Rencana Raja Mada

164 15 2
                                    

“Si-sial... tubuh ini benar-benar harus dilatih terlebih dahulu. Sendi-sendi ini terasa seperti mau lepas dari tempatnya! Sakit sekali! Otot-otot ini juga terasa seperti terkoyak!” rintih Yena yang sebenarnya itu adalah kalimat yang keluar dari Sri Ajeng.

Ini karena dirimu terlalu berlebihan,” sahut Yena yang sama merasakan sakit.

“Diam kau! Jika tidak seperti itu, kita tidak akan mencapai tujuan kita dengan cepat!”

Lalu, sekarang harus bagaimana?

“Mundur. Tidak mungkin kita mengejar mereka sekarang. Lagi pula, masih ada waktu. Untuk sekarang, mereka tidak akan pergi ke mana-mana. Saat tubuh ini sudah pulih. Kita akan mencari cara untuk menculik salah satu dari mereka. Dan kalau bisa, aku ingin mendapatkan gadis itu hidup-hidup. Yang bisa menghisap energi alam.”

***

“Jadi, kau benar-benar akan menumbalkan mereka?” Wisesa bersuara pada Suropati yang sedang berdiri termenung menghadap luar jendela yang anginnya semilir menerpa rambutnya yang panjang sepinggang.

“Hanya 10 Wayang Kayu. Tidak akan ada bencana yang terjadi di Kayangan hanya karena kita kehilangan 10 Wayang Kayu,” kata Suropati tanpa bergerak atau sekedar menoleh ke arah Wisesa.

“Kau benar-benar sudah banyak berubah. Kau tahu bahwa yang aku bicarakan bukan soal itu!”

Suropati baru menoleh sedikit saat Wisesa meninggikan nada bicaranya.

“Pelankan suaramu itu Wisesa. Dan hormati aku sebagai Raja dari Kayangan ini. Aku tidak agan segan-segan menghukummu meski kita adalah teman lama.”

Bukannya takut Wisesa malah menyeringai.

“Menghukumku? Yang benar saja. Aku akan peringatkan kau sebagai teman lamamu, Suropati. Jangan melakukan tindakan konyol hanya agar kau mendapatkan apa yang kau mau. Karena aku sendiri, tidak akan segan-segan untuk menghadapimu!”

BLAARRR...

Suara guntur menggelegar selang sedetik setelah siluet kilat menghunjam hingga membiaskan tubuh Suropati yang masih berdiri di dekat  jendela.

Suropati diam tak berkata apa-apa meski ia tahu kalau kata-kata yang keluar dari mulut Wisesa bukanlah sebuah bualan. Namun sorot matanya, menunjukkan seberapa jelas kemarahan di hatinya. Sebagai Raja di Negeri Kayangan. Suropati tentu merasa harga dirinya diinjak-injak oleh kelancangan Wisesa. Namun di lain sisi sebagai teman, Suropati sendiri tak bisa menyalahkan Wisesa. Perbuatannya memang salah dan egois.

Tak mendapati tanggapan apa-apa dari Suropati, Wisesa kemudian memutuskan untuk keluar dari Aula. Ia kemudian berjalan menuju kuil Braham Dewatara untuk menenangkan diri. Sekaligus untuk terus memantau pergerakan para Wayang Kayu yang di kirim ke tanah manusia.

“Seandainya saja lelaki itu tidak muncul di tengah pertempuran besar 500 tahun lalu. Tentu hal semacam ini tak akan pernah terjadi. Tapi harus aku akui, dia benar-benar sangat kuat,” gumam Wisesa kemudian berusaha khusyuk untuk memulai semedinya.

***

Kematian Prabu Sekti Siliwangi dan runtuhnya kerajaan Jawa Timur menjadi kabar yang paling menggemparkan di Nusantara. Pasalnya, kerajaan Jawa Timur merupakan kerajaan terkuat kedua setelah Kerajaan Tanah Dewa yang dipimpin oleh Raja Mada. Pusaka keris Guntur dan ajian sakti yang dimiliki Prabu Sekti Siliwangi. Menjadi alasan utama kenapa kerajaan Jawa Timur begitu kuat dan disegani.

Dan kini, kabar runtuhnya kerajaan Jawa Timur, menjadi duka yang mendalam bagi kebanyakan kerajaan yang ada. Dan sekaligus menjadi peringatan juga peringatan jika Penunggang Kematian akan datang dan menyerang satu persatu kerajaan.

“Kita tidak boleh terlalu lama membiarkan mereka bertindak sesuka hati. Jika tidak, satu persatu kerajaan akan ditaklukkan oleh mereka!” kata salah satu Patih di hadapan Raja Mada.

“Tapi kita juga tidak bisa gegabah dan menyerang mereka. Kita perlu strategi yang matang! Kita juga harus mengumpulkan kembali kekuatan-kekuatan kerajaan-kerajaan seperti dulu! Jika tidak, kemungkinan besar kita akan kalah. Dan jika itu sudah terjadi, tamatlah masa depan tanah ini!” sahut Patih lain.

Raja Mada masih diam saat para Patihnya saling berdebat antara mengatur strategi atau menyerang sesegera mungkin. Hingga kondisi hampir tak kondusif, barulah Raja Mada berdiri. Dan saat Raja Mada berdiri, semua patih langsung terdiam dan tak berani bersuara sama sekali.

Raja Mada berjalan. Ia menuruni singgasananya dengan dua tangan di belakang.

“Letak kerajaan Jawa Timur cukup krusial bagi kita. Dengan Penunggang Kematian yang kini menguasai wilayah Jawa Timur di sana, membuat kita kesulitan jika harus menyeberang ke sana. Bisa saja, bagian pesisir pantai di sebelah timur pulau Jawa, telah dijaga oleh beberapa pasukan Penunggang Kematian. Sehingga cukup berbahaya bagi kita untuk menyeberang ke sana. Kemungkinan besar kapal kita akan langsung diserang mereka sebelum bisa berlabuh di sana. Untuk pendekar sekelas kalian. Itu bukan masalah yang besar. Kita bisa menyeberang ke pulau Jawa tanpa kapal sekalipun. Namun, untuk para prajurit. Tentu ini akan menjadi masalah yang serius. Pasukan kita akan mati tenggelam sebelum sampai di medan pertempuran. Lalu jika harus memutar dan mengambil jalur panjang, itu juga sama berisikonya. Keadaan di laut selatan sering tidak stabil. Ombak di sepanjang pantai selatan sering kali besar dan tinggi.”

“Lalu kita harus bagaimana Paduka? Tidak mungkin juga kita berdiam diri membiarkan mereka bertindak sesuka hati. Apa harus menunggu satu kerajaan runtuh lagi baru kita bertindak?”

“Tentu saja tidak. Sebisa mungkin kita harus segera mengatasi masalah besar ini. Tapi, kita perlu mengumpulkan informasi terlebih dahulu. Kita belum tahu secara mendalam kekuatan apa yang mereka punya sekarang. Kemungkinan besar, kekuatan mereka tidak lagi sama seperti dulu. Aku yakin, mereka semakin kuat,” kata Raja Mada.

“Kalau begitu, kita kirim batalion Elang untuk mengumpulkan informasi. Batalion Elang yang dipimpin Kapten Putu, sangat mahir dan berpengalaman. Dia sering dikirim untuk misi sulit. Hamba yakin, dia dan batalionnya akan sanggup mengumpulkan informasi yang kita perlukan, Paduka.”

“Itu tidak perlu. Kali ini kita akan memakai cara lain yang lebih praktis dan aman. Kita akan mengirim pengguna Aji Pengeleakan,” ucap Raja Mada.

Hampir semua yang ada di ruang pertemuan menjadi terkejut setelah mendengar apa yang Raja Mada sebutkan.

“Leak? Apa Paduka yakin ingin menggunakan mereka?” tanya salah satu patih.

Kebanyakan Patih terkejut dengan ide Raja Mada. Kecuali beberapa orang yang memang tahu rencana Raja Mada. Seperti penasihat kerajaan dan beberapa Haryapatih yang paling dekat dengan Raja Mada. Yang sebelumnya memang telah diajak berdiskusi secara pribadi.

“Paduka Raja Mada? Hamba tahu, ini untuk menyelamatkan tanah Nusantara. Tapi Leak, mereka tidak akan melakukan sesuatu tanpa imbalan!”

“Aku tahu itu. Mereka menginginkan setidaknya 10 janin bayi yang masih hidup dan 50 ayam Cemani,” terang Raja Mada.

Semua langsung memikirkan soal syarat yang Leak minta. Untuk Ayam Cemani, tentu bukan hal sulit untuk didapatkan. Namun untuk 10 janin bayi, entah harus bagaimana mendapatkannya.

“Untuk Ayam Cemani, mungkin masih mudah untuk mendapatkannya. Hamba bisa mencarikannya. Tapi bagaimana dengan janin bayi? Apa kita harus meminta kepada para warga yang sedang hamil?” tanya salah satu Patih.

“Itu tidak perlu. Tidak elok jika urusan seperti ini harus melibatkan masyarakat. Urusan kedaulatan tanah ini adalah tanggung jawab kita. Mereka sudah cukup dengan membayar upeti kepada kita,” sahut Raja Mada.

“Lalu bagaimana kita bisa memenuhi semua syarat itu, Paduka?” 

“Aku sudah menawarkan kepada mereka tangan kiriku sebagai gantinya. Dengan darahku, daging dan tulangku. Seharusnya ini sudah lebih dari cukup ketimbang memakai 10 janin bayi.”

Para Patih tentu lebih terkejut lagi karena itu. Mayoritas dari mereka tentu menolak hal tersebut. Karena Raja Mada adalah simbol kekuatan dan penguasa di tanah Dewa. Jika sampai Raja Mada kehilangan sebelah tangannya. Maka kekuatan Raja Mada tentunya akan jadi berkurang.

“Paduka. Biar hamba saja yang menggantikan jika memang harus mengorbankan sebelah tangan. Atau jika kurang, hamba bisa memberikan seluruh tubuh hamba ini,” kata salah satu Patih yang langsung disusul beberapa Patih lain.

Raja Mada tersenyum mendengarnya. Ia tahu, para Patihnya sangat setia terhadapnya dan tanah ini. Sehingga mereka mau berkorban tanpa ragu. Namun, alasan kenapa para Leak setuju akan sebelah tangan Raja Mada, bukan hanya semata-mata karena daging, tulang atau darah dari Raja Mada. Melainkan karena hal spesial yang Raja Mada miliki. Ilmu Pancasona.

“Tidak. Kalian tidak akan bisa memuaskan mereka. Jadi biar aku saja,” kata Raja Mada.

Beberapa Patih menolak hal itu. Mereka masih yakin kalau mereka bisa untuk menggantikan tangan Raja Mada yang akan dikorbankan dengan diri mereka. Namun, para Haryapatih yang mulai tahu alasan para Leak mau menerima tangan kiri Raja Mada sebagai ganti 10 janin. Menegaskan kepada para Patih kalau perintah dan keputusan Raja Mada adalah mutlak dan sudah dipikirkan secara benar. Tak adalah hak bagi mereka menolak keputusan tersebut.

Untuk sejenak, keadaan menjadi senyap. Tak ada yang berbicara lagi setelah salah satu Haryapatih menegaskan. Hingga akhirnya, Raja Mada memberi penjelasan soal alasan kenapa tangannya bisa diterima Leak, barulah di situ para Patih paham. Bahkan ada yang sampai menangis. Karena mereka, merasa tak berdaya untuk melindungi Raja Mada dari segala aspek. Termasuk hal semacam ini.


UP-NYA JARANG-JARANG YA.... MASIH MUSTAHIL UNTUK UP TIAP HARI 😅😅😅

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang