Seloso

869 46 16
                                    

Maaf untuk update yang tadi. Enggak tahu kenapa isinya bisa berubah. Aku tidak akan menyadari jika tidak ada yang bilang. Terima kasih untuk yang telah mengoreksi.

Ini kejadian yang sangat tidak menyenangkan Untungnya, simpanan di word, tidak sampai hilang semuanya dan hanya terpangkas 10 persen dari tulisan yang aku buat. Jadi masih bisa di perbaiki.

So... tanpa berlama-lama lagi. Selamat membaca....

🔪🔪🔪


"Hooaaammm...." Alka menguap lepas. Perutnya yang sedikit menggelembung, di usap dan sesekali di tepuknya pelan.

"Sudah lama sekali aku tidak makan sebanyak ini. Masakan di penginapan ini benar-benar luar biasa. Apa kau setuju, Seloso? Tapi efek sampingnya, aku jadi sangat mengantuk," kata Alka meregangkan kedua tangannya tinggi-tinggi lalu menaruh punggungnya di atas matras kapuk.

Kembali, Alka menguap lepas.

"Makan terlalu banyak memang tidak bagus bagi tubuh, Kapten. Tapi jika sekali-kali, tentu tidak masalah," sahut Seloso sambil sibuk di sudut ruangan.

Dari tempatnya, Alka melirik Seloso sekilas, lalu kembali menatap jendela di depannya.

"Apa kau akan tetap pergi membunuh dua kecoak itu?" tanya Alka acuh.

"Tentu saja Kapten. Tak akan aku biarkan keduanya hidup lebih lama. Akan ku buat mereka menyesal karena telah meremehkanku!" jawab Seloso.

Alka berdecak dan menghela nafas malas.

"Kau ini, selalu saja gampang tersinggung. Dengar! Besok misi kita cukup berat. Karena kita akan menyerang kerajaan Prabu Sekti Siliwangi. Saranku, gunakan waktumu untuk beristirahat. Jangan kau sia-siakan tenaga dan waktumu untuk membunuh mereka."

'Tenang saja Kapten. Hanya butuh satu tarikan nafas untuk membunuh dua kecoak itu."

Alka kembali menghela.

"Terserah kau saja. Tapi pesanku, jangan buat kekacauan. Dan segeralah kembali saat tujuan mu telah selesai!" kata Alka kemudian memejamkan matanya.

"Baik Kapten!"

Mendekati tengah malam, suasana di desa Genuk masih terlihat ramai. Banyak pria dewasa yang keluar untuk berkumpul dan bersenang-senang. Para pendekar, serta prajurit yang berjaga, juga terlihat banyak terlihat. Jika di amati, jumlahnya mencapai dua kali lipat dari waktu siang.

Dari atas atap rumah paling tinggi. Seloso mengamati sebuah penginapan sederhana yang di tempati oleh Ari dan Gede. Dirinya bisa menemukan kedua pendekar itu lantaran sebelumnya, ia terus mengikuti dua pendekar itu sampai di penginapan itu.

Rasa haus akan darah segar menyeruak di jiwanya. Nafas Seloso hampir tak karuan saat membayangkan dua pendekar itu menjadi mayat di tangannya.

Tak mau menunggu lebih lama lagi, Seloso segera bergerak. Ia melompat turun di sebuah gang sempit di depan penginapan.

Dengan tenang Seloso berjalan keluar dari gang dan memasuki penginapan itu. Tak ada orang yang mencurigai atau menyapanya. Bahkan pekerja di penginapan itu tampak acuh. Lantaran, sebagian besar dari mereka, sedang sibuk melayani tamu penginapan yang memesan minuman keras.

Seloso menaiki tangga kayu lantai dua. Sorot matanya yang datar, mencari kamar dua pendekar incarannya. Saat mendapati pintu kamar dengan nomor 16, Seloso berhenti.

Tok! Tok! Tok!

Seloso mengetuk pintu itu. Wajahnya masih tampak tenang. Rasa haus darah yang tadi bergejolak ia pendam sedalam mungkin.

Tak lama, terdengar suara langkah kaki mendekat dan pintu terbuka.

Sosok Ari terlihat saat pintu di buka. Mimik mukanya yang selalu tenang dan ramah berubah jadi terkejut saat melihat Seloso.

"Lah, kamu?!" celetuk Ari. Ia mengira yang mengetuk pintu adalah pelayan kamar. Karena beberapa saat yang lalu ia meminta bantal tambahan.

Seloso tersenyum ramah. Bahkan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk menghormati Ari.

"Kenapa kamu bisa ada di sini? Apa kamu menginap di sini juga?" tanya Ari lebih lanjut.

"Tidak, aku kemari untuk memberi jawabanku soal tawaranmu tadi siang" jawab Seloso.

Ari menatap Seloso dalam.

"Memberi jawaban?" alis Ari terangkat sebelah.

Ari tak mengira jika Seloso akan datang secepat ini. Dirinya pikir, setidaknya Seloso akan menjawab besok. "Lalu, bagaimana kau bisa tahu kami menginap di sini?"

Seloso menggaruk rambut belakangnya. Berusaha bersikap canggung.

"Sebenarnya, ini sedikit kebetulan. Atau mungkin ini sudah menjadi takdir bagiku berjumpa kalian. Kemarin pagi, sebenarnya aku pernah melihat kalian keluar dari penginapan ini. Makanya aku bisa menemukan kalian di sini," jelas Seloso yang tentunya hanya kebohongan belaka.

Ari menatap Seloso lebih dalam. Berusaha mencari tanda-tanda kebohongan. Namun hal seperti itu tidak ia temukan. Melihat penampilan Seloso beserta sikapnya. Membuat rasa curiganya lemah.

"Ari? Kenapa kau lama sekali di sana. Apa itu bukan pelayan kamar?" Gede yang sedang istirahat mulai bersuara saat menyadari Ari belum juga selesai.

"Sebentar, ini ada Seloso, pria yang kita temui di kedai tadi siang. Dia tiba-tiba sudah ada di depan kamar kita untuk memberi jawabannya," kata Ari dan bertepatan itu juga Seloso masuk atas permintaan Ari.

Seloso melihat Gede dan segera memberi hormatnya.

Gede menatap Seloso selidik. Tatapannya terlihat dingin dan tidak suka. Ini dikarenakan sifat pasif Gede. Dia tidak suka dengan sikap bertele-tele. Apalagi sampai di tolak.

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Apa kau menguntit kami sampai di sini?" tanya Gede penuh rasa curiga yang tidak ia tutup-tutupi.

Seloso bersikap kikuk mendapatkan pertanyaan itu.

"Hei, hentikan sikap burukmu itu. Dia kebetulan melihat kita keluar dari penginapan ini kemarin pagi. Jadi wajar jika dia mengetahui dimana kita menginap!" Ari menengahi.

Ari mempersilahkan Seloso untuk duduk. Gede yang sebenarnya ingin tidur, jadi ikutan bergabung untuk mendengarkan jawaban Seloso.

"Jadi tanpa berlama-lama, apa jawabanmu? Ku rasa kau sudah cukup memikirkannya dengan baik bukan?" kata Ari dengan ramah.

"Tentu saja. Aku cukup serius memikirkan ini. Tapi sebelum memberi jawaban. Aku ingin menawarkan sesuatu pada kalian," ujar Seloso.

"Menawarkan apa?" tanya Ari dengan kening mengerut

Gede mendengus kesal. "Kau ini, benar-benar. Kami yang memberi tawaran, tapi kau malah memberi tawaran juga. Apa tawaranmu itu bagus? Jangan berlagak. Jika kau mau bergabung, segera jawab dan pijati tubuhku sekarang. Aku sudah cukup lelah setelah berkeliling desa seharian ini. Tapi jika tidak, segeralah pergi dan jangan kembali atau muncul di hadapan kami," geram Gede.

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang