yang terdiam sesaat. Sebelum akhirnya pemimpin Leak memerintahkan para muridnya untuk kembali.

“Kita membutuhkan kekuatan lebih untuk bisa mengalahkan pedang itu,” kata Raja Mada.

Para patih sedikit bingung dengan pernyataan Raja Mada. Mereka semua juga melihat pedang yang Volka gunakan untuk membunuh salah satu leak yang tertangkap. Namun mereka tidak begitu merasakan energi dari pedang itu. Bahkan di mata mereka, pedang itu hanyalah pedang biasa.

“Pedang itu tidak lebih hebat dari pusaka Anda, Paduka Raja,” ucap salah satu patih.

“Tidak. Pusakaku tidak akan mampu bertahan lama jika harus beradu dengan pedang itu. Pedang itu sangat mengerikan. Aura yang terpancar dari pedang itu, mengisyaratkan kalau ia bisa membelah apa pun yang ada. Bahkan logam terkuat sekalipun. Kita memerlukan seluruh kekuatan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kita tidak bisa membuang waktu terlalu lama. Karena semakin lama kita membuang waktu. Maka akan semakin kuat pedang itu,” kata Raja Mada.

Ucapan Raja Mada yang serius membuat para patih yang ada di sana merasa cemas. Mereka sama-sama tidak menduga. Bahwa pendekar terkuat di Nusantara yang memiliki ilmu Pancasona. Akan merasa ketakutan menghadapi Volka.

***

Setelah penjelasan dari Empu Sesa mengenai keris Wuruk. Raga menjadi dilema. Ia tak tahu harus melakukan apa. Takdir dan identitas dirinya yang ternyata seorang Gusti Prabu. Membuatnya bingung harus bersikap bagaimana. Ia sama sekali tidak menduga kalau suatu hari takdir semacam ini akan datang.

“Apa kau akan mencoba merebut kembali takhtamu?” tanya Datuk Setyo yang duduk tak jauh dari Raga.

“Entahlah, Datuk. Aku masih syok dengan kenyataan ini. Aku masih tidak habis pikir dengan apa yang tadi Empu Sesa sampaikan,” jawab Raga sambil terus memandangi keris Wuruk yang ia letakkan di depannya. Dan anehnya keris itu berada pada posisi berdiri di hadapan Raga.

“Apa saat memegang keris itu, kau merasa sangat berwibawa seperti selayaknya Gusti Prabu?” tanya Datuk Setyo lebih jauh.

“Tidak. Aku merasa diriku masih sama seperti sebelumnya. Hanya seorang pendekar pengelana biasa. Aku malah bingung mengapa aku bisa memiliki keris ini.”

“Tapi keris itu sangat kuat. Kau bahkan bisa mengelahkan dua siluman berumur ratusan tahun dengan mudah.”

“Tidak, Datuk. Aku bahkan tidak merasa melakukan apa-apa saat membunuh dua siluman itu. Melainkan keris ini seperti menggerakkan tubuhku.”

“Benarkah? Bagaimana kalau kita uji?”

Raga mengerutkan kening sambil menatap Datuk Setyo.

“Menguji?”

“Empu Sesa mengatakan bahwa kekuatan keris ini terletak pada ketahanan dan daya hancur yang tinggi. Dan keris ini, bisa mengubah energi menjadi beban. Dengan artian, pengguna bisa melipat gandakan beban keris sesuai yang dia mau tanpa membuat pengguna keris ini merasakan beban itu. Ini sangat jelas mengingat kau menghancurkan dua siluman itu dengan mudah. Siluman pertama, terkena lemparan keris ini. Dan tubuhnya langsung hancur seperti dihantam batu yang sangat berat. Siluman kedua, juga hancur saat kau menekan kepalanya dengan keris Wuruk ini. Jadi kekuatan dari keris ini ada pada beban. Dengan membuat keris ini memiliki beban yang sangat berat. Kemudian diayunkan dengan kecepatan tinggi tanpa kesulitan. Tentu daya hancurnya akan besar. Keris Wuruk ini tidak akan menghasilkan luka sayatan. Melainkan luka hancur seperti tertimpa gunung,” kata Datuk Setyo.

Raga memahami penjelasan Datuk Setyo. Namun ia tak tahu bagaimana cara menggunakan keris tersebut.

“Lalu, bagaimana cara menambah beban keris ini guru?” tanya Raga.

Datuk Setyo berdiri dari duduknya. Ia lalu mendekati keris Wuruk dan mengambilnya.

“Sepertinya, selama keris ini tidak tertancap. Aku bisa memegangnya,” kata Datuk Setyo lalu mendekat ke arah sebuah pohon. Saat berada di hadapan pohon itu, Datuk Setyo menebas badan pohon itu menggunakan keris Wuruk. Dan hasilnya, terdapat luka sayatan pada bagian yang Datuk Setyo tebas.

“Aku menggunakan setengah kekuatan fisikku. Dan tebasan yang aku lakukan hanya melukai sedikit pohon ini,” kata Datuk Setyo.

Raga lalu berdiri dan melihat hasil tebasan Datuk Setyo.

“Sekarang aku akan mencoba memasukkan energiku ke dalam keris ini. Seharusnya jika keris ini hanya memilihmu. Energiku tidak akan bisa masuk,” ucap Datuk Setyo lalu melakukannya.

Dan benar saja. Saat Datuk Setyo mencoba mengalirkan tenaga dalamnya pada keris Wuruk. Tenaga dalamnya seakan menguap dan lenyap.

“Keris ini menghilangkan tenaga dalam yang aku alirkan,” kata Datuk Setyo kemudian mencoba menebas pohon itu lagi. Namun di sisi yang berbeda. Dan benar saja. Tebasannya tak jauh berbeda dari tebasan pertama.

“Sekarang coba kau lakukan. Alirkan 1 persen tenaga dalammu,” kata Datuk Setyo menyerahkan keris Wuruk pada Raga.

Dengan patuh Raga melakukan apa yang Datuk Setyo perintahkan. Ia mengalir sedikit tenaga dalamnya pada keris itu. Kemudian, ia mulai mengayunkan keris tersebut ke arah badan pohon yang sama. Dan hasilnya, pohon besar itu langsung tumbang. Melihat itu Raga langsung terkejut. Begitu juga dengan Datuk Setyo.

“Apa itu tadi satu persen tenaga dalammu?” tanya Datuk Setyo.

“Sebenarnya tidak sampai satu persen Datuk. Aku benar-benar hanya menggunakan sedikit tenaga dalam,” jawab Raga.

Mendengar itu Datuk Setyo tertawa puas.

“Ini luar biasa. Dengan keris itu di tanganmu. Kita tidak perlu takut lagi kepada wanita itu! Bahkan kau bisa saja mengalahkannya!” kata Datuk Setyo bersemangat.

Mendengar Datuk Setyo mengungkit soal Yena. Raga pun memanfaatkan momen itu untuk menanyakan kepada Datuk Setyo soal alasan beliau menyebut Yena sebagai Iblis.

“Sebenarnya apa yang terjadi kepada Yena, Datuk? Mengapa Datuk menyebut Yena sebagai sebuah ancaman?” tanya Raga.

Datuk Setyo tidak lagi menyembunyikan rahasia yang ia ketahui soal Yena. Jadi secara terang-terangan. Ia menceritakan semuanya kepada Raga.

Mendengar semua cerita Datuk Setyo membuat Raga sangat terkejut. Ia tak pernah tahu soal sisi lain Yena yang telah disusupi sosok Dewi Kehancuran. Karena selama bersama Yena, Raga merasa baik-baik saja. Bahkan Yena terlihat tidak berbahaya sama sekali. Namun, setelah mendengar cerita lengkap dari Datuk Setyo. Raga pun mulai agak percaya.

“Jadi ada saatnya tubuh Yena dikendalikan oleh Dewi Kehancuran?”

“Benar. Dan saat Dewi Kehancuran itu telah terjaga. Maka dia merupakan ancaman serius. Dia buka lagi gadis lugu yang lemah. Terlebih, belati yang Yena bawa, ternyata sebuah pusaka gaib yang sangat kuat! Aku yang menghadapinya secara langsung saat itu. Hanya mampu merasakan rasa takut. Aku benar-benar tak berdaya saat aura mencekam itu menyelimuti sekujur tubuhku. Tapi dengan keris Wuruk di tanganmu. Aku yakin, dia tidak akan berani macam-macam. Jika kita bertemu dengannya suatu saat. Kau harus siap untuk menghancurkannya. Ingat Raga, meskipun dari luar ia adalah wanita cantik dan lemah. Namun dalam dirinya ada iblis yang bersemayam!” kata Datuk Setyo.

Raga terdiam untuk beberapa detik. Ia tak langsung mengiyakan perintah Datuk Setyo. Sejujurnya ia merasa berat untuk menerima perintah tersebut. Karena hubungannya dengan Yena terbilang baik. Namun pada akhirnya ia menyanggupi perintah itu dengan sebuah anggukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang