Tangan Kanan Ratu Iblis

414 42 14
                                    

Hai? Jangan lupa like sebelum lanjut membaca ya... Terima kasih....😘😘😘

Prabu Sekti Siliwangi mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Secara bertubi-tubi, ia menggunakan keris Guntur untuk melukai Volka.
 
Sama seperti saat bertarung dengan Haryapatih Adipura, Volka mengalami luka bakar di tangannya setiap menepis serangan keris Guntur. Tapi luka yang ia terima dari Prabu Sekti Siliwangi dua kali lipat lebih sakit dibanding luka yang di berikan dari bertarung dengan Haryapatih Adipura.
 
Volka mengambil jarak. Ia merasakan tangannya yang terasa panas dan perih.
 
“Memang beda rasanya jika harus berurusan dengan pemilik asli Keris Guntur. Tapi, serangan murahan seperti itu tentu tidak akan mem-”
 
Belum selesai Volka berkata, suara guntur menggelegar dilangit. Dan satu kilat petir melesat ke arahnya dengan sangat cepat.
 
Wajah penuh percaya diri Volka melebur saat matanya melihat lengan Prabu Sekti Siliwangi yang terulur ke arah dadanya. Sebelum Volka bisa melihat arah keris Guntur yang sudah menusuk tepat di jantungnya, darah segar keluar dari tepi bibirnya. Dan sedetik kemudian Volka memuntahkan darah segar lebih banyak.
 
“Se-serangan yang bagus,” kata Volka lalu tubuhnya ambruk.
 
Matinya Volka, menarik banyak pasang mata. Terutama bagi para prajurit kerajaan. Mereka begitu senang dan lega saat melihat Volka tergeletak. Sehingga semangat tempur mereka menguap kembali. Rasa putus asa yang sebelumnya membunuh semangat juang mereka, kini menghilang. Karena pikir mereka, dengan matinya Volka, maka Prabu Sekti Siliwangi akan membantu bertempur melawan anggota Penunggang Kematian yang tersisa.
 
Tapi ada satu hal yang tidak mereka ketahui  yaitu ajian Rawa Rontek yang Volka miliki. Membuat kesenangan mereka hanya bertahan sebentar saja. Karena Volka kembali bangkit dengan tidak ada satu pun melekat di tubuhnya.
 
“Ternyata benar dugaan Raja Mada. Kau memiliki ajian Rawa Rontek,” kata Prabu Sekti Siliwangi setelah membuktikan dengan mata kepalanya sendiri, kalau Volka benar-benar memiliki ajian Rawa Rontek.
 
Volka tersenyum miring. “Jadi dia yang sudah memberitahu padamu soal ilmuku ini? Itu berarti, dia juga sudah membongkar Pesareanku? Dan menemukan mayat palsuku di dalam Pesarean itu?”
 
“Seandainya saja jika Raja Mada tidak membongkar Pesarean itu, aku tetap akan menduga jika dirimu memiliki ajian Rawa Rontek. Karena tidak mungkin kau bisa hidup kembali setelah kepalamu dipenggal tanpa ajian itu. Tapi yang menjadi tanda tanya bagiku, sejak kapan kau memiliki ilmu itu. Dalam pertarungan kita 2 tahun lalu, aku sangat yakin jika kau tidak memilikinya!” 
 
Volka tersenyum tipis. “Prabu dari Jawa Timur memang jeli dan suka mengingat hal-hal dengan detail. Kau benar, saat pertarungan 2 tahun lalu, aku memang tidak mengusai ajian Rawa Rontek ini. Aku bahkan tidak pernah mempelajari ilmu ini. Karena aku sangat yakin, tidak akan ada pendekar yang mampu mengalahkan aku. Tapi, Baiklah, akan aku ceritakan bagaimana aku bisa memiliki ajian ini.
 
*2 Tahun lalu, 9 jam sebelum Volka di eksekusi.
 
Dengan tubuh yang sudah babak belur, Volka berusaha mempertahankan kesadarannya. Meski pendarahan yang ia alami telah berhasil ia hentikan. Dan beberapa luka lebam yang ia terima telah berhasil ia atasi dengan tenaga dalam yang tersisa. Namun karena jumlah tenaga dalam yang ia miliki sudah sangat menipis serta banyaknya luka yang ia terima dari pertarungan sengitnya dengan Raja Mada, Prabu Sekti Siliwangi dan Patih Wiro. Membuatnya kesulitan untuk mempertahankan kesadarannya sendiri.
 
Sorot mata Volka yang sudah terlihat sangat payah dan hanya terbuka setengah, menatap sekitar. Berusaha mencari celah untuknya melarikan diri dari penjara yang dibuat khusus untuknya ini.
 
Namun sejauh matanya mengedar, yang bisa ditangkap dari penglihatannya hanyalah jeruji besi yang mengelilingi dirinya dari segala sudut. Bahkan bagian atas dan bawah, juga terdapat besi murni yang sulit untuk dihancurkan. Di tambah lagi, di bagian depan, belakang, kiri dan kanan jeruji besi, ada sekitar 15 Adipati yang berdiri mengawasinya dengan sangat ketat.
 
Setelah merasa cukup puas melihat apa-apa saja yang ada di sekelilingnya, Volka melemaskan lehernya. Membuat kepalanya yang terpasung batu besar itu terkulai lemas.
 
“Apa aku semenakutkan ini sampai butuh 15 Adipati untuk mengawasi orang sekarat seperti diriku?” kekeh Volka merasa bangga, tapi juga merasa putus asa.
 
Karena dengan penjagaan super ketat ini, membuatnya tak dapat menemukan celah barang sehelai rambut pun untuknya melarikan diri.
 
**
“Dengan begini, dia tidak akan bisa ke mana-mana sampai hari eksekusi besok!” kata Prabu Sekti Siliwangi di tengah pertemuan bersama para Raja dan Prabu dari seluruh pelosok Nusantara.
 
Keyakinan Prabu Sekti Siliwangi atas ketatnya penjagaan untuk Volka, juga dirasakan para Prabu lain. Mereka sangat yakin, jika tak akan ada yang bisa atau berani macam-macam untuk menyelamatkan kepala Volka dari eksekusi besok. Apalagi, semua Raja dan Prabu masih berkumpul di tanah Dewa, untuk memastikan eksekusi besok siang berjalan dengan baik.
 
Namun, di tengah keyakinan para Prabu dan Raja kerajaan-kerajaan Nusantara, ada satu ancaman yang tidak mereka ketahui. Satu ancaman yang bisa menyelamatkan hidup Volka.
 
**
 
Suara langkah kaki tanpa alas terdengar mendekat. Berjalan mendekati Volka dengan bibir yang tertawa pelan. Sangking pelannya, suaranya seperti berada di kejauhan.
 
Volka yang hampir terlelap karena sudah terlalu lelah, membuka matanya kembali untuk melihat siapa yang datang.
 
Namun saat ia baru membuka matanya dan melihat ke arah langkah kaki itu berasal. Sang pemilik langkah sudah berdiri tepat di hadapannya. Membuat mata Volka langsung melihat kaki putih dan mulus yang juga tercium aroma lembut seorang wanita.
 
Saat Volka ingin membawa matanya ke atas untuk melihat wajah wanita itu. Wanita itu sudah terlebih dahulu berjongkok sehingga wajahnya dan wajah Volka jadi sejajar.
 
“Wah, masih hidup ya?” kata wanita itu dengan senyum merekah dan bibir merah yang sangat menggoda.
 
Volka menatap wajah wanita itu dalam, lalu melihat ke arah para Patih yang berjaga di sekitar.
 
“Siapa kau?” tanya Volka merasa heran.
 
Pintu jeruji penjaranya masih terlihat tergembok rapat. Dan semua Adipati yang berjaga hanya diam dan tetap mengawasinya dengan tatapan datar namun tajam dan serius.
 
“Siapa aku? Bukankah itu pertanyaan yang salah? Lagi pula, disini, seharusnya akulah yang bertanya padamu. Dan kau,,,” jari lentik wanita itu meraih dagu Volka, “,,,hanya boleh menjawab pertanyaanku dengan singkat,” lanjut wanita itu.
 
Volka diam. Matanya kembali tertuju pada para Adipati yang masih tak bergeming dari tempat mereka, sambil memikirkan siapa wanita di hadapannya ini.
 
Apa dia suruhan Raja Mada?” pikir Volka. Karena ia tahu tak akan ada sembarangan orang diperbolehkan masuk ke dalam jeruji penjara ini.
 
“Sayangnya, aku bukan bagian dari kerajaan. Dan jangan cemaskan mereka. Mereka tidak akan bisa melihat kita, atau mendengar obrolan kita sekarang. Di mata mereka saat ini, mereka hanya melihat dirimu yang terpasung lemah dan tak berdaya!” kata wanita itu yang tahu isi pikiran Volka.
 
“Lalu, siapa kau?! Jangan kira karena tubuhku terpasung seperti ini, aku tidak bisa membunuhmu!” gertak Volka.
 
“Hahahaha.....” wanita itu tertawa sangat lantang. Membuat bulu kuduk Volka mendadak menjadi merinding.
 
Volka kembali melihat reaksi para Adipati. Mereka benar-benar diam tak bergeming. Seakan tak mendengar tawa lantang wanita ini. Membuatnya menjadi semakin yakin bahwa ucapan wanita ini tadi, benar. Tak ada yang bisa melihat dan mendengar ucapannya.
 
Usai tertawa puas, wanita itu diam. Wajahnya menjadi dingin.
 
“Bunuh aku kalau kau memang bisa!”
 
Setelah berkata seperti itu wanita itu menjentikkan jari. Seketika, seluruh pasung yang melekat di tubuh Volka terlepas. Seluruh luka di tubuhnya menguap dan sembuh.
 
Volka tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Dirinya bahkan berpikir jika semua ini adalah mimpi. Tapi kebugaran di tubuhnya ini, terasa begitu nyata.
 
“Sekarang, apa kau masih berniat membunuhku?” tanya wanita itu kembali.
 
Volka memandang wanita itu. Kini tatapannya dipenuhi rasa kagum dan hormat. Rasanya seperti melihat seorang Dewi atau pun Raja Agung.
 
“Si-siapa kau sebenarnya?” tanya Volka dengan suara lirih.
 
“Ratu Iblis  dari gunung Pengabdian. Kau pasti tahu nama gunung itu bukan?” jawab wanita itu dengan senyum simpul.
 
Volka langsung menjatuhkan tubuhnya saat mengetahui siapa sosok wanita di hadapannya.
 
Dengan berdiri di atas lutut, Volka menundukkan badannya hingga kepalanya berada satu jengkal dari tanah.
 
“Maafkan atas kelancangan ku, Ratu,” hormat Volka.
 
Semua ini Volka lakukan dalam keadaan sadar sepenuhnya. Tapi entah kenapa tak ada beban dihatinya. Padahal dia merasa bahwa dirinya sebagai Raja Terkuat! Penguasa di tanah Nusantara ini. Tapi kepalanya mendadak bisa menjadi sangat ringan untuk memberi hormat. Terlebih pada seorang wanita.
 
Bibir Ratu Iblis tersenyum miring.
 
“Bagus! Aku kira, kau masih akan berkeras kepala. Ternyata tidak. Umurmu masih panjang rupanya. Karena tadi, aku sudah berpikir untuk memakanmu,” lanjut Ratu Iblis tertawa kecil.
 
Volka tak bergeming dan masih menundukkan kepalanya. Dua bahunya mendadak terasa berat. Seakan ada batu yang sangat besar menimpa bahunya. Ini karena Ratu Iblis memang sedang memancarkan aura gaib yang kuat pada Volka. Membuat Volka sulit bergerak dan juga bernafas.
 
“Mulai saat ini, kau akan menjadi tangan kananku. Jadi berikan aku kesetiaanmu. Lakukan apa pun yang aku minta. Dan sebagai imbalannya, akan aku berikan satu ajian sakti untukmu.”
 
“Ajian sakti? Ajian Sakti seperti apa itu, Ratu?”
 
Ratu Iblis tersenyum, kemudian menjentikkan jarinya kembali. Membuat kondisi Volka kembali pada kondisi sebelumnya. Pasung-pasung yang tergeletak di bawah, kembali melekat di tangan, kaki serta lehernya. Luka-luka yang ia alami, juga kembali memenuhi tubuhnya.
 
Volka kembali merasakan tubuhnya menjadi payah dan sakit.
 
Ratu Iblis lalu mendekat, dan membisikkan sebuah Ajian Sakti yang akan dia berikan, ditelinga kiri Volka.
 
“Rawa Rontek!”
 
Mata Volka membulat, bibirnya menyeringai lebar saat mendengar nama ajian sakti yang Ratu Iblis bisikkan. Rasa penuh semangat serta haus akan darah, berbaur menjadi satu di wajahnya
 
“Akan aku berikan semua kesetiaan dan baktiku, pada Ratu Iblis gunung Pengabdian!” ucap Volka sambil memberikan hormatnya kembali pada Ratu Iblis.
 
Ratu Iblis tertawa puas mendengar pernyataan Volka. Ia kemudian menghilang meninggalkan Volka, bagai debu yang tertiup angin.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang