Ilmu Titisan

364 51 8
                                    

Tanpa sepengetahuan Ratu Elok, Haryapatih Dwi menemui Prabu Garendra untuk menyampaikan pesan dari Prabu Sekti Siliwangi. Haryapatih Dwi juga menceritakan apa saja yang terjadi pada kerajaan Jawa Timur. Serta memberi tahu kondisi terakhir Prabu Sekti Siliwangi.
 
Muka Prabu Garendra menjadi buruk. Situasi menjadi kian sulit. Kehilangan Prabu Sekti Siliwangi merupakan pukulan keras bagi semua kerajaan di Nusantara. Karena Prabu Sekti Siliwangi merupakan salah satu Jawara paling tangguh dan paling kuat. Bahkan levelnya bisa dikatakan setara dengan Raja Mada.
 
“Kalau begitu, Volka berniat menumbangkan satu persatu kerajaan di tanah ini. Dan menumbangkan kerajaan Jawa Timur, merupakan sebuah tolak ukur baginya. Kerajaan Jawa Timur merupakan kerajaan yang besar dan kuat. Dan Prabu Sekti Siliwangi adalah pendekar hebat yang memiliki kanuragan tingkat tinggi. Jika kerajaan setingkat Jawa Timur saja bisa dia taklukkan. Maka besar kemungkinan kerajaan lain akan lebih mudah untuk dia taklukkan,” kata Prabu Garendra.
 
Dalam pikirannya, Haryapatih Dwi setuju akan pemikiran Prabu Garendra. Dirinya sendiri sangat mengakui kemampuan bertarung Prabu Sekti Siliwangi yang hebat.
 
“Lalu, apa kamu tahu bagaimana kekuatan Volka sekarang?” tanya Prabu Garendra lebih lanjut.
 
“Sebelum Prabu Sekti Siliwangi memanggil saya untuk membawa Ratu Elok dan semua wanita dan sesepuh untuk mengungsi, Saya sempat melihat pasukan Volka. Dan juga pedang pusaka yang dia gunakan, Prabu,” jawab Haryapatih Dwi.
 
“Ceritakan.”
 
“Volka memiliki pasukan raksasa. Yang tingginya hampir dua kali ukuran manusia biasa. Tapi aku tidak sempat melihat bagaimana para raksasa itu bertarung. Karena Prabu Sekti Siliwangi sudah memanggil terlebih dahulu sebelum pertempuran di mulai.”
 
“Lalu, untuk pedang pusaka yang dia gunakan? Apa masih sama dengan pedang pusaka yang dulu dia pakai?”
 
“Maaf Prabu. Saya tidak bisa melihat bentuk pedang itu dengan jelas karena kondisi malam. Tapi yang pasti, pedang itu menyala merah seperti darah. Dan saat diayunkan, pedang itu seperti mengeluarkan pisau angin yang bisa membela apa saja. Dan serangannya itu, sulit dilihat oleh pendekar kelas bawah.”
 
“Kalau begitu, pedang itu memiliki ilmu seperti kanuragan Brajamusti.”
 
Prabu Garendra menghela nafasnya lalu menyandarkan punggungnya di sandaran singgasananya. Matanya menerawang ke depan.
 
“Tampaknya, sifat frontalnya dulu, sudah bisa dia redam. Dan akhirnya memilih cara yang pintar untuk menguasai seluruh tanah Nusantara,” kata Prabu Garendra.
 
“Sepertinya benar Prabu. Dia menjadi lebih bijak dalam menggunakan kelebihan kelompok yang dia miliki. Dan juga kekuatannya. Ini bisa mempersulit kita untuk menjaga seluruh wilayah dari ancamannya.”
 
Pernyataan Haryapatih Dwi, sudah seperti batu besar yang ditimpakan ke kepalanya. Membuat kepala Prabu Garendra menjadi semakin berat.
 
Prabu Garendra memejamkan mata. Dirinya mencoba berpikir lebih tenang untuk mencari solusi terbaik dari persoalan ini. Dan setelah cukup berpikir, Prabu Garendra memanggil dua prajurit yang berjaga di ruangan itu. Dan memberi keduanya perintah berbeda.
 
“Kamu, pergilah ke batalion Elang. Minta mereka untuk menyebarkan kabar kalau Kerajaan Jawa Timur telah di taklukkan oleh Penunggang Kematian,” seru Prabu Garendra pada salah satu prajurit yang dia panggil.
 
“Baik Gusti!” kata prajurit itu kemudian bergegas pergi.
 
“Dan kamu, pergilah ke goa Poteh. Katakan pada patih Dharma Sakti bahwa aku memanggilnya. Dan bawalah ini untuk memanggilnya,” Prabu Garendra melemparkan sebuah sebuah batu berwarna putih tulang.
 
Prajurit itu menangkap batu yang dilempar Prabu Garendra. Dirinya tidak tahu untuk apa dirinya harus membawa batu itu saat menemui patih Dharma Sakti.
 
“Tunjukkan batu itu agar kamu tidak di makan olehnya,” lanjut Prabu Garendra memberikan kejelasan.
 
“Ba-baik Gusti,” kata prajurit itu lalu pergi dengan ragu.
 
Setelah memberi perintah pada dua prajurit tadi, pandangan Prabu Garendra kembali kepada Haryapatih Dwi.
 
“Dharma Sakti begitu terkagum dengan kekuatan Patih Wiro. Jadi setelah pertempuran melawan Penunggang Kematian dua tahun lalu. Dirinya bertapa untuk memperoleh kekuatan serupa. Tapi ternyata itu tidak mudah. Akhirnya dengan bantuan Patih Wicaksono, dirinya ditanami Qodam siluman harimau putih. Tapi efek sampingnya, Patih Dharma Sakti sulit mengontrol emosinya. Jadinya dia memutuskan untuk tinggal di goa Poteh untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Dan batu putih yang aku lempar tadi, untuk menekan wujud siluman yang ada di dalam tubuhnya. Serta mengembalikan wujudnya menjadi manusia,” terang Prabu Garendra panjang lebar.
 
Disela Prabu Garendra dan Haryapatih Dwi masih berdiskusi, di kamarnya yang di siapkan khusus untuknya, Ratu Elok sedang tertidur lelap. Perjalanan yang menempuh hampir 6 hari perjalanan itu membuat tubuhnya sangat lelah. Dan memaksanya untuk beristirahat.
 
Namun di tidurnya itu, Ratu Elok memimpikan seorang pria tua dengan janggut putih panjang, rambut putih dan baju serba putih. Pria tua itu menatap Ratu Elok dengan dalam.
 
“Maaf, Eyang siapa? Dan ini– kenapa saya bisa melayang di langit?” tanya Ratu Elok dengan heran.
 
Sepanjang mata memandang, Ratu Elok hanya melihat langit biru yang cerah dan gumpalan awan yang berlalu lalang. Awan-awan itu sesekali melewatinya. Membuatnya bisa merasakan kelembaban saat awan itu menabrak dirinya. Dalam hati, Ratu Elok sempat berpikir kalau Awan-awan di langit seperti kapas yang bisa di sentuh. Namun ternyata tidak. Awan-awan itu hanyalah kumpulan asap dan uap air yang mengambang di langit.
 
“Aku adalah Naga Wisesa, penguasa langit pertama. Dan saat ini, aku sedang membawa rohmu ke langitku,” jawab Wisesa.
 
Ratu Elok berkerut kening. Nama Naga Wisesa terdengar tidak asing di telinganya. Dirinya seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya. Dan lagi, jika pria yang di hadapannya ini adalah Naga, kenapa wujudnya berupa manusia renta? Pikiran Ratu Elok bertanya-tanya.
 
Wisesa tersenyum tipis. Dirinya bisa membaca apa yang Ratu Elok pikirkan.
 
“Tampaknya, Prabumu tidak bercerita banyak tentangku. Maka akan aku jawab apa yang menjadi pertanyaan di pikiranmu itu,” terang Wisesa.
 
Ratu Elok menjadi agak canggung saat Wisesa mengatakan itu.
 
“Maafkan aku Eyang,” kata Ratu Elok sopan.
 
Wisesa mengangkat rendah telapak tangan kanannya.
 
“Jangan di pikirkan.”
 
“Aku adalah Naga Wisesa. Salah satu Bathara Guru yang menguasai dunia langit. Dan aku adalah guru dari Prabumu,” terang Wisesa.
 
“Bathara Guru?!” celetuk Ratu Elok.
 
Secara spontan ingatan atas nama Naga Wisesa akhirnya teringat oleh Ratu Elok. Dirinya pernah mendengar nama ini dari Prabu Sekti Siliwangi 3 tahun lalu, saat Prabu Sekti Siliwangi telah selesai bertapa selama hampir 3 tahun.
 
“Iya. Dan tujuanku membawamu kemari adalah, untuk memberikan sebuah ilmu titisan untuk jabang bayi yang ada di dalam kandunganmu,” ucap Wisesa seraya menunjuk perut Ratu Elok yang buncit.
 
“Ilmu titisan? Ilmu titisan seperti apa Eyang Guru?” tanya Ratu Elok ingin tahu.
 
Wisesa kemudian membuka telapak tangan kanannya. Sebuah cahaya seukuran telur ayam yang bersinar putih kebiruan dengan pijar kilat yang menyambar tipis berada di atas telapak tangannya. Mata Ratu Elok memandang lekat arah telapak tangan itu.
 
Tak lama kemudian, cahaya putih kebiruan itu menyusut dan membentuk naga kecil berwarna putih kebiruan. Naga kecil itu mengaum. Namun karena ukurannya kecil, suaranya pun kecil pula.
 
“Ini adalah ilmu warisan dari Prabumu. Ilmu warisan yang akan menjadi hak dari si jabang bayi.”
 
Mata Ratu Elok yang masih memandang dalam naga kecil itu jadi menyadari sesuatu dari ucapan Wisesa barusan.
 
“Jadi maksud Eyang Guru, Prabu Sekti Siliwangi telah tiada?” tanya Ratu Elok. Matanya yang indah, kini mulai berurai air mata.
 
Wisesa menunjukkan wajah berduka.
 
“Prabu Sekti Siliwangi adalah pendekar yang kuat dan hebat. Dia sudah berjuang sekuat tenaga sampai akhir hayatnya agar bisa memenuhi janjinya padamu. Tapi takdir berkata lain.”
 
Ratu Elok tidak mampu membendung tangisnya. Air matanya tumpah membasahi pipinya yang merah.
 
“Dan ilmu ini, adalah titisan darinya. Atau bisa dibilang, ini adalah Qodam miliknya. Dengan kamu membiarkan ilmu ini masuk ke dalam tubuhmu dan di serap oleh jabang bayimu itu. Kamu akan bertemu dengannya sebentar. Ini juga bisa dianggap salam perpisahan darinya,” jelas Wisesa lebih lanjut.
 
Ratu Elok melangkah mendekati Wisesa. Lalu tangannya menengadah di depan tangan kanan Wisesa.
 
Naga sepanjang 15 sentimeter itu lalu melompat, berpindah tempat ke atas telapak tangan Ratu Elok. Air mata Ratu Elok semakin deras membasahi pipinya.  Melihat naga kecil itu terasa seperti melihat suami tercintanya. Bahkan, Ratu Elok juga dapat merasakan kehadiran Prabu Sekti Siliwangi pada naga kecil itu.
 
“Gusti Prabu,” kata Ratu Elok.
 
Naga kecil itu kemudian mengaum kembali. Dan bersamaan dengan itu, tubuh naga itu memancarkan cahaya terang yang begitu menyilaukan sampai membuat Ratu Elok tidak bisa melihat apa-apa.
 
“Bukalah mata indahmu itu Ratuku. Aku ingin melihat keindahan langit malam di sana.”
 
Sebuah suara pria yang tegas namun lembut terdengar di telinga Ratu Elok. Dan saat dirinya membuka mata, seberkas wajah bersahaja dengan senyum menawan terpampang di hadapannya.
 
“Prabu?”
 
 
 
 
 
 Hai.... jangan lupa likenya ya... jangan lupa kasih sarannya juga... Selamat membaca dan tetap jaga kesehatan ya.... 🥰🥰🥰

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang