Yena duduk di bawah pohon sambil terus memperhatikan pertarungan yang masih berlangsung cukup sengit meskipun para Wayang masih mengungguli pertarungan. Hal ini membuat Gantari dan Dayatri merasa tak nyaman. Karena melihat pakaian yang Yena pakai, menunjukkan jika Yena adalah seorang pendekar. Namun yang menjadi pertanyaan dari keduanya, mengapa Yena tampak tenang dan tidak berbuat apa-apa. Bahkan Yena juga tidak menunjukkan kepanikan sama sekali. Membuat keduanya jadi berpikir apa Yena merupakan musuh atau kawan.
'Siapa mereka? Kenapa kemampuan bertarung mereka sangat tinggi?!' tanya Yena dalam percakapan batin bersama Sri Ajeng Gayatri.
'Wayang. Mereka adalah salah satu kaki tangan Maha Guru Suropati,' jawab Sri Ajeng Gayatri.
'Apa itu berarti masih ada Wayang yang lain?' tanya Yena lagi.
'Tentu saja. Ada 3 tingkatan Wayang. Wayang kayu, Wayang kulit dan Wayang darah. Dan mereka yang sedang bertarung saat ini adalah Wayang dengan tingkat terendah, Wayang kayu. Maka dari itu, mereka cukup kesulitan melawan para siluman kacangan seperti sekarang ini. Andai saja kita tadi tidak memberitahu apa yang siluman laba-laba itu lakukan, tentu para Wayang ini akan semakin kesulitan,' terang Sri Ajeng Gayatri sambil tertawa menghina.
'Kalau begitu kita harus membantu mereka! Bukankah, belati Songgoh Nyowo ini juga perlu membunuh banyak siluman untuk mengumpulkan jiwa mereka dalam batu kelereng ini?'
'Itu tidak perlu. Karena sekarang prioritas kita sudah berganti. Kita akan membunuh 10 Wayang ini setelah mereka selesai bertarung,' kata Sri Ajeng Gayatri.
Yena sontak terkejut akan perkataan Sri Ajeng itu.
'Kenapa kita malah membunuh para Wayang?! Bukan kah yang kita butuh kan adalah jiwa para siluman?' tanya Yena yang tidak mengerti.
'Memang. Aku melepas banyak siluman ke wilayah Jawa Tengah untuk kita bunuh. Agar tujuan kita bisa cepat tercapai. Tapi itu sudah tidak diperlukan lagi jika ada jiwa para Wayang yang bisa kita gunakan. Lagi pula kita juga masih memerlukan 3 jiwa suci. Dan untuk mengganti jiwa suci yang biasa di miliki anak balita, aku memutuskan untuk menggantinya dengan jiwa makhluk langit. Dengan begitu, batu ini akan sangat bersinar setelah kesepuluhnya aku bunuh!' ucap Sri Ajeng penuh nafsu.
***
Seperti yang Yena katakan tadi. Para Wayang cukup kesulitan menghadapi pasukan siluman laba-laba yang terus dibangkitkan. Bahkan setiap kali dibangkitkan. Para siluman itu malah bertambah lebih kuat.
"Apa yang harus kita lakukan? Jumlah mereka terlalu banyak! Kita sulit menyerang siluman laba-laba itu jika siluman lain terus menghadang kita!" ucap Jalada.
"Iya Abiseka. Di tambah lagi, kekuatan mereka semakin lama semakin bertambah. Sepertinya apa yang pendekar wanita itu tadi katakan, benar adanya. Siluman Laba-laba itu menyerap energi kita melalui tubuh siluman yang kita tumbangkan!" Harsa juga ikut bersuara.
Abiseka berpikir keras. Berusaha mencari cara agar pertarungan ini bisa segera diakhiri. Karena masih ada beberapa desa lain yang juga membutuhkan bantuan mereka dari teror para siluman seperti sekarang ini.
"Kalau begitu, kita gunakan kekuatan sejati kita. Agar pertarungan ini segera selesai. Karena masih ada banyak tempat lain yang harus kita datangi untuk membunuh siluman-siluman lain!" ujar Abiseka.
9 Wayang lain tentu terkejut mendengar solusi yang Abiseka sampaikan. Karena dengan cara seperti itu bisa membuat banyak manusia darat menyadari kalau makhluk langit dan makhluk bawah tanah kembali muncul di daratan mereka. Dan itu tentu melanggar perjanjian damai yang dulu pernah terjadi.
"Kalau begitu caranya, keberadaan siluman dan kita para Wayang, bisa diketahui para manusia daratan! Dan itu berarti sama saja dengan melanggar perjanjian 500 tahun lalu! Apa kau berniat melanggar perjanjian itu Abiseka?!" tanya Pada yang menjadi panik dengan keputusan yang Abiseka ambil.
"Cepat atau lambat, mereka akan tahu juga, kalau kita para makhluk langit dan para siluman kembali muncul di tanah mereka. Hal ini tidak bisa kita hindari, Pada. Yang terpenting sekarang adalah, membunuh para siluman untuk melindungi manusia dan juga untuk mencegah bangkitnya Belati Songgoh Nyowo! Lagi pula, kita turun ke sini atas perintah langsung dar Maha Guru Suropati. Dengan dua titah, membunuh semua siluman yang kita temui. Dan juga mencegah kebangkitan Belati Songgoh Nyowo!" ujar Abiseka.
Mendengar alasan itu, semua Wayang jadi setuju.
Abiseka mulai menunjukkan kekuatan sesungguhnya yang ia miliki, yaitu elemen tanaman. Dengan kekuatannya, Abiseka mampu menggerakkan bagian tanaman hidup di sekitarnya.
"Anggalang Ngakep!" sebut Abiseka.
Seketika akar tanaman muncul dari dalam tanah dan langsung mengikat kaki para siluman. Beberapa siluman yang berusaha menghindar disambut oleh dahan-dahan pohon yang tiba-tiba bergerak untuk menyerang mereka. Alhasil banyak siluman yang terjerat dan tidak bisa kabur dari akar-akar yang Abiseka kendalikan.
Para Wayang terkagum sedetik saat Abiseka menggunakan kekuatannya, karena kekuatan yang seperti Abiseka miliki sangatlah jarang.
Dayatri dan Gantari juga tidak mau kalah. Keduanya menggunakan kekuatan mereka untuk menarik lebih banyak energi.
Pada dan Jalada yang bersenjatakan Gada besar, membuat jalan dengan memukul para siluman dengan Gada mereka yang bersinar karena di selimuti kekuatan besar. Para Siluman yang terkena Gada mereka, langsung hancur bagai daging tumbuk. Sedangkan Ciha, Harsa, Nandama dan Tusta yang bersenjatakan pedang dan tombak, langsung menargetkan serangan mereka pada siluman laba-laba.
Siluman Laba-laba yang tidak mengira kalau para Wayang akan bertarung dengan sangat serius, merasa terdesak. Dirinya segera mengeluarkan jaring miliknya yang sudah dilapisi energi gaib sebelum melarikan diri ke arah desa. Membuat jaring-jaring yang dirinya buat menjadi super lengket dan lebih susah dihancurkan.
"Ranu!" teriak Abiseka memberi perintahnya.
Ranu yang sudah bersiap dengan senjata panah emas miliknya, sudah membidik ke arah kepala siluman merah. Anak panah yang diciptakan dari energi kehidupannya sendiri, dirinya bentuk setipis dan sekuat mungkin agar bisa menembus jaring yang di bentuk oleh siluman laba-laba. Dan saat bidikannya sudah tepat, Ranu melepaskan anak panahnya.
Seketika anak panah itu melesat dengan sangat cepat. Namun karena anak panah Ranu memiliki bentuk tipis bagai jarum, membuat panah itu melesat sangat cepat dan tidak menghasilkan suara yang sampai terdengar jelas. Bahkan angin pun tak mengiringi laju panah tersebut. Sehingga siluman laba-laba tidak menyadari ada panah yang melesat sangat cepat ke arahnya. Dirinya baru bisa tahu saat kepalanya merasakan ada sesuatu yang menembus otak dan mulutnya dengan sangat cepat.
Tak hanya merasakan ada yang melesat cepat menembus kepalanya. Siluman laba-laba juga sempat melihat wujud dari anak panah yang melesat keluar dari mulutnya.
"Keparat!" geram Siluman laba-laba itu lalu ambruk dan tewas seketika.
Para siluman yang dimakan dan dibangkitkan kembali oleh siluman laba-laba juga tumbang satu persatu. Kematian siluman laba-laba membuat mereka kembali menjadi mayat.
Para Wayang merasa lega melihat siluman laba-laba tumbang. Karena dengan begitu tugas mereka di wilayah ini sudah hampir selesai. Tinggal membunuh siluman yang tersisa sebelum menuju wilayah lain untuk memburu kelompok siluman yang lain lagi.
Para siluman yang tersisa menjadi gentar usai melihat siluman laba-laba tewas. Mereka ingin melarikan diri, namun Abiseka menahan Abiseka dengan ilmunya.
"Tak akan aku biarkan satu pun dari kalian kabur dari sini!" ujar Abiseka.
Jalada dan Pada tersenyum lebar melihat para siluman yang terjerat dalam ilmu yang dimiliki Abiseka . Tanpa basa basi keduanya langsung bergerak dan mengayunkan Gada mereka pada siluman-siluman yang berhasil dibelenggu Abiseka.
"Mati kalian!"
Ranu yang berdiri tak jauh dari Gantari dan Dayatri juga melepaskan beberapa anak panah untuk membunuh siluman-siluman yang akan melarikan diri.
Pertarungan yang jadi berat sebelah ini berhasil diselesaikan dengan cepat. Gantari dan Dayatri bernafas lega setelah siluman terakhir berhasil dibunuh oleh Jalada.
Gantari dan Dayatri yang senang karena berhasil membunuh 70 siluman hendak menghampiri Abiseka yang dianggap keduanya sebagai Wayang yang paling berperan atas kemenangan ini. Namun saat Dayatri berlari menghampiri Abiseka Gantari tetap di tempatnya tanpa bisa bergerak dan berkata apa-apa. Dalam pikiran Gantari, dirinya menanyakan apa yang terjadi pada tubuhnya. Dan mengapa punggungnya terasa sangat sakit. Seakan ada benda tajam yang menusuk punggungnya itu.
Bukk!!!
Tubuh Gantari ambruk setelah Yena menarik belati Songgoh Nyowo dari tubuhnya. Suara tubuh Gantari yang ambruk, di dengar oleh Ranu.
Ranu yang melihat tubuh Gantari ambruk cukup terkejut hingga membuat matanya melebar. Dalam waktu yang bergulir lambat, saat mata Ranu bergulir ke arah Yena yang berdiri tak jauh dari tubuh Gantari. Tiba-tiba ada sebuah belati yang melesat cepat ke arahnya dan menancap di perutnya.
Ranu ingin melihat apa yang menancap di perutnya. Namun ia tidak bisa menggerakkan kepalanya untuk menunduk. Malahan tubuhnya ambruk tak lama setelah belati itu menancap di perutnya.
Para Wayang yang mendengar suara benda jatuh sebanyak 2 kali jadi curiga dan menoleh. Namun betapa terkejutnya mereka saat melihat dua teman mereka sudah tergeletak tak bergerak.
"Kalian tahu? Pantas saja Suropati marah padaku saat aku mencuri belati ini dari ruang pusakanya. Ini karena pusaka ini sungguh luar biasa. Bahkan bisa membunuh dewa dengan mudah," ucap Yena dengan senyum seram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)
Mystery / Thriller21+ Diharap bijak dalam memilih bacaan. Cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan dan kanibalisme. Yang enggak kuat di harap meninggalkan cerita ini sebelum isi perut kalian keluar. Dendam Yena belum usai. Ia yang masih lemah dan tak paham akan...