Iblis Berkulit Dewi (bagian 2)

308 36 1
                                    

Semua prajurit penjaga desa Kramat terperangah melihat Yena yang berdiri di atas jasad siluman harimau itu. Matanya yang merah menyala membuat para prajurit menjadi takut. Mereka masih belum tahu apakah Yena adalah musuh, atau kawan.
 
“Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa aku terlihat menakutkan seperti setan?!” kata Yena.
 
Wajah Yena yang tertutupi bayangan awan, membuat para prajurit sulit melihat dengan jelas wajah Yena. Yang bisa mereka lihat hanyalah mata merah dan menyala. Namun saat bayangan awan itu berlalu dan membuat sinar rembulan jatuh menyinari Yena, barulah mereka terkesima dengan kecantikan yang Yena miliki.
 
“Apa kamu seorang Dewi yang dikirim Dewa langit?” tanya salah satu dari mereka dengan wajah terperangah dan kagum.
 
Sebelah alis Yena terangkat sebelah bebarengan dengan keningnya mengerut saat mendengar pertanyaan prajurit itu.
 
Topan yang masih terluka mendekat beberapa meter ke hadapan Yena. Sambil memegangi bahunya yang berdarah karena cedera usai pertarungan melawan siluman harimau. Dia mencoba mencari tahu soal Yena. Karena dirinya curiga, Yena bukanlah Dewi seperti yang didugakan oleh anak buahnya itu.
 
“Sebelumnya saya pribadi ingin berterima kasih pada Nona, karena Nona sudah menyelamatkan nyawa saya dari serangan siluman harimau tadi. Jika saja Nona tidak datang tepat waktu, mungkin nyawa saya sudah tidak terselamatkan. Saya sebagai ketua dari prajurit penjaga desa Kramat ini, juga, mengucapkan banyak terima kasih, atas bantuan yang Nona berikan ini. Nona sudah berhasil membunuh siluman harimau ini. Jika boleh, bisakah kami mengetahui siapa Nona sebenarnya? Agar kami bisa lebih bijak dalam bersikap terhadap Nona,” kata Topan berterima kasih sambil menunjukkan sikap hormatnya.
 
“Namaku Yena. Aku hanya pendekar pengelana. Dan kebetulan aku melewati desa ini,” kata Yena lalu melompat turun dari jasad siluman harimau.  Matanya yang merah perlahan memudar dan menjadi mata normal kembali. Namun, meski matanya telah kembali, tapi kesadaran tubuhnya tetap dipegang Sri Ajeng Gayatri.
 
Yena melihat jasad siluman itu  lalu melihat belatinya yang sudah mulai bereaksi.
 
“Pendekar Yena, sekali lagi kami ucapkan banyak kata terima kasih atas pertolongannya tadi. Meski terkesan kebetulan, tapi kami yakin Dewa sudah menuntun Pendekar sampai di desa Kramat ini,” kata Topan lagi.
 
Penduduk yang sebelumnya bersembunyi di dalam rumah mulai keluar saat beberapa prajurit penjaga desa berteriak kalau siluman harimau telah di tumbangkan. Hati semua penduduk desa menjadi lega. Tamrin yang ketakutan pun juga merasa sangat bersyukur. Dirinya ingin mencari siapa yang telah membunuh siluman sialan yang sudah membuatnya sangat ketakutan hingga dirinya pucat pasi. Namun saat menemukan siapa yang sudah mengalahkan siluman harimau itu, dirinya sedikit terkejut karena yang membunuh adalah seorang wanita yang terlihat lemah.
 
Kepala Desa yang baru keluar dari persembunyiannya, juga keluar saat tahu kalau siluman harimau sudah mati. Dirinya segera mengucapkan banyak terima kasihnya pada Yena.
 
“Igar! Tolong siapkan kamar dan makanan mewah untuk pendekar Yena. Membunuh siluman harimau tentu membuatnya sedikit lelah. Kita juga harus menyambutnya, dia adalah pahlawan desa Kramat ini!” kata Kepala Desa.
 
Igar yang merupakan asistennya  segera menyiapkan apa yang di minta Kepala Desa.
 
Didampingi Kepala Desa, Yena di antar ke sebuah penginapan. Yena sama sekali tidak menolak meski sebenarnya dirinya tidak ingin.
 
Sambil berjalan menuju penginapan paling mewah di desa ini, mata Yena menatap wajah tiap penduduk desa yang berkerumun membukakan jalan untuk Yena. Mereka begitu penasaran dengan tampang Yena. Dan kebanyakan dari mereka sangat mengagumi kecantikan yang Yena miliki. Bahkan kembang desa di desa Kramat ini, tidak memiliki paras secantik Yena.
 
‘Setidaknya ada 16 manusia suci di desa ini, iti berarti jika aku berhasil membunuh 13 di antara mereka, satu syarat sudah terpenuhi!’ batin Yena mengamati beberapa bayi dan anak kecil di antara para orang dewasa.
 
Meski penginapan yang di siapkan Kepala Desa dibilang paling mewah, namun aslinya penginapan ini cukup kecil. Karena hanya memiliki 10 kamar saja. Maklum, desa Kramat hanya sebuah desa kecil yang jarang di lalui pedagang. Jadi desa ini hanya memiliki 1 bangunan penginapan. Itu pun jarang dihuni, kecuali di saat panen cabai dan pagi. Di mana akan ada beberapa pedagang mengambil jalur yang melewati desa ini sebelum menuju ibu kota.
 
Tak lama berjalan, akhirnya mereka sampai di depan penginapan. Mata Yena menatap heran bangunan penginapan itu. Dirinya heran dengan ukurannya.
 
“Ini adalah satu-satunya penginapan di desa kami. Kami mohon maaf jika tidak seperti yang pendekar bayangkan. Tapi kami akan melakukan yang terbaik untuk pendekar,” kata Kepala Desa.
 
“Aku tidak peduli dengan itu. Mewah atau tidak, sama saja bagiku. Yang penting ada tempat untuk bernaung,” kata Yena tanpa menoleh ke arah Kepala Desa.
 
“Ah, syukurlah kalau Pendekar bisa menerima kekurangan kami. Mari pendekar, akan kami antar menuju kamar.”
 
Perjalanan dilanjutkan menuju kamar di lantai dua oleh Kepala Desa, pemilik penginapan dan juga Igar.
 
“Meski kamar ini tidak besar apalagi mewah, tapi kamar ini bersih. Setiap hari, kami selalu membersihkan kamar-kamar ini. Jadi tidak ada hama atau pun jamur. Jadi Pendekar bisa beristirahat dengan nyaman di kamar ini,” kata pemilik penginapan yang usianya sudah hampir 50 tahun.
 
Pak Kepala Desa juga menambahkan kalau pemilik penginapan ini sangat rajin dan suka kebersihan. Jadi di jamin setiap ruang kamar di penginapan ini sangat terjamin kebersihannya.
 
Dan seperti apa yang dikatakannya tadi, Yena tidak peduli.
 
“Baiklah, terima kasih untuk kamarnya. Aku akhirnya bisa istirahat sebentar setelah perjalanan yang cukup panjang tadi,” ungkap Yena.
 
Perjalanan dari desa Krikil menuju desa Kramat memang jauh. Seharusnya menempuh waktu satu hari dengan berkuda. Namun tadi hanya di tempuh 3 jam dengan berlari melompat dari satu pohon ke pohon lain.
 
“Untuk makan malamnya akan segera disiapkan. Dan untuk kali ini, kami akan memberikan pelayanan yang sangat memuaskan. Kami akan menyajikan banyak makanan yang pastinya lezat-lezat untuk pendekar,” kata pemilik penginapan itu.
 
Yena yang berjalan menuju jendela kamar, menoleh.
 
“Itu tidak perlu, aku sudah makan.”
 
“Tapi-” belum sempat pemilik penginapan itu menyelesaikan perkataannya, Yena sudah menatapnya tajam sambil menunjukkan aura negatif sedetik.
 
Pemilik penginapan itu langsung tertunduk tidak berani melanjutkan perkataannya. Pak Kepala Desa dan Igar, juga tidak berani berkata. Bahkan untuk mengambil nafas pun mereka takut 
 
Ketiganya kemudian meninggalkan Yena saat Yena meminta. Mereka pergi cepat karena takut Yena marah atau tidak enak hati karena mereka terlalu lama pergi. Melihat kemampuan Yena yang bisa mengalahkan siluman harimau dalam satu serangan, tentu membuat mereka takut.
 
Dalam kamar yang sederhana. Yena melihat luar jendela untuk melihat bulan. Tapi penduduk desa yang terlihat masih ramai di depan penginapan, membuatnya melirik ke arah bawah sekilas.
 
Banyak dari penduduk desa yang berteriak terima kasih terhadap Yena, tapi Yena hanya diam tak menyahut. Dia bahkan memilih menutup jendelanya dan berbaring di atas tempat tidur.
 
“Seharusnya kita serang saja sekalian semua penduduk desa ini sekarang juga,” kata Sri Ajeng.
 
“Tidak boleh. Aku tidak akan membiarkanmu melewati batas. Tujuan kita ke Desa ini hanya untuk membunuh siluman harimau itu dan juga untuk mengambil nyawa orang suci yang ada di desa ini. Selain itu, aku tidak setuju,” tolak Yena.
 
Sri Ajeng berdecak. “Kau masih saja naif. Padahal, dengan membunuh semua orang di desa ini, kekuatanmu juga akan semakin bertambah.”
 

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang